24

749 160 3
                                    

***

Disaat Toil masih sibuk mencari nafkah, Lisa dan Jiyong justru masuk ke dalam rumah pria itu. Keduanya masuk lewat garasi, keluar di garasi kosong yang mampu menampung dua mobil lantas masuk ke dalam rumah pria itu melalui pintu yang menghubungkan garasi dengan halaman rumahnya.

"Maaf membuatmu kesal dan cemburu. Aku tidak memberitahu masalah keluargaku karena masalah itu sudah lama lewat. Kejadiannya saat kita lulus sekolah dan waktu itu kau sibuk dengan debutmu, hanya ada Jisoo dan Toil Jadi aku hanya bercerita pada mereka. Tidak ada niatan untuk menyembunyikannya darimu. Aku hanya... Hanya kebetulan saja kau tidak ada di sana, jadi kau tidak mendengar ceritanya. Lalu soal pergi ke lokasi syuting tadi, Simon oppa juga terlambat memberitahuku, kalau dia mengusahakan untuk datang. Jadi aku baru bisa memberitahumu saat kau datang. Aku minta maaf," ucap Lisa, sembari berjalan di sebelah Jiyong, melangkah masuk ke dalam rumah Toil yang sepi sepanjang hari.

"Heish... Aku jadi kesal lagi karena kau ingatkan," keluh Jiyong. "Pijat kakiku kalau kau memang menyesal."

"Augh! Dia mulai lagi memanfaatkan keadaan," gerutu Lisa. "Aku lelah, aku mau tidur-"

"Lisa, kau menangis karena melihat Since dan ayahnya? Atau karena bertengkar dengan kekasihmu?" potong Jiyong penasaran.

"Kami baru berkencan tiga hari, kenapa sudah bertengkar? Tentu saja tidak," Lisa mendahului Jiyong, naik ke atas sofa kemudian berbaring di sana. "Tapi sekarang, kami akan bertengkar, dia pasti marah."

"Hubungi kekasihmu."

"Tidak," geleng Lisa.

"Kenapa?"

"Hanya belum ingin menjelaskan kenapa aku meninggalkannya."

"Kenapa kau meninggalkannya?"

"Toil pasti sudah memberitahumu! Aku iri pada Soojin! Keadaan kami sama, tapi lihat sekarang, ayahnya datang dan mendukungnya! Kenapa ayahku tidak pernah datang?! Aku pernah menang Unpretty Rapstar! Tapi dia sama sekali tidak tertarik, sama sekali tidak bangga. Augh! Apa juga yang bisa aku harapkan dari tukang selingkuh itu?! Ya! Jiyongie, ayo pesan sesuatu yang keras?"

"Apa?"

"Sesuatu seperti vodka, whiskey, yang biasanya kau minum dengan teman-teman di agensimu. Jangan hanya bir, hm? Ya? Ya?"

"Kau tidak akan menghubungi Simon hyung?"

"Besok saja, sekalian bertengkar," tenang Lisa. "Bayangkan kalau aku menghubunginya sekarang dan harus menjelaskan semuanya. Dari statusku sampai hubunganku dengan ayahku, itu sulit untukku, mengulang cerita yang sama berkali-kali. Besok saja setelah aku punya beberapa alasan seperti sakit atau mati suri, atau diculik alien, atau masuk ke universe lain seperti Spiderman. Akan ku pijat kakimu, tapi cepat dapatkan minumannya," bujuk Lisa, membuat Jiyong langsung merogoh sakunya kemudian menelepon managernya. Ia minta managernya untuk mengambilkan beberapa minuman keras dari rumahnya.

Sembari menunggu pesanannya datang, Jiyong melangkah ke lemari es. Ia buka lemari dengan empat pintu itu kemudian menggelengkan kepalanya. "Setelah Jinbeom pergi dari sini dan punya rumah sendiri, Toto jadi menyedihkan."

"Toto? Toil?"

"Hm... Ibunya memanggilnya begitu, Toto."

"Sudah lama tidak mendengarnya. Toto," kekeh Lisa, masih berbaring di sofa. "Karena Toil masih syuting, Simon oppa tidak akan tahu aku di sini, kan? Aku tidak pulang karena ku pikir dia akan mencariku di rumah. Tadi aku tidak bisa menahannya. Aku menangis dan langsung menelepon Toil. Tapi berengsek itu justru tertawa, Toto jahat. Oh es krim? Ada es krim di sini?" tanya Lisa, menerima sekotak es krim cokelat dari Jiyong.

Jiyong mengatakan kalau hanya ada es krim dan bir di lemari es Toil. Tidak ada yang lainnya, kecuali sebelas kotak es krim aneka rasa. Senang mendapat es krimnya, gadis itu mulai menyendok es krim cokelat dari kotaknya, sementara Jiyong duduk di karpet sembari melakukan hal yang sama. Keduanya harus bekerja keras untuk menyendok es krim di tangan masing-masing.

"Tablo hyung bilang scoop es krim biasanya di rendam air panas agar mudah mengambil es krimnya," komentar Jiyong, sedang Lisa terkejut karena ia tidak sengaja melempar sendoknya saat mencoba menyendok es krim di tangannya. Sendok itu terlempar sampai ke dekat jendela karena Lisa terlalu memaksakan kekuatannya di sendok dan es krim bekunya. "Kenapa es krimnya seperti batu begini? Harus kita rebus sendoknya?" tanya Jiyong, setelah ia sama terkejutnya dengan Lisa karena sendok yang terbang membentur jendela. Untungnya jendela itu tidak pecah.

"Bagaimana caranya memegang sendok rebus?" komentar Lisa. "Masukan es krimnya ke microwave saja, 30 detik sepertinya cukup?"

"Kalau melelehnya terlalu parah, kita masukan lagi ke freezer, ganti dengan es krim lainnya? Masih ada banyak di freezer."

"Setuju," angguk Lisa, mendahului Jiyong untuk pergi ke dapur, memasukan es krimnya juga milik Jiyong ke dalam microwave. Ia atur suhunya kemudian waktu kerja pemanas itu. Sembari membungkuk di depan pintu microwave-nya, ia perhatikan piringan kaca di dalam sana sedang membuat es krimnya.  berputar-putar. "Jiyongie, bantu aku mencari alasan untuk Simon oppa besok," pinta Lisa masih sembari menunggui es krimnya.

"Katakan saja kau mengantarku ke rumah sakit karena kakiku. Handphonemu mati dan kau harus menungguiku di rumah sakit. Tidak ada charger atau kabel USB jadi kau tidak bisa mengisi baterai handphonemu. Kau juga tidak bisa membuka handphoneku atau meneleponnya dengan telepon lain karena tidak hafal nomor teleponnya."

"Kau sering berbohong ya?"

"Aku berteman dengan Toto sepanjang hidupku. Tapi sebenarnya Jisoo yang lebih pintar berbohong tanpa benar-benar berbohong."

"Jisoo ahlinya."

Lisa kemudian membawa es krim mereka ke depan Jiyong. Hampir tidak ada perubahan setelah menunggu selama tiga puluh detik. Ia tunjukan es krim di tangannya pada Jiyong dan mereka terkekeh. Percobaan pertama gagal dan mereka memilih untuk menyerah. Lisa kembalikan dua kotak es krim itu ke freezer kemudian berbaring di atas karpet di sebelah kaki Jiyong. Kepalanya ada di sebelah kaki Jiyong namun ia langsung memukul kaki Jiyong agar menjauhi kepalanya. "Busuk! Cuci kakimu sialan!" omel Lisa.

"Tidak!" protes Jiyong, mencium kakinya sendiri. Kakinya tidak seburuk yang Lisa katakan.

"Tapi kau belum mencuci kakimu! Cuci kakimu!"

"Kau juga belum!"

"Cucikan kakiku sekalian! Potong saja, potong kakiku!" balas Lisa membuat Jiyong berdecak sebal kemudian dengan sengaja menekan ibu jari kakinya ke pipi Lisa. Ia buat Lisa menjerit, mengumpat, melompat dan marah.

Saling pukul, saling memaki, saling tendang sampai mencekik. Bercanda, tertawa, marah, saling menyerang seperti pertengkaran murid-murid di taman kanak-kanak. Namun tawa terdengar di sela keluhannya, tawa ringan yang menyenangkan ada di sela jeritan kesal yang terdengar. Mereka bersenang-senang sampai minuman keras yang Lisa idamkan datang dan menambah keseruannya. Mereka hanya berdua di sana, namun rumah itu ramai seolah-olah ada dua belas anak sekolah dasar yang bermain di sana.

***

Making Songs Is EasyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora