Graduation

269 44 1
                                    

Menghabiskan malam terakhir bersama Saras seharusnya menjadi hal yang menyenangkan bagi Ayunda dan Dhiska, seharusnya mereka bertiga menghabiskan dengan tawa sambil menonton Alice In Wonderland dari laptop Dhiska sambil memakan pasta bolognese buatan Saras. Tetapi, mereka tiga malah terdiam, sambil memandangi barang-barang Saras yang sudah dikemas.

Ayunda bergerak lebih awal, mengalungkan tangannya pada leher Saras, memeluk dari samping gadis yang lebih tua darinya itu. Saras memeluk lengan Ayu dan menyandarkan kepalanya pada kening Ayu. Dhiska ikut beringsut memeluk pinggang Saras dari samping kanan.

Keputusan Saras sudah bulat, untuk kembali ke Jakarta. Setelah selesai masa magang, perusahaan tempat Saras mengambil program intern, mengambil Saras untuk menjadi pegawai kontrak satu tahun dan sekarang setelah kontrak itu habis, Saras memutuskan kembali ke rumah, ke restoran yang mamanya pinta agar Saras yang meneruskan. Padahal sebenarnya Saras bisa diangkat menjadi pegawai tetap karena kinerjanya yang cukup bagus.

"Nanti kalian main ke Jakarta ya." Ujar Saras lirih, tangannya merangkul pundak Ayu dan Dhiska.

Ayu dan Dhiska mengangguk. Rasanya tidak rela untuk melepas Saras. Tidak ada yang suka dengan perpisahan ini, begitu juga Saras. Selama masa kuliahnya, selalu mereka habiskan dengan bertiga. Senang, sedih, pahit, manis, semuanya mereka lewati bersama.

"Ayunda." Panggil mbak Saras pelan, Ayu semakin menenggelamkan wajahnya di bahu Saras, tidak ingin memperlihatkan wajahnya yang sudah basah karena air mata, "Terima kasih ya udah bantu buat jaga aku di sini. Meskipun kadang aku lihat kamu kayak orang yang paling lemah, ternyata kamu paling pemberani. Makasih udah berani bantu aku lepas dari Shaka. Makasih selalu muji masakanku enak. Semoga urusan skripsi kamu selesai ya, Yu. Jangan lupa makan, nanti aku kirim resep masakanku yang paling gampang, jangan bahayain diri kamu sendiri. Semoga kamu langgeng sama Aga."

Ayu semakin terisak kuat, ia tidak ingin mendengar kalimat itu sebagai kalimat perpisahan.

"Adhiska." Kali ini Dhiska yang tidak sanggup mendengar suara Saras, "Dhis, makasih ya udah bantu jaga aku juga. Kalau nggak ada kalian, jujur aku nggak tau harus kayak gimana di Bandung sendirian. Aku pasti bakal luntang-lantung, bakal kesepian, bakal terjebak sama Shaka. Dhis, makasih kamu selalu jujur dan ngingetin aku banyak hal, kamu nggak takut buat ngingetin aku hal-hal yang orang lain kadang sungkan buat diomongin. Kamu jangan lupa ganti spion motor kamu, udah kendor tuh, bahaya nanti kalau motor kamu nggak ada spion."

Ketiga perempuan itu saling berpelukan erat, Saras mengusap air matanya yang sudah jatuh berulang kali. Dengan Ayunda dan Adhiska, Saras seperti memiliki adik perempuan yang menjaga dan ia jaga. Sebagai anak bungsu di keluarga, ia sangat bersyukur bertemu kedua perempuan dengan karakter yang sangat berkebalikan ini. Dengan kisah-kisah dari Ayu dan Dhiska yang selalu mereka bawa setiap harinya.

Ayu melepaskan pelukannya, memandang Saras dengan lurus, "Mbak Saras..."

Suaranya masih terdengar sesenggukan, "Mbak Saras harus hidup lebih baik di Jakarta. Jangan lupa hubungin aku sama Dhiska. Kalau ketemu cowok hati-hati."

Saras mengangguk dengan seulas senyuman manis, mengusap pipi Ayu yang basah, "Iya, Yu. Aku bakal lebih hati-hati kali ini, lagian lagi nggak ada niat mau pacaran lagi. Aku masih trauma. Udah cep cep... Aku kan cuma pulang ke Jakarta, kita cuma pisah sebentar, kalian bukan kehilangan aku."

"Mbak..." Ganti Dhiska yang kini sudah melepas pelukannya juga, "Salam buat mama mbak Saras ya. Nanti kalau aku sama Ayu mampir, digratisin kan?"

Saras tergelak pelan, "Iyalah pasti. Mamaku tuh udah anggap kalian kayak anaknya juga. Mama ada menu nasi hainan, nanti kalian harus coba kalo main ke Jakarta."

point of viewWhere stories live. Discover now