Part 7

20.8K 963 17
                                    

Dengan perasaan bersalah, Bian menghampiri kakaknya itu "kakak... kau menyambutku..." ujar Bian mengalihkan keadaan, Chyntia hanya mengangguk sambil menghelanya "Wajahmu pucat sekali..."

Bian mengangguk pelan "Ya, sepertinya karena cuaca yang berbeda disana"

"Kita pulang, disitu taksi kita..." ujar Chyntia dengan wajah yang masih belum bisa terbaca. Bahkan Chyntia tidak menatap Rafael sedikitpun. Rafael menelan ludah melihatnya seperti itu, sepertinya gadis itu mulai menebak-nebak apa yang baru saja terjadi. Tapi Rafael hanya merangkul adiknya yang begitu lemas. Mengapa Rafael ingin menjelaskan sesuatu pada Chyntia ?

"Tuan Rafael, saya... pulang dulu..." ucap Bianca dengan terbata. Chyntia tetap diam tanpa mengatakan apa-apa. Rafael hanya mengangguk tanpa menjawab. Matanya tetap memandang kearah Chyntia yang tidak bergeming itu.

**

Hari sudah gelap saat Bian membuka matanya, AC kamarnya sudah terasa nyaman. Sangat berbeda saat ia baru pulang tadi, semua ruangan terasa sangat dingin. Chyntia sudah memberinya obat demam dan sekarang tubuhnya sudah lebih baik. Lalu Chyntia menghampirinya "Kau sudah sehat ?" tanya Chyntia dengan nada perhatiannya. Bian mengangguk pelan.

"Kakak mau pergi bekerja ?" tanya Bian, Chyntia mengangguk sambil tersenyum "Seperti biasa, aku akan bekerja... kau bisa jaga diri ?"

"bisa, aku baik-baik saja" lalu Bian tersenyum, membuat kakaknya menghela nafas lega melihatnya "Karena kau sakit, aku sudah memasak untukmu"

"Terima kasih, kak..."

"Biasanya kau membuatkanku makan pagi tapi aku tidak pernah mengucapkan terima kasih" lalu Chyntia tertawa kecil, Bian juga tertawa "Ya sudah, aku berangkat dulu... ingat, minum obat demammu sebelum tidur" ujar Chyntia lagi.

Bian mengangguk pelan dan kakaknya itu sudah pergi.

**

Rafael tahu dirinya bodoh. Bahkan sangat bodoh! Hingga ia berani-beraninya menghubungi Chyntia dan mengajaknya bertemu untuk menjelaskan sesuatu. Gadis itu datang masih dengan wajah tanpa ekspresinya, tidak seperti biasanya Chyntia yang terlalu agresif itu tidak menggodanya.

"Aku hanya membantu Bianca berjalan, karena... tubuhnya panas selama di pesawat..." ujar Rafael membuka pembicaraan.

Mereka sedang berada didalam mobil Rafael yang terparkir di parkiran direksi kantor, sudah hampir pukul tujuh dan inilah letak kebodohan Rafael. Ia melupakan bahwa ini masih awal bulan dan masih ada beberapa karyawan yang lembur bekerja.

"Aku tahu, untuk apa menjelaskan ?" desis Chyntia, masih dengan wajah yang begitu datar. Rafael menatapnya "Aku hanya tidak ingin kau berpikir macam-macam tentang kami"

"Tidak ingin aku cemburu ?" tanya Chyntia, senyumnya mulai mengembang merasakan bila kemungkinan itu benar. Rafael menggeleng pelan "Hanya melindungi Bianca..."

Chyntia terpaku, terlalu kaget namun berusaha menutupi gurat kecewa pada wajahnya "Oh, rupanya kau tertarik pada adikku eh ?"

"Aku tidak mengatakan seperti itu. dia karyawanku dan sudah wajib aku melindunginya bukan ?" ujar Rafael sedikit menaikan nada bicaranya.

"Oh ya, kau atasan adikku yang berhak membawanya tanpa permisi keluar negri. Kuharap kau menjaga kehormatannya selama disana"

"Tentu saja, tidak ada yang kami lakukan. Kami rapat disana!" ujar Rafael lagi. Tiba-tiba gadis itu sudah menggenggam tangannya dan mendekat "Jangan pikirkan, aku percaya padamu" bisik Chyntia pelan. Hembusan nafasnya seolah mengaktifkan saraf-saraf Rafael dan pria itu mendadak merasakan panas pada wajahnya.

LOVE FOR MY LOVEWhere stories live. Discover now