Bagian 03. Pelukan Tidak Terduga

8 3 4
                                    

"Apa kamu menikmati kue nya?" Dia bertanya sekali lagi kepada ku.

"Ya, sangat enak. Terima kasih," aku menjawab pertanyaan nya dengan nada lusu.

Hinata-san masih berdiri di tempatnya, penampilan nya kini sungguh sangat berbeda dengan yang kemarin. Jika kemarin dirinya mengenakan stelan jas kantor yang rapih maka sekarang dia hanya memakai celana olahraga yang pendeknya di atas lutut, lalu jaket parasut hitam yang sangat cocok untuknya.

Apa? Tunggu, mengapa sekarang aku menilai penampilannya?. Kedua mata Hinata-san menatapku dengan lekat, aku tidak mengerti dengan apa yang dia lihat sekarang namun saat aku tengah mencari tahunya tiba-tiba dia berkata.

"Apa kamu suka pergi ke taman ini?" Tanya Hinata-san membuatku menjadi gugup.

"Ya, sering. Tapi ini hari pertama ku di minggu ini. Aku juga tidak tahu jika Hinata-san sering datang kesini," ucap ku terdengar aneh.

Ahh, suasananya mengapa menjadi sangat dingin. Aku membencinya. Aku segera mengepalkan tangan ku yang mulai terasa dingin, angin pagi dan suasana tenang yang tadi muncul seketika hilang saat awan mendung mulai menutupi langit-langit Taman Aoi yang awalnya terang benderang.

Hinata-san terlihat berkeringat, dia tidak mungkin kedinginan dalam situasi ini karena tubuhnya baru saja berhenti ber-olahraga. Hinata-san menatap ku lagi, kini tatapan nya terlihat sangat menenangkan dan rambut oranye nya itu benar-benar membuatku bingung.

"Lagi-lagi warna rambutnya menggangu ku, mengapa sangat menenangkan?" Batinku tanpa sadar.

"Apa kamu kedinginan? Sepertinua hujan akan segera turun, sebaiknya kita masuk ke dalam rumah kayu itu," dia mengajakku masul ke dalam sana.

Sebenarnya itu bukanlah rumah kayu biasa, kayunya sangat kuat dan dipastikan sangat aman. Ditambah ada sebuah kursi dan jendela besar yang membuatnya menjadi mirip seperti saung kayu. Aku berjalan mengikutinya dari belakang, kami duduk bersebelahan dan angin dingin lagi-lagi bertiup cukup kencang hingga hembusan nya menabrak wajahku dan rambutnya yang ter-urai.

Aku hampir lupa, seharusnya aku mengikat rambutku di saat seperti ini. Jika angin terus bertiup maka rambutku akan menjadi sangat berantakan, Aku mulai mengikat rambutku dengan perlahan setelag selesai Hinata-san mulai mengajakku bicara lagi mengenai apapun yang belum dia ketahui.

"Ah, kurasa akan sangat tidak menyenangkan jika aku tidak mengetahui nama mu!" Ucapnya membuatku malu sendiri.

"Siapa nama mu?" Tambahnya.

"A-anu.... aku ini orang yang terlalu gugup, jadi maafkan aku jika menjawab pertanyaan nya sangat lama..." aku memberi tahunya tentang masalah komunikasi ku.

"Namaku, June Rintarou~" jawabku memberitahu siapa namaku.

*Ceritanya si June itu kaya nama tokohnya, okay? Engga ada di anime nya ya, cuma tokoh tambahan di dalam cerita ini dan memberi kesan bahwa si sudut pandang penulisnya itu punya nama 3:^].

*Tapi satu keluarga dong sama Suna Julid.

"Sepertinya familiar." Hinata-san terlihat berpikir.

"Tidak mungkin" aku menjawabnya spontan.

Namun secara tiba-tiba dari jarak yang cukup jauh orang-orang mulai berlarian. Kukira awalnya ada sebuah bencana alam yang mengerikan datang, tapi ternyata ada badai kecil dengan angin debu beserta hujan datang menghampiri kami berdua. Hinata-san menarik pergelangan tanganku dengan kasar dan menarikku hingga jatuh ke area dadanya yang bidang.

"Tunggu sebentar, tetap seperti ini. Badai ini sering terjadi di saat cuaca tiba-tiba menjadi cerah dan hujan secara bergantian," ucapnya sebelum badai kecil tiba du tempat kami.

Aroma jeruk memenuhi indra penciuman ku, sungguh mengapa aroma tubuhnya seperti ini. Gara-gara Hinata-san sekarang aku terlihat seperti orang mesum yang mencari-cari kesempatan dalam kesempitan. Saat Hinata-san mendorong punggung ku untuk memeluknya dengan erat disaat itu pula kedua tangan ku mulai menjepit pinggangnya dengan keras.

Hinata-san terlihat terkejut, aku sungguh mali dengan apa yang ku lakukan saat ini, namun apa daya.

"Hinata-san, maaf jika aku merepotkan mu. Aku sangat tidak menyukai hujan, tolong bantu aku." Aku merengek kepadanya.

Dia tidak menolak permintaan ku? Tapi mengapa dia hanya diam saja? Apa dia marah?, namun saat aku sibuk memikirkan sesuatu tiba-tiba Hinata-san membuka jaket parasut miliknya dan mulai menutupi tubuhku dengan benda besar itu. Sial aroma jeruknya yang hangat benar-benar menempel pada semua benda yang dia gunakan.

Dan benar saja, setelah dia menutupi tubuhku dengan jaket miliknya secara tiba-tiba badai yang sudah kami perkiraan benar-benar datang. Hinata-san masih mendorong punggung ku dengan lembut untuk terus berada di bawah dekapan nya.

ZRASHHHHH....SSSSHHHAAAAA

Tetesan air hujan, angin dan debu-debu benar-benar di campur adukkan saat itu. Aku bersembunyi di balik jaket tanpa tahu apa yang Hinata-san sedang hadapi di atas sana. Aku jadi merasa bersalah karena ketidak sukaan ku terhadap hujan, apa aku harus mulai mencoba untuk menyukai hujan?

Suara gemuruh itu menghilang, suasana mulai menjadi tenang. Ini seperti kejadian yang sering terjadi di manga-manga shoujo Jepang, dimana tokoh pria melindungi tokoh wanita dari derasnya hujan, tapi bukankah ini melebihi espektasi dari manga itu?

Aku melepas lingkaran kedua tanganku, Hinata-san juga begitu. Aku buru-buru menenggelamkan ekspresi gugup itu dan berterima kasih kepada Hinata-san yang sekarang sedang mengelap wajahnya.

"Hi-hinata-san. Wajahmu basah!" Aku sedikit khawatir dan merasa bersalah saat melihat wajah Hinata-san menjadi basah karena terciprat oleh air hujan berusan.

Hinata-san menyeka wajahnya dengan pergelangan tangannya yang juga basah, dan aku benar-benar terkejut saat melihat apa yang sebenarnya dia kenakan di dalam jaket parasut tebal ini. Dia seorang pemain Volly? Ditambah ada gambar bendera Jepang disana, apa yang kulihat ini benar?.

"Hinata-san, apa kamu seorang pemain volly timnas Jepang?" Tanyaku terlihat penasaran.

"Uh, yaa. Ada apa? Kenapa wajahmu...." ucapnya tertahankan.

Aku mendekatinya, bukan karena kegatelan atau hal murahan apapun hanya saja.

"Hinata-san, aku sangat menyukai Volly Ball" ucapku tak tertahankan. Ketika melihat bendera Jepang menempel pada Jersey nya, seketika pikiran ku melayang.

Aku jadi mengingat masa-masa dimana aku dan kakaku pertama kali memegang bola volly, disana aku sangat bahagia. Tidak seperti sekarang.

Not Your Sun || Hinata Shoyou x Extra ||Where stories live. Discover now