five : 22

3 2 0
                                    

i did it.

setahun hidup telah berjalan. wisuda calum, usaha gue mati-matian nyusun skripsi, sampai yudisium gue dan luke secara bersamaan dua hari lalu.

gue masih belum menyangka gue berhasil melewati kerasnya hidup yang selalu hampir membuat gue menyerah. tetapi adanya keluarga, rorry, luke, juga calum yang selalu menyemangati gue adalah hal terindah yang selalu gue syukuri. gue tersadar bahwa gue masih dikelilingi orang-orang baik.

gelar S.S. setelah menjadi sarjana sastra inggris adalah hal yang sangat gue damba-dambakan. tetapi itu aja enggak cukup. beberapa bulan yang lalu setelah sempro, gue dan luke bersamaan untuk mendaftar beasiswa lpdp ke salah satu universitas ternama di australia, university of queensland. segala essay, juga interview yang luar biasa menakjubkannya sudah gue lewati. luke bilang pengumuman kelulusan akan dilaksanakan malam hari ini, pukul 10 malam waktu indonesia bagian barat.

dan hal itulah yang berhasil membuat gue uring-uringan sejak pagi—mengunci diri di kamar tidak melakukan apapun.

gue benci menyembunyikan sesuatu, walaupun itu demi kebaikan. gue benci menyembunyikan fakta bahwa gue telah mendaftar beasiswa kuliah s2 di luar negeri tanpa sepengetahuan calum.

perihal calum...

banyak hal yang enggak bisa gue ungkapkan dengan kata-kata. kita masih menjadi kita. dua insan yang selalu support, saling bertukar kabar, dan sering menghabiskan waktu bersama.

awalnya gue ragu akan keputusan gue, tetapi gue minta hubungan ini tidak dilandaskan apa-apa—lebih tepatnya, hts-an atau hubungan tanpa status.

katakan gue gila, tidak masuk akal, you name it. orang-orang disekitar gue juga berpendapat seperti itu. tetapi setelah berpikir matang, gue tetap menjalankan hubungan dengan calum tanpa status apapun. awalnya ia menolak dan tentu aja enggak terima. take it or leave it, katanya waktu itu. tetapi lama-kelamaan ia luluh, dan setuju dengan gue. ia mencoba paham akan diri gue yang 'baru' dengan segala kemandiriannya yang sulit untuk bergantung kepada orang lain. calum yakin, bahwa it'll worth the wait. dan gue juga selalu memastikan ke dia, bahwa apapun yang terjadi, perasaan gue ke dia enggak akan pernah berubah. i love him and i will always do.

sekarang calum sudah berumur 26 tahun. umur yang sudah sangat matang untuk mulai berumah tangga. gue sempat berkata ke calum, "kalau kamu mau pilih perempuan yang lebih jelas dari aku juga aku gakpapa, cal." tapi dia selalu tersenyum, dan menggeleng. lantas menciumi keningku penuh kasih sayang setelahnya. pekerjaan tetapnya menjadi atlet bola sekaligus kepala sekolah sementara di salah satu sekolah olahraga membuatnya berkembang menjadi sosok yang luar biasa bijaknya. gue kagum. enggak ada satu alasan pun yang membuat gue tidak mengagumi calum.

"louella! gue masuk ya?"

gue mendengar suara rorry dari luar kamar. there she is. gue sengaja mengundangnya untuk datang ke rumah gue—sama-sama menunggu email dari australia akan ajuan beasiswa gue. sekarang sudah pukul 9 malam, mungkin sebentar lagi luke juga akan menyusul.

"masuk aja!"

tak lama setelahnya muncul sosok wanita berambut coklat tua dengan satu plastik penuh yang berisikan minuman soda dan snack ringan. ia meletakkannya di dasar lantai sebelum menghempaskan badannya ke atas kasur.

"lo deg-degan gak?"

"banget." jawab gue penuh kepastian. "gue pengen banget keterima, ry. tapi kalau kehendak berkata lain...ya gue harus percaya itu hal terbaik untuk gue."

"masih ada kampus-kampus terbaik lainnya kok, di indonesia. gue yakin juga mereka gak segan-segan untuk nerima lo." sahut rorry enteng. "lagian ya, lou. lo itu masih muda banget, masih banyak hal yang bisa lo explore."

want you back // cthWhere stories live. Discover now