Undangan Pertunangan

107 5 1
                                    

Ersakha sedari tadi sedang memandangi langit sore di balkon kamar, tangan lelaki itu terus menekan pipinya dengan kompresan. Lelaki itu baru saja ingin kembali masuk ke dalam rumah. Namun mata nya melihat suatu motor berhenti di depan rumahnya atau lebih tepatnya berhenti di depan rumah depan nya.

Tangan lelaki itu mengepal, ketika melihat Felicia yang baru saja turun dari motor seorang lelaki yang kini sangat Ersakha benci.

"Makasih ya kak!" Ersakha memejamkan matanya sebentar, ketika mendengar suara Felicia samar-samar.

Bolehkah lelaki itu mengatakan bahwa dia merindukannya? Ersakha membuka kembali mata nya. Ersakha menatap kedua orang itu.

Mata Ersakha melihat wajah Felicia yang sedikit pucat. Lelaki itu menyipitkan sedikit matanya. Ia dapat melihat mata Felicia yang sedikit bengkak jika diperhatikan dengan teliti.

Rasanya Ersakha sangat membenci dirinya sendiri. Apa yang sudah dia lakukan sangat fatal hingga membuat mata indah itu membengkak. Dia memang tidak pernah pantas untuk Felicia.

Felicia sepertinya sangat bodoh, mengapa gadis itu bisa suka kepadanya. Ersakha menatap kedekatan gadis itu dengan Syarif. Hati nya terasa sangat panas, apa lagi mengetahui kenyataan bahwa lelaki itu menyimpan rasa kepada Felicia.

"Kak mau masuk dulu?" tawar Felicia sambil menatap Syarif.

"Enggak, salam aja ke om tante ya," jawab Syarif.

"Ya udah makasih ya kak, kakak baik banget," ujar Felicia tulus.

"Iya, lo masuk aja sana!" sahut Syarif.

Ersakha dengan sengaja menjatuhkan kompresan yang sedang dia pegang dengan keras, hingga menimbulkan suara yang begitu kencang. Suara yang ditimbulkan Ersakha membuat kedua orang itu menatap ke arahnya.

Mata mereka kembali bertemu. Melihat mata yang memancarkan kekecewaan itu membuat Ersakha sangat tersiksa. Bolehkah Ersakha egois, dan memilih pasangan hidupnya sendiri, boleh kah itu terjadi?

"Jangan lihat ke sana Fel!" Suara itu, Ersakha sangat membenci suara itu. Suara yang membuat pandangan Felicia tidak lagi ke arahnya.

Ersakha membalikkan tubuhnya. Dengan langkah kaki yang melemas. Ersakha berusaha berjalan masuk kembali ke dalam kamar. Ia tidak boleh terus berada di sana. Ersakha tidak boleh mengecewakan orang tua nya demi seorang perempuan. Perempuan yang sangat spesial, perempuan yang menjadi arti kebahagiaan nya itu.

Felicia menundukkan kepalanya, ketika Ersakha hilang di balik pintu. "Lo harus move on dari dia!" ujar Syarif dengan sungguh-sungguh.

Felicia menghela nafasnya. Bagaimana bisa gadis itu move on, kalau melihat Ersakha terus-menerus. Mereka tetangga, mereka juga satu kelas, tidak mungkin mudah untuk melupakan segala rasa di hati nya, jika mereka terus bertemu bukan?

"Iya, kak," ucap Felicia sambil tersenyum tipis.

Syarif tersenyum. Lelaki itu mengusap kepala Felicia. Gadis itu terlonjak kaget dengan sikap Syarif. Felicia melangkah mundur beberapa langkah.

Syarif yang melihat reaksi terkejut itu ikut terkejut. "Eh maaf yang tadi cuma gerakan spontan," ujar Syarif panas dingin.

Felicia tersenyum tipis. "Ya udah, saya masuk dulu ya," ujar Felicia membuat Syarif mengangguk salah tingkah.

Felicia membalikkan tubuhnya. Berjalan menuju rumahnya. Ada satu hal yang mengusik dipikiran Felicia saat ini. Pipi lelaki itu membengkak semakin parah, apakah itu karena nya?

Felicia memejamkan matanya sesaat kemudian menggelengkan kepalanya. Tangan gadis itu terulur membuka pintu rumahnya, bertepatan suara motor Syarif pergi dari sana.

Felicia's EarthWo Geschichten leben. Entdecke jetzt