16. Nana

444 63 68
                                    

     Sore hari ini, Jenova isi dengan beberapa stik gim miliknya. Itu dilakukan sejak ia selesai salat sampai sekarang pukul lima petang.

     Ketika permainannya yang terakhir ini kalah, Jenova segera mematikan monitor televisinya. Menyelesaikan gim secara sepihak.

     Ia merebahkan badan di sofa panjang. Matanya menatap ke arah plafon rumahnya yang polos.

     Main sendiri seperti ini membosankan. Seharusnya, satu stik di laci sana bisa dipegang oleh Hilal. Tapi nahas, karib kesayangannya itu ada rapat dan mungkin tidak akan bersama dengannya sampai Senin depan.

     Kemudian yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, dengan siapa ia bermain sampai tiga hari ke depan?

     “Assalamu'alaikum.”

     “Wa'alaikumussalam.” Jenova segera bangun dan beranjak dari tidurnya. Menghampiri pintu dan membukanya untuk mengetahui siapa yang bertamu.

     Ketika daun pintunya terbuka, Jenova mendapati sosok laki–laki yang punya tinggi persis sepertinya. “Siapa?”

     Laki–laki itu tersenyum. “Zennan Putra. Panggil aja, Putra.”

     Jenova terdiam. Laki–laki bernama Zennan itu membuatnya ingat sesuatu. Kilasan kelabu beberapa kali lewat di kepalanya. Tapi ia tidak tahu pasti karena samar dan tidak ada juga suara yang biasa didengarnya.

     “Kok melamun? Ada apa?”

     “A-ah maafkan aku.” Jenova menggeleng cepat.

     Zennan tersenyum canggung. “Kalau gitu, boleh saya masuk?”

     Keduanya pun masuk dengan Jenova yang langsung mengambil kotak susu di dapur dengan dua gelas kecil lainnya.

     “Kalau boleh tahu, siapa yang memintamu ke sini?” tanya Jenova.

     Zennan tersenyum. “Tante Arin. Saya baru pulang dari Samarinda dua hari lalu. Terus, siang tadi beliau telepon, katanya Hilal jadi penanggung jawab masa LDKS. Kebetulan, saya juga mesan di hotel dua hari saja. Beliau nawarin saya buat sekalian tinggal di rumahnya nemenin kamu.”

     “Sampai kapan?”

     “Minggu, orang tua saya pindah. Saya juga mulai sekolah di sini.”

     Jenova mengangguk. Ia memberikan gelas yang sudah diisi susu ke pada Zennan. “Mau?”

     “Saya gak bisa minum susu. Ada air biasa?”

     “Oh, sebentar!”

     Jenova pergi ke dapur lagi dan kembali dengan sebotol air dingin. “Ini?”

     “Terima kasih.” Zennan menangkap botol air itu ketika Jenova melemparnya.

     “Di rumah ini sisa satu kamar tapi kotor. Kalau mau, kau harus membersihkannya sendiri.”

     “Kau bisa tidur di kamarku. Tapi ada syaratnya,” lanjut Jenova.

     Zennan meneguk air di botol hingga menyisakan setengah dari jumlahnya. “Ahh ....”

     “Eh, tadi apa? Syarat apa?”

     Jenova menghela napas panjang. “Syarat kalau mau sekamar.”

     “Apa tuh?

     “Ada dua kucing di halaman belakang, rawat mereka sampai minggu, soalnya persediaan masker habis.”

Aska: Bertaut JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang