eight : brisbane and new life

2 1 0
                                    

"mama udah makan?"

"udah, kebetulan tadi makan diluar sama papa kamu. kamu udah 'kan?"

"udah kok ma. selesai kelas tadi louella diajakin nongki-nongki gitu sama luke." gue melirik ke arah luke yang nyengir ke gue. "iya 'kan, luk?"

"IYA TANTE!" jawab luke penuh semangat.

mendengar itu, mama hanya terkekeh seraya menggelengkan kepalanya.

gue baru tahu rasanya jauh dari rumah. bukan karena gue nginep di rumah rorry, atau roadtrip bareng luke-rorry, apalagi staycation bareng sahabat-sahabat gue.

kali ini benar-benar jauh. jauh banget...

gue kangen masakan mama. gue kangen celotehan mama kalo gue bangun kesiangan. apalagi papa yang selalu mengomentari genre musik kesukaan gue yang katanya norak banget. gue kangen rumah.

ini adalah bulan keempat gue berada di negeri orang.

kebetulan flat gue dan luke hanya berbeda dua lantai, sehingga gue sering mampir untuk sekadar main atau sebaliknya. pokoknya luke tetap jadi bestie gue banget meskipun dia udah tunangan dengan rorry.

"lou, soal calum...mama cuma mau nyampein. hari ini dia dateng ke rumah lagi, mohon ke mama untuk bujuk kamu supaya mau terima kabar dari dia.."

gue menelan ludah kasar.

gue bodoh? iya.

gue bodoh banget.

gue bodoh karena uda blokir seluruh akses sosial media gue dengan calum. baik itu instagram, whatsapp, twitter, tiktok, bahkan sampai ke nomor pribadi. gue bahkan mengganti seluruh sosial media gue menjadi yang baru, yang hanya diketahui oleh orang-orang terdekat. gue benar-benar memutuskan untuk menyingkirkan calum dari hidup gue.

silahkan bilang gue iblis karena gue sadar gue bahkan lebih buruk dari itu.

gue rasa ini adalah cara terbaik untuk membuat calum mengerti bahwa bahagianya bukan gue. bahwa penantian dia akan sia-sia nantinya. gue enggak mau dia nungguin gue lama-lama yang dimana gue sendiri belum tahu apa yang terjadi kedepannya.

he will turn twenty seven this year.

bahkan gue inget banget birthday wishes yang ia ucapkan di umurnya yang ke 25 tahun. "aku pengen tahun depan berumah tangga bareng orang yang aku sayang, dan enggak pengen lama-lama menikah."

dan bayangkan. gimana dengan mimpinya itu ketika ia harus sibuk menunggu gue bertahun-tahun lagi? apa gue tega merebut keinginannya? enggak.

sampai gue sadar bahwa level tertinggi mencintai adalah mengikhlaskan. dan gue sudah memutuskan, walaupun secara terpaksa, untuk melepaskan calum dan membiarkannya hidup tanpa gue dimana ia bisa mencari wanita lain yang lebih pantas untuknya.

"mama uda jelasin ke dia 'kan, kalo louella kukuh enggak mau dia nungguin louella yang enggak pasti?"

mama tampak menghela nafas berat. "dia tetap enggak mau denger, lou. dia sayang banget sama kamu."

"ma, ini demi kebaikan calum ju—"

"mama ngerti, nak. tapi kenapa kamu enggak mencoba dulu?"

"mencoba apa, ma?" sanggah gue. "semakin lou mencoba, semakin calum terperangkap di lingkaran louella. calum itu cowok baik banget, ma. dia pantas dapet yang lebih baik. louella sadar kok kalo lou itu egois banget, ninggalin calum begitu aja. tapi percaya sama lou, ma. lama-lama juga calum bakal ngerti."

"kamu yakin banget sama keputusan kamu?" tanya mama yang gue balas dengan anggukan. "masih ada waktu sebelum kamu kehilangan semuanya."

want you back // cthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang