MBDS|05|SEMALAM DENGAN PAK MAHENDRA

2.4K 75 0
                                    

Sinar mentari menelusup masuk ke celah jendela kamarku, berulang kali aku menggeliat begitu kedua mata terbuka sempurna siap menyapa dunia yang ternyata tidak hanya sekedar canda.

Mengingat semalaman Mahendra menemani di luar jendela, membuatku tidak bisa berpikir jernih cepat menilik ke seluruh sudut mencoba mencari pria itu yang nyatanya tidak tertangkap keberadaannya.

"Ke mana dia?" tanyaku lirih, aku menggigiti jari telunjuk seperti biasa kulakukan setiap kali kebingungan.

Jendela kamarku yang memang tidak dikunci sejak malam kubuka lebar hingga terjadi pergantian udara masuk dan keluar. Tentu saja aku menyisir sekitar pekarangan depan rumah barangkali ada orang yang bersembunyi di antara pepohonan rindang yang sengaja ditanam Ibu dengan tujuan untuk meneduhkan suasana rumah. Namun, keberadaannya tidak saja kutemukan membuatku menghela napas lega itu artinya dia sudah pergi sejak semalam. Lagipula salah sendiri, aku malah membiarkannya berdiri di depan jendela tanpa kuajak bicara lebih dulu karena kedua mata terlalu lelah ingin segera menggapai mimpi.

"Kamu cari apa?" tanya seseorang dengan suara bariton yang membuat kedua kakiku terpaku di tempat.

Suara itu tampak familiar di telingaku karena terlalu sering berbincang setiap waktu. Dadaku berpacu lebih cepat tidak seperti biasanya, dan begitu aku berbalik kali ini mulutku yang terbuka lebar siap menyantap nyamuk lewat.

"Bapak kok?" tanyaku terbata seolah tidak bisa berkata apapun lagi.

Kedua kakinya melangkah pelan mendekatiku yang bersandar pada jendela. Tanganku berpegangan pada tiang barangkali ada adegan yang membuat tubuhku nyaris terjengkang.

Langkahnya terhenti begitu jarak antara kami tinggal hanya sejengkal. Dadaku semakin berpacu lebih cepat, berdekatan dengannya sama saja menjemput ajal karena kesehatan jantungku kembali kambuh berdetak tidak seperti biasanya. Setelah pulang bekerja seharusnya aku mampir lebih dulu ke salah satu rumah sakit untuk memeriksakan keadaan dadaku yang akhir-akhir ini seringkali membuatku merasa cemas. Apa aku punya riwayat penyakit jantung?

"Bangun tidur saja masih cantik, apalagi saat tidur semalaman sangat cantik."

Aliran darah dalam tubuhku seolah tersendat bersamaan dengan ucapannya yang begitu serius. Pria itu berkata jika aku sangat cantik saat tidur, itu artinya dia ada di sana melihatku yang tengah menggapai mimpi indah. Apa yang telah dia lakukan semalaman?

"Maksud Bapak?" tanyaku lagi, ucapannya terlalu belibet, membuat kepalaku nyaris terpecah saking terlalu berpikir keras mengenai apa yang terjadi semalaman.

"Saya semalaman bersamamu."

Aku meneguk saliva dengan susah payah, ucapan pria beranak dua itu sungguh meresahkan. Pikiranku menjadi tidak bisa berpikir dengan jernih, dia membuatku gundah saja.

"Untuk apa, Pak? Untuk apa di sini?" tanyaku.

"Karena saya hanya ingin bersamamu. Apa kamu tetap tidak mengerti, Meta?" tanyanya, kedua matanya menatapku dengan sangat lekat.

Bagaimana mungkin aku bisa mengerti dengan ucapannya, dia sendiri mengatakannya setengah-setengah. Semalaman bersamaku di dalam kamar, maksudnya dia masuk lewat jendela? Lalu, nasib istrinya? Apa wanita yang bernama Anggi dia tinggal semalaman?

Kalau saja istrinya tahu apalagi kedua anaknya mengetahui atas perlakuan ayahnya yang bisa dikatakan pria hidung belang. Sudah tua juga masih saja beraksi mendekati wanita lajang. Aku menghela napas pelan, kali ini netraku memandangi wajahnya yang basah. Berada di dalam kamar mandi bukan karena dia sudah bersiap, tapi hanya mencuci wajahnya juga membasahi rambutnya. Sudah seperti anak muda saja yang tengah jatuh cinta pasti selalu menomorsatukan penampilannya.

"Tolong jangan bersikap seperti ini, Pak." Aku menggeleng pelan, mencoba untuk mengingatkannya agar dia tidak salah jalan.

"Saya bersikap seperti ini pun karena kamu." Jawabannya membuatku terkesiap seolah tidak bisa berkata-kata.

"Ingat istri dan anak-anak Bapak di rumah." Meskipun aku merasakan kenyamanan setiap kali berada di dekatnya, tetap saja alur jalannya tidak benar.

Percakapan kami terhenti begitu Ibu memanggil namaku. Mungkin dia melihat waktu sudah pagi membangunkanku untuk segera pergi bekerja.

"Meta ...," panggilnya.

Kali ini suara Ibu sudah dekat, beruntungnya pintu kamar terkunci sehingga tidak mudah untuknya menyusup begitu saja. Jika tidak, maka tamatlah riwayatku mendekam dengan suami orang di kamarku sendiri pula.

"Bapak harus sembunyi dulu," ucapku pelan, terdengar seperti bisikan. Aku mendorong tubuhnya dengan sangat kuat menyingkirkan dia dari jarakku.

"Biarkan saja Ibumu tahu kalau aku ada di sini." Aku segera menutup mulutnya agar dia tidak banyak bicara. Bisa saja seenaknya berkata seperti itu, tapi masalahnya nanti tertimpa pada diriku. Aku tidak akan membiarkan Ibu tahu mengenai hal ini, dia akan sangat sedih sekali jika tahu kalah putrinya menyembunyikan seorang pria.

"Bersembunyi saja."

Setelah memastikan Mahendra bersembunyi di pojok lemari tidak akan mungkin terlihat Ibu karena wanita paruh baya itu berdiri di ambang pintu.

"Cepat bersiap Ibu sudah masakin makanan yang lezat buat kamu. Apa kamu akan pergi bekerja kan?" tanyanya.

Daripada harus berdiam di rumah lebih baik ke kantor mungkin akan menjadi solusi untukku segera meluruskan permasalahan ini dengan Mahendra.

"Iya, Bu. Sebentar lagi juga berangkat kok."

Hachim!

Suara itu beras dari Mahendra yang tengah bersin seperti anak kucing saja. Aku mendengus kesal karena sudah membuat ya keringat dingin bercucuran begitu sang ibu kembali berbalik memastikan bunyi yang tiada bersumber.

"Suara apa itu, Meta?" tanyanya membuatku tidak bisa berpikir dengan jernih.

MY BOSS SUGAR DADDY ✔️Where stories live. Discover now