○ 07. Witing Tresno Jalaran Soko Kulino ○

259 54 15
                                    

Belum juga matahari muncul dengan sempurna ke permukaan, Wendy yang baru saja bangun kini sudah sibuk berkutat menyiapkan dua gelas kopi panas di dapur kecilnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Belum juga matahari muncul dengan sempurna ke permukaan, Wendy yang baru saja bangun kini sudah sibuk berkutat menyiapkan dua gelas kopi panas di dapur kecilnya. Ya, ia memang sesekali melewatkan sarapannya saat hari-hari kerja, namun secangkir kafein tak akan pernah dilupakannya tiap pagi. Apalagi Chandra yang masih terlelap di ruang tengahnya itu, pasti akan selalu mencari kopi setelah bangun tidur. Jadi ia pikir sekalian saja membuatkan secangkir untuk lelaki itu.

Sambil menunggu air panas mendidih, perempuan itu memperhatikan pria yang terlelap di sofa kecilnya dengan kasihan. Tubuh tinggi besar Chandra yang meringkuk kelelahan setelah bekerja keras lima hari kemarin, membuat Wendy tak tega dan berniat menyuruh lelaki itu pindah untuk tidur di ranjangnya. Namun hal itu ditundanya saat mendapati wajah sahabatnya yang makin terlihat tampan dibandingkan saat mereka pertama kali bertemu.

Masih jelas di ingatan perempuan itu kali pertama keduanya bertemu 10 tahun lalu. Wendy yang kala itu masih duduk di bangku kelas 12 SMA, hampir saja menjadi korban keganasan tawuran antar pelajar saat pulang sekolah. Beruntung saat itu Chandra yang menyadari bahwa Wendy tampaknya tak tahu apa-apa, berhasil membawa gadis itu menjauh sebelum ia menginjak arena pertempuran tak berguna itu. Kalau tidak, dirinya mungkin sudah terluka atau setidaknya diamankan pihak kepolisian.

Ia pikir, pertemuan mereka akan berakhir begitu saja karena memang keduanya mengenyam pendidikan di tempat yang berbeda. Namun takdir berkata lain, dua anak manusia itu kembali bertemu di acara pemakaman Ocha, sepupu Chandra sekaligus sahabat Wendy yang meninggal akibat kecelakaan saat mereka duduk di bangku universitas. Keduanya yang begitu dekat dengan gadis itu, secara alami berusaha saling menguatkan satu sama lain.

"Chan, pindah ke kamar, gih." Wendy mengelus lembut lengan pria itu.

Lelaki itu hanya menggumam tak jelas menanggapi Wendy.

"Chandra, sakit nanti badan lo."

Ia masih saja tak bergeming. Bahkan kini malah tangan Wendy yang dipaksa untuk terus mengusap-usap pipinya demi memberikan kenyamanan sesaat.

Sebetulnya gadis itu tak keberatan, bahkan cenderung senang bisa menyentuh Chandra seperti ini. Namun ia sadar air yang dimasaknya dalam teko segera mendidih dan mulai menciptakan suara bising. Gadis itu harus segera mematikan dan menyiapkan sarapan untuk mereka. "Gue mau bikin kopi dulu, Chan..."

Pria itu menghela napas berat dan berusaha membuka matanya perlahan. Ditatapnya wajah Wendy yang nampak polos tanpa riasan. Rambutnya yang diikat asal dan menyisakan anak-anak rambut, membuatnya tampak jauh lebih manis di mata Chandra. Inilah salah satu hal yang disukai lelaki itu setiap menginap di rumah sahabatnya.

"Sana, pindah ke kamar biar enak tidurnya." Perintah gadis itu sekali lagi dengan lembut.

"Lo nggak mau tidur lagi emangnya?"

"Nanti siang gue kan mau pergi. Oh, iya, sekalian nanti... gue kenalin lo sama Benny, ya?"

"Benny?" Chandra terdiam sesaat sembari menatap mata indah Wendy.

Last Night Story [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang