MBSD|22|KEPUTUSAN TEGAS

680 33 1
                                    

Tinggalkan jejak kalian yaaa.

***
"Berhenti?” tanya Mahendra membulatkan kedua matanya begitu membuka selembar kertas yang diberikan olehku beberapa saat lalu.

Aku mengangguk pelan membenarkan pertanyaannya, lagipula keputusanku ini sudah dipikirkan dengan matang. Rasanya memang sakit bahkan sulit, tapi aku siap menerima semuanya dengan lapang. Bukankah setelah jatuh lalu sakit kemudian? Aku memang jatuh hati padanya, lalu sekarang aku akan menerima rasa sakit itu karena harus melepaskan sosoknya yang sudah kugenggam.

“Aku tidak akan membiarkanmu berhenti bekerja di sini, Meta.” Perkataaannya begitu tegas, dia menatapku dengan tajam membuatku ingin menangis.

Tidak kuasa menahan tangis, benar saja aku menitikkan air mata yang terus berjatuhan membasahi kedua pipiku. Beruntungnya eyelinerku tahan air hingga tidak meninggalkan bekas hitam di bagian mata. Meskipun menangis aku tetap memerhatikan penampilan apalagi di depan Mahendra, eh. Masih saja mengharapkannya meski sudah memutuskan untuk pergi dalam hidupnya.

“Tolong, Pak. Jangan membuat hidupku semakin susah. Semakin aku terus berada di samping kamu, maka hatiku semakin tersiksa karena ingin segera memilikimu.” Kali ini aku menyeka air mataku agar tidak luruh begitu saja. Kalau terus menangis bisa-bisa bulan ini aku harus beli bedak lagi karena seringkali luntur.

“Aku bisa memilikimu hari ini juga,” ujarnya dengan tegas.

“Katakan, bagaimana?” tanyaku menantang.

“Tanpa diketahui olehnya. Kita pergi bersama ke mana saja tanpa ada orang yang tahu kita bersama.” Mahendra menatapku dengan tajam seolah ingin meyakinkanku atas perkataannya. Aku menggeleng pelan lalu terkekeh-kekeh hambar. Pikirannya sudah melantur ke mana saja, mana mungkin aku bisa pergi bersamanya tanpa ada orang yang tahu. Lalu, bagaimana dengan ibuku? Aku tidak mungkin meninggalkannya seorang diri apalagi sekarang beritaku sudah menyebar ke mana-mana jika aku perebut suami orang. Kasihan sekali Ibu, dia dipojokkan karena dianggap tidak bisa mendidik putrinya dengan baik.

“Maaf, Pak. Kita tidak akan bisa bersama, perbaiki rumah tangga Bapak dengan Bu Anggi. Terima kasih untuk segalanya, saya sangat senang bisa mengenal Bapak bahkan menjadi partner kerja.” Bibirku melengkung membentuk senyuman samar, lalu bangkit dari duduk membuatnya mengikuti pergerakanku.

Begitu aku hendak melangkah pergi, tapi dia memegangi pergelangan tanganku seolah menahan kepergianku. Aku menengadah menahan bulir bening yang terus mendorong keluar, dalam hati menguatkan diri sendiri jika semuanya akan kembali seperti sebelum aku mengenalnya.

“Jika kamu ingin berhenti menjadi sekretarisku, maka penuhi satu permintaanku.” Mahendra masih saja menggangguku dengan keinginannya yang selalu saja membuat jantungku berdetak tidak normal.

“Permintaan seperti apa yang dimaksud, Pak?” tanyaku.

“Temani saya dalam satu malam sekali ini saja.”

***
Dua gelas jus mangga serta dua potong tiramisu kini tersaji di atas meja, pesanan kami sudah datang yang disajikan oleh salah satu pelayan. Pria yang kini berada di hadapanku mempersilakan sajian itu untuk segera kumakan, tapi aku masih terdiam memandangi makanan tersebut.

Sepulang dari kantor Mahendra aku memang tidak langsung pulang ke rumah, tapi menemui Revan yang sempat dihubungi sewaktu malam untuk mengobrol mengenai masalah pekerjaan. Aku mendapatkan nomer ponselnya karena dia yang memberikannya saat kami bertemu, pria itu memberiku kontaknya barangkali ada sesuatu yang kubutuhkan. Benar saja, aku memang membutuhkannya untuk meminta pekerjaan di kantornya.

“Aku ingin bekerja di tempat kamu.”

Dia tidak terkejut dengan perkataanku, masih berekspresi biasa saja. Sesekali meminum jus mangga pesanannya sedikit demi sedikit sebelum menanggapi keinginanku lebih dulu.

“Boleh. Sebelumnya pun aku memang sempat menawari kamu untuk bekerja di tempatku kan?” jawabnya. “Tapi, aku bilang kalau sudah mempunyai pekerjaan sebagai sekretaris. Benar?”

Aku mengangguk membenarkan perkataannya, beberapa waktu lalu aku memang mempunyai pekerjaan yang bisa dikatakan berkarir bagus. Akan tetapi, sekarang lain kisahnya lagi karena aku sudah mengajukan surat pemberhentian bekerja. Bukan hanya soal menjauhi Mahendra, tapi soal lingkungan kantor yang semakin tidak nyaman. Para karyawan lain menatapku dengan tatapan tidak suka sembari saling berbisik mengataiku sebagai pelakor. Terlebih lagi Irvan yang terus merentetiku dengan banyaknya pertanyaan bahkan ajakan untuk pergi bersamanya malam ini atau kapan saja asalkan dengannya. Mereka seolah mengatakan jika aku wanita yang tidak benar, tentu saja hal itu membuat hatiku terluka. Aku lelah menghadapi semuanya.

“Iya, aku berhenti bekerja di sana.”

“Kenapa? Apa ada masalah?” tanyanya, dahinya mengernyit memperlihatkan beberapa garis halus di sana.

“Tidak. Aku hanya ingin merasakan suasana baru.” Seulas senyuman kutunjukkan seolah memperlihatkan bahwa diriku baik-baik saja.

Pria itu mengangguk pelan sepertinya memahami apa yang kujelaskan meski hanya garis besarnya saja. Kuharap dia tidak menanyakan banyak hal lagi mengenai persoalan ini yang terbilang sangat menyakitkanku.

“Besok kamu bisa langsung bekerja di kantorku, Meta sebagai sekretarisku.”

Aku terperangah saking terkejut dengan perkataannya, dia langsung merekrutku pada jabatan yang terbilang tinggi berada di samping direktur utama. Bersyukur sekali langsung diterima begitu saja bahkan tanpa adanya tes lebih dulu. Bahkan aku juga belum melampirkan data-data mengenaiku termasuk transkip nilai sewaktu kuliah.

“Aku belum memberikan data apapun, Revan.”

“Soal itu menyusul, karena aku tahu kamu pandai tanpa harus menunjukkan buktinya. Aku bisa melihatnya.” Dia terkekeh-kekeh pelan, aku pun mengulum senyum saking malunya karena dia memujiku.

Aku bergumam dalam hati, “semoga saja kali ini aku bisa merasakan ketenangan setelah jauh dari Mahendra.”

Tidak sengaja pandanganku terpaku pada seorang wanita hamil yang menatapku dengan tatapan tidak suka. Aku berusaha mengingat-ingat barangkali mengenalnya, tapi kurasa tidak. Siapa dia? Apa masalahnya denganku sampai dia menatapku dengan pandangan seperti itu?

***

Bagaimana dengan part ini gais?

MY BOSS SUGAR DADDY ✔️Where stories live. Discover now