Foto & Sheila On 7

383 60 13
                                    

Rasanya Ayu ingin membenturkan kepalanya ke tembok. Urusan kepanitiaan ini membuat kepalanya terasa ingin pecah, ditambah beberapa tugas kuliah Ayu yang belum ia selesaikan padahal sudah mendekati deadline. Apalagi proposal yang harus diajukan untuk sponsorship terus bertambah. Semalaman suntuk, Ayu membuat proposal sambil berdiskusi lewat telfon dengan Ajun.

Bahkan sekarang mereka masih membahas proposal disaat orang-orang sedang sibuk menunggu pengumuman pemenang audisi band. Ayu juga penasaran, tapi ia tidak bisa meninggalkan ini.

"Exposure udah fix banget kayak gini, Jun? Kita bakal tetep sebar poster di Braga?" Ayu mengetukkan jarinya di atas meja.

Rambutnya sudah berantakan nggak karuan, ikatan kuncirannya sudah sampai kendur, anak rambutnya keluar tidak karuan.

"Iya. Di sana kan banyak orang yang jalan kaki, nanti tim humas bakal nyebarin poster ke orang-orang yang lewat di sana. Estimasi orang yang jalan kaki di sana kira-kira 500 orang, atau kalau poster belum habis bakal pindah ke Riau atau Asia Afrika. Lumayan kan?"

Ayu mengangguk lalu menekan tombol ctrl dan s pada keyboardnya, menyimpan dokumen yang ia rasa sudah selesai. Tinggal membicarakannya dengan Wina yang belum datang karena masih ada mata kuliah lab skill.

"Ini nggak ada apa yang orangtuanya jadi direktur perusahaan gitu biar proposal langsung tembus?" Ayu sudah kepalang stress.

"Tapi, anggaran udah beres kan, mbak?"

Ayu mengacungkan jempolnya, "Aman. Sama Dhiska mah beres."

Ayu sangat takjub dengan Ajun, di samping usianya yang lebih muda darinya, ternyata Ajun menempuh kelas akselerasi saat SMA, masuk ke jurusan Teknik Kimia yang terkenal dengan passing grade yang tinggi, calon ketua BEM untuk periode berikutnya, tetap menjadi mahasiswa berprestasi meskipun harus terbagi waktu antara organisasi dan akademis.

Ajun adalah Wina versi laki-laki.

"Sebelum kita serahin ke pembina, nanti diskusi dulu sama bang Aga sama Wina ya, mbak. Jadi, nggak buang-buang kertas kalau mau print."

"Sip!" Ayu mengacungkan jempolnya di depan wajah Ajun.

"Ke sebelah yuk, mbak. Liat pengumuman band."

Ayu mengikuti Ajun yang sudah berjalan duluan, mengekorinya dari belakang. Semua orang sudah berkumpul, menunggu lembar pengumuman diumumkan oleh divisi lomba, melalui power point yang ditampilkan di layar proyektor depan.

Kaki Ayu bergoyang ke kanan dan kiri, entah kenapa ia merasa gugup. Dalam dadanya selalu merapalkan, Enam Hari harus menang. Meskipun nggak menjadi yang pertama tidak apa-apa, Ayu ingin mereka tampil di panggung untuk pertama kali.

Pengumuman dibuka oleh pemenang lomba debat, disusul lomba story telling, lalu solo singing, dan melewatkan beberapa lomba lain, hingga pada akhirnya pengumuman lomba band menjadi yang terakhir.

Layar di depan hanya menampilkan tulisan

"Winner of Band Competition."

Ayu menggigit bibir bawahnya cukup keras, tangannya ia genggam erat, berkali-kali mengatur nafasnya. Dan ketika pindah ke slide selanjutnya, bola mata Ayu melebar. Nafasnya tertahan selama beberapa detik. Ia menepuk-nepuk bahu Ajun, memastikan kalau ia sendiri masih sadar sepenuhnya.

"1st. Enam Hari."

Iya. Ayu nggak salah lihat, Enam Hari ada di urutan pertama daftar pemenang.

Ia memekik kegirangan, langsung mengeluarkan ponselnya, segera menghubungi Brian.

"Briaaannn congratulation!!!! Enam Hari manggung perdana!!!"

point of viewWhere stories live. Discover now