Part 20. Ternyata

17 11 5
                                    

Alhamdulillah keseruan yang sangat luar biasa bila kami bertemu di kampus ada saja yang dilakukan, seperti tadi sama-sama 😂 🤣 narsis suka selphong, eh, selphi dan setelahnya foto dishare distatus whatsapp dan facebook pastinya banyak yang memberi komen. Di kampus, aku sedikit terhibur dan sedikit bisa melupakan permasalahanku dengan Putra.

Akhirnya sampai di rumah, hari yang melelahkan begitupun dengan hatiku yang sedang galau tidak tahu harus bagaimana, mau melakukan apa pun rasanya kok malas sekali. Tadi aku sudah berjanji sama ibu untuk curhat dan cerita tentang permasalahanku dan Putra, jujur belum siap mengatakan yang sebenarnya. Permasalahan yang terjadi karena ketidakjujuran Putra perihal keluarganya yang keberatan dengan hubungan kita.

Sejak awal inilah yang sudah aku kuatirkan jika bertemu dengan keluarga, di depan tidak terlihat kalau mereka tidak setuju tapi di belakang tidak tahu apa yang mereka katakan ke Putra sehingga terlihat Putra menghindari.

Aku, akui memang tidak memiliki ayah dan kehidupanku sangat sederhana hanya saja memiliki tempat tinggal yang lumayan buat berteduh dan Alhamdulillah kehidupan kami berdua aku dan ibu tercukupi.

Aku sadar diri kita berdua sekarang berbeda terlihat sekali perbedaannya. Itulah yang membuat kekuarganya tidak setuju, terlebih Putra kuliah di Universitas bergengsi di Surabaya, yang membuat keluarganya berubah pandangan.

Aku tidak ingin mencurigai keluarganya tapi terlihat dari sikap Putra kalau dia sepertinya menghindariku, setiap kali ditanya tidak pernah sekalipun bercerita kenapa dan ada apa?

Sungguh tidak enak hubungan yang tidak dilandasi kepercayaan seperti ini, karena ada jarak yang dibatasi, jadi kelihatan kaku seperti awal kita berhubungan. Sejak dahulu aku selalu bilang saling mengutarakan apa yang dirasakan dalam hati.

Dia seperti masih nyaman dengan hanya diam saja, tetap bersikap seperti tidak ada masalah dan semua baik-baik saja. Aku yang tidak bisa karena bagiku hubungan itu harusnya ada komunikasi kalaupun jarang bertemu dan itu harus diutarakan.

Semua permasalahan pastinya ada penyelesaian dan tidak mungkin tidak dan kenapa harus ditutupi seharusnya terbuka itu lebih baik. Aku tidak mau ada bom yang meledak sewaktu-waktu, kalau bisa segera diselesaikan saat itu juga.

Aku sudah janji untuk bercerita pada ibu, sebaiknya bicara dengan dia dan Insyaallah ada solusi dari persoalan yang sedang kuhadapi dengan Putra.

"Bu, repotkah? Ardha pengin bicara sebentar repotkah?"

Ibu menoleh dan melihat kedatanganku. Lalu berkata, "kapan kamu datang dari kampus, Sayang. Ibu tidak mendengar salammu, apa karena Ibu keasyikan menjahit ya?"

"Ya, Bu tadi Ardha sudah mengucap salam, sepertinya Ibu tidak mendengar karena repot."

"Bu, ada waktukah? Ardha ingin bicara ini tentang Putra."

Ibu berpikir dan terdiam sejenak sebelum memulai pembicaraan.

"Ada apa Sayang? Semalam Ibu tau pasti kalian ada masalah, Ibu mendengar kamu menangis makanya terlihat matanya bengkak."

Sangat terlihat jika kita lagi ada msalah dan mataku memang bengkak karena semalam habis menangis sampai tertidur, makanya ke kampus aku menggunakan make up dan bedak agar tidak terlihat habis menangis. Sungguh aku tak kuat, memendam ini sendiri, butuh seseorang menguatkan dan ibu adalah orang yang tepat untuk berbagi.

"Bu, selama ini aku bingung ingin rasanya segera menyelesaikan masalah ini secepatnya tapi ternyata sampai sekarang belum selesai dan dia sengaja Putra menghindariku semenjak aku bertamu ke rumahnya. Aku tidak ingin memberitahu Ibu karena tidak ingin membuat sedih dan kepikiran."

"Sayang, sejak awal Ibu sudah tau permasalahanmu dan Putra tapi Ibu diam saja. Ibu hanya ingin kamu bisa menyelesaikannya sendiri. Ibu sengaja menyuruhmu untuk bertemu dan berkenalan dengan keluarganya agar kamu tau juga dan lebih bisa mengenal, karena Ibu tau kamu sudah dewasa dan sudah saatnya terbuka bukan lagi kucing-kucingan."

"Ibu hanya ingin kamu mengerti dan bisa berpikir lebih dewasa. Sebentar lagi kamu mau lulus kuliah dan harus memikirkan masa depan, mau dibawa ke mana hubungan kalian kelak, tidak bisa buat main-main lagi terlebih Ibu kuatir dengan kamu. Anak Ibu hanya kamu seorang terlebih sudah tidak ada Ayah, jelas Ibu kuatir. Ibu hanya ingin terbaik buat kamu. Semoga yang Ibu curhatkan disepertiga malam terkabul."

Ibu berharap aku segera mendapatkan jodoh dan tidak terlalu berharap hubunganku dengan Putra karena seorang Ibu pasti peka dengan firasatnya kalau putri tercintanya tidak sedang baik-baik saja.

Banyak perubahan dalam kehidupan kami berdua semenjak kepergian ayah, Ibu tidak ingin aku disakiti dan agar bisa menemukan kebahagiaan dan ada yang mau menerima apa adanya bukan ada apanya.

Tidak ada orang tua yang ingin anaknya menderita mereka menginginkan yang terbaik untuk masa depannya. Apalagi diriku sudah tidak ada seorang ayah dan terkadang dianggap remeh dan rendah orang lain, inilah yang membuat orang tuanya tidak setuju. Terhalang restu orang tua dalam hubungan tidak enak karena akan banyak masalah ke depannya. Aku tidak mau seperti itu dan ibu juga sangat menginginkan lelaki yang bisa mengoyami, tanggung jawab dan keluarganya mau menerima.

Lumayan aku terdiam lalu menjawab, "Ardha, paham dengan yang Ibu katakan. Ardha juga tidak mau berhubungan yang terhalang restu orang tua karena ke depan pasti tidak akan baik-baik saja. Makasih nasehatnya ya, Bu dan mau mendengarkan curhatan Ardha."

"Sama-sama Nak, sebaiknya kamu istirahat. Kamu tampak lelah dan Ibu paham dengan yang kamu rasa sekarang. Ibu hanya bisa mendoakan yang terbaik. Sebelum istirahat kamu sebaiknya salat dulu baru makan siang dan tidur, tenangkan pikira. Mintalah pada Allah jalan keluar untuk permasalahan kalian."

Itulah semua nasehat dan pesan yang ibu katakan padaku, semoga ada jalan keluar serta penyelesaian agar diantara kita, aku, Putra dan Mas tidak ada yang tersakiti. Insyaallah  nanti malam aku akan menjalankan salat istikharah, hajat dan tahajud agar persoalan ini segera terselesaikan.

"Ardha , pamit dulu masuk kamar. Makasih sekali lagi mau mendengarkan semua curhatan dan ceritaku, ya Bu. Kalau tidak ada Ibu, aku tidak harus bagaimana untuk bisa menyelesaikan ini. ardha tinggal ambil air wudhu dan segera melaksanakan salat zuhur karena waktu zuhur segera selesai."

"Sama-sama sayang, jangan berkata seperti sudah kewajiban sebagai seorang ibu harus bisa memperhatikan anaknya, apalagi Ibu tidak mau melihatmu sedih. Kamu istirahat, tidak usah banyak pikiran."

Aku mengangguk sekaligus mencium kedua pipi Ibu lalu bergegas ke kamar sebelum ambil air wudu untuk menunaikan salat. Lega rasanya sudah curhat dan mengeluarkan uneg-uneg yang dirasakan dalam hati.

****

KETIKA KU BERDO'A

senja merona,
merah temaram jingga,
cakrawala bertasbih,
teduh dalam bias,
kala temaram merona,
melukis sudut ufuk,
debaran kata memuji,
menembus hampa,
melintas gelisah,
gersang menghadang,
dekapan lelap menghampiri,
merajut rindu,
menatap kejora,
semesta pun cemburu,
ketika ku berdo'a.

***

Ardhana

Ardhana

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.
falling in love [ End] Where stories live. Discover now