11 - Hantu Kiki Lagi (1)

32 6 0
                                    

Srek! Srek! Srek!

Dea yang sedang menyuapi Delaci makan, menghentikan aktivitasnya sejenak. Perempuan itu melongok ke ruang dapur, di mana suara tersebut berasal.

Perempuan itu berjalan pelan sambil menggendong Delaci. Suara tadi seperti suara kuku yang menyakar sesuatu. Apa mungkin cicak? Kalau cicak, apa iya cicak bisa berbunyi seperti itu?

Ibu muda itu langsung menghentikan langkahnya ketika melihat sosok Kiki. Hantu perempuan itu sedang menyakar pantat teflon yang tergantung di dinding. Begitu mengetahui kehadiran Dea, hantu itu langsung menolah ke arah Dea dan menyeringai lebar sekali.

"Hai, Teman," lirihnya dengan suara basah yang membuat merinding saat didengar.

Seketika itu juga Delaci langsung menangis kencang sekali. Batita itu meraung-raung di pelukan ibunya.

Dengan segera, Dea langsung membawa Delaci keluar rumah. Udara pagi ini sangat bersahabat, cerah dan sejuk. Tetangga sekitar rumahnya sedang beraktivitas pagi. Ada yang belanja sayur keliling, ada yang joging, juga ada yang membersihkan pekarangan rumah.

Perempuan itu mendiamkan putrinya sambil membacakan ayat kursi. Entahlah, Dea hanya membaca apa yang ia hafal dan ingat saja. Entah itu bisa membuat Delaci berhenti menangis atau tidak, Dea tidak tahu. Yang penting usaha dulu.

"Cup cup cup! Sayang ... anak Mamak." Dea mencium pipi putrinya sekilas. Perempuan itu sesekali melihat ke dalam rumah, apakah Kiki mengikutinya atau tidak.

Tangis Delaci semakin keras. Dan saat Dea menoleh ke arah Delaci yang ada di dalam gendongannya, ia mundur beberapa langkah karena kaget.

Bagaimana tidak kaget? Pasalnya tiba-tiba saja Kiki sudah muncul di hadapannya. Ah, Dea lupa satu hal. Kiki kan hantu, otomatis ia bisa berpindah-pindah tempat dengan mudah. Sedari tadi Dea mengawasi pintu, tapi tiba-tiba saja Kiki sudah berada di luar rumah. Hantu tersebut bisa keluar tanpa melalui pintu utama.

Dea mengatur nafasnya yang tak beraturan karena kaget. Perempuan itu kembali membaca ayat kursi agar buah hatinya bisa tenang. Ah, sepertinya Dea harus mencari amalan untuk mencegah anak bayi diganggu makhluk halus.

Perempuan itu menghembuskan nafas lega saat Kiki tiba-tiba saja hilang bak di telan bumi. Perempuan itu melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Kiki hilang. Kiki memudar dan akhirnya hilang dari pandangan. Dan tepat saat Kiki hilang, Delaci berhenti menangis.

Dea terduduk lemas di teras rumahnya. Kaki perempuan itu tiba-tiba menjadi lemas. Ia shock dan kaget.

Walaupun tadi Kiki datang dalam wujud cantik, tapi yang namanya hantu ya tetap hantu. Menyeramkan.

Walaupun akhir-akhir ini Dea sudah terbiasa melihat hantu, tapi tetap saja itu ia merasa takut.

"Oke, Dea! Jangan takut hantu! Takutlah cuma sama Allah," lirih Dea sambil memeluk putrinya dengan erat.

"Delaci .... Hei anak cantik."

Seorang nenek tetangga mereka menyapa Delaci sambil tersenyum lebar. Gigi nenek itu kemerahan karena ia habis mengunyah sirih pinang.

"Hai, Nyai. Nyai mau ke mana?" tanya Dea ramah. Perempuan itu lantas berdiri dan menyesuaikan dirinya.

"Nyai mau ke warung. Beli telur," sahut Nenek itu ramah. "Anis sudah berangkat kerja, ya?" tanyanya basa-basi.

"Sudah, Nyai. Sudah dari tadi," jawab Dea.

Setelah berbasa-basi sebentar, Nenek tersebut lantas berlalu. Dan Dea langsung memutuskan untuk masuk ke dalam rumah.

Perempuan itu terus membaca apa saja yang ia hafal. Mulai dari ayat kursi, surah pendek dan salawat nabi. Pokoknya apa saja yang ia hafal.

🍁🍁🍁




Teror Hantu Penghuni Kampus (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang