Aku mengaguminya

359 31 0
                                    

Gea perlahan memejamkan matanya lama, namun kantuk itu tak kunjung datang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gea perlahan memejamkan matanya lama, namun kantuk itu tak kunjung datang. Semua pikiran dan hatinya teralih, mengingat betapa baik dan ramahnya pemuda itu.

Agaskara Barysello. Nama itu cukup membuat Gea merona, sejujurnya Gea tak akan pernah menyangka jika dia mengagumi pemuda itu.

Saat itu Gea sedang terburu-buru, ia hendak ke perpustakaan. Letak perpustakaan dan kelasnya cukup jauh, dan satu-satunya jalan adalah melewati lapangan.

Tanpa di duga sebuah bola basket melayang kearahnya. Mata Gea membulat sempurna, ia tidak tahu harus berbuat apa. Kedua tangannya sedang sibuk memegang buku-buku pelajaran yang sehabis dipakai oleh kelas XII.

Seseorang membentangkan tangan. Dia menangkap bola itu, lantas berseru. Membuat Gea terkejut dibuatnya.

Menjadi babu kelas itu sudah menjadi takdirnya. Gea tidak bisa melawan karena tubuhnya yang lemah. Bahkan ibu Gea menyuruh anak itu untuk selalu meminum obat.

Tanpa alasan Gea menurut. Dia anak yang penurut.

"Sekarang lo udah aman," ucapnya. Dia tersenyum ramah. Lantas Gea balas tersenyum canggung.

Pemuda itu melempar bola basket kepada seseorang. Dan orang itu menangkapnya sambil berucap terima kasih.

"M-makasih." Gea tergugup setengah mati.

Bagaimana bisa Agas pemuda itu bisa begitu dekat dekat dengannya. Maksudnya jarak dalam jarak ini.

Pemuda itu melirik tumpukan buku di tangan Gea.

"Mau gue bantu?" Tawanya.

Gea menunduk dalam namun ia menggeleng cepat.

"Ng-nggak usah," tolak Gea.

Agas tersenyum. "Gapapa kok,"

Bukannya menjauh, Agas justru mendekat. Dia mengambil setengah tumpukan buku tersebut dan mengalihkan pada kedua tangannya sendiri.

"Sekali lagi m-makasih."

"Santai aja kali, kenapa ngomongnya kaya gugup gitu?"

Mampus Gea ketahuan jika dia sedang gugup sekarang!

Mereka berdua berjalan beriringan melewati lapangan.

"Nggak! Nggak kok aku nggak gugup," ucap Gea berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.

"Ga perlu canggung gitu, lagian kita sekelas kan? Kenapa lo jarang berbaur gitu?"

Gea menggeleng. "Gapapa," tak ada jawaban pasti.

Agas mengangguk paham. Setelah mengembalikan buku itu kepustakaan mereka kembali mengobrol.

"Lo ga punya temen?"

Gea mengangguk tanpa menjawab. Anggukan itu adalah jawaban Gea sendiri.

Lantas agas terkekeh, tangannya merangkul pundak Gea dengan lembut.

"Kalo gitu, sekarang kita temenan!"

Dan sejak saat itu Agas memutuskan berteman dengan dirinya. Setiap hari pemuda itu menghampiri mejanya hanya untuk sekedar menyapa atau mengobrol ria.

Hari sudah larut malam, pemuda itu belum juga memejamkan matanya. Tangan kanannya bergerak lihai mencoret buku diary dengan tinta hitam.

Selasa, 8 Maret 2017

"Entah, aku tidak tau perasaan macam apa ini, sekilas aku merasa tersanjung akibat dirinya. Dan sekarang, hatiku dag-dig-dug tak kunjung berhenti"

Aku mengaguminya
Bertanda ; ARGEA ANANTA

Diary Argea [END]Where stories live. Discover now