Dua Puluh Satu

112 6 0
                                    

Selamat membaca...

Meyli pov.

"Eungghhh..."
Kepalaku masih terasa sedikit pusing.

"Sudah siuman...?"
Tegur seseorang.

Saat kesadaranku mulai kembali, aku baru menyadari kalau ia menggendongku.
Pria berambut silver itu membawaku ke sebuah ruangan.
Entah ini dimana, tapi yang jelas ini masih berada di lingkup istana. Aku tau itu, karena aku faham betul dengan arsitektur bangunan ini.
Ini masih bangunan istana. Hanya saja aku tak tau letak pastinya di sebelah mana.
Ruangan ini cukup sepi. Tak ada sedikitpun suara langkah lalu lalang para pelayan di dekat ruangan ini.

"Ini masih didalam istana bukan?"
Tanyaku tanpa sadar. Setelah mengamati semua ornamen yang ada di ruangan ini.

"Rupanya kau sudah hafal benar dengan seluruh ruangan di dalam istana ini, ya?
Aku salut...
Padahal ini adalah ruangan paling ujung istana...
Tak pernah ada siapapun yang datang ke ruangan ini kecuali aku dan adikku, tentu saja..."

Hanya 1 buah lilin kecil yang menyala di sudut ruangan ini. Cahaya memang remang-remang tapi aku bisa melihat dengan jelas tatapan pria dengan rambut putih panjang itu. Pria itu menatapku aneh.
Tatapan itu hampir seperti tatapan harimau pada tikus kecil yang ada dihadapannya. Yang seolah olah bisa ia santap kapan pun.

"Kenapa kau menatapku seperti itu...?"
Kenapa perasaanku jadi was was? Entahlah seperti ada alarm yang menyala di kepalaku.

"Tidak ada..."
Pria itu lalu menjauhiku dan mengambil sebuah gelas dan mengisinya dengan air yang berada dalam teko keramik di dekatnya.

"Minumlah...!"
Pria itu menyodorkan gelas itu padaku. Kulihat sedikit isinya.
Cairan didalamnya berwarna ungu kemerahan. Dengan aroma yang agak menyengat.
Langsung membuatku mual.
Kurasa itu adalah minuman keras atau bisa dibilang alkohol.

"Tidak mau...
Aromanya terlalu menyengat, membuatku mual...
Jauhkan itu dariku...!"
Pintaku padanya sambil mendorong gelas kecil itu menjauhi hidungku.

"Ayo minum...!"
Pria itu kembali menyodorkan gelas itu padaku tapi kali ini ia lebih memaksa.

"Tidak mau...
Buang itu...!"
Ku palingkan wajahku dari gelas yang ia sodorkan untukku minum. Jangankan untuk meminumnya, mencium aromanya saja sudah membuatku mual.

"Minum...!
Cepat...!"
Pria itu menekan rahang bawahku agar wajahku tak berpaling darinya.

Prangg....
"Tidak mau...
Aku tidak mau..."
Ku tampik gelas berisi minuman keras itu hingga jatuh berceceran dilantai.

Pria itu marah.
Matanya mendelik tajam dan ia menekan rahangku, mendongakkan wajahku dan kembali memaksaku untuk menenggak minuman itu.
Kali ini mau tak mau kumasukkan minuman yang ternyata sangat pahit dan panas di tenggorokan itu ke dalam mulutku. Dan saat pria itu memalingkan wajahnya untuk meletakkan gelas ditangannya buru buru kumuntahkan semua cairan itu. Rasanya mulutku terbakar.
Aku sangat menyesal memasukkan minuman itu kedalam mulutku. Andai aku menenggaknya pasti bayiku akan kepanasan didalam perutku karena minuman ini.

"Minuman apa itu?
Pahit sekaliii...
Sshhhh..."

"Jangan khawatir sebentar lagi kau akan melupakan rasa pahit minuman itu dan akan memintanya lagi dan lagi padaku...!"
Syukurlah.
Berarti ia tidak tau kalau aku memuntahkan minuman itu dari mulutku.

Pria itu lalu duduk di kursi di dekat tempat tidur dimana aku diletakkan oleh pria itu.

"Sudah mulai merasakan sesuatu...?"
Tanyanya dengan senyum yang aneh.

Apa aku harus berpura pura mabuk agar saat ia lengah aku bisa kabur darinya, ya?
Tapi seperti apa orang mabuk itu?
Aku mana tau.
Cukup lama aku terdiam memikirkan seperti apa ya reaksi dari orang mabuk. Aku sendiri tak pernah melihat orang mabuk sejauh ini.

Please, let me go...!!!Where stories live. Discover now