7a. PEMAKAMAN

316 56 7
                                    

Rumah sederhana berpagar bambu berpekarangan luas di kota Solo ramai oleh pelayat. Bendera merah terpajang di bilah bambu. Bangku-bangku plastik dibariskan di hamparan tanah yang tidak ditumbuhi tanaman apa pun. Kabar berpulangnya Serka Imam mengejutkan semua pihak.

Ayahanda Serka Imam pingsan saat diberi tahu. Pada usia 50, Herbowo aktif mengolah sawah dan menggembalakan kerbau. Dia sempat berharap Imam kecil bersama kakak-kakaknya mewarisi tanah leluhur untuk digarap. Meski berat memberi restu ketika Imam meminta izin masuk TNI, ayahanda pada akhirnya memberikan. Namun apa yang terjadi? Putra bungsu kebanggaannya justru pulang nama.

Sang ayahanda bercucuran air mata memeluk foto masa kecil Serka Imam. Diterimanya Serka Imam sebagai prajurit pada sepuluh tahun lalu disambut meriah oleh warga di sekitar perumahan. Meskipun jarang pulang, orang tua dan kakak-kakak Serka Imam tetap bangga. Mereka sadar risiko mengabdikan diri pada negara adalah kematian. Risiko itu meningkat setelah Serka Imam bergabung dengan Kopassus.

Ibunda Serka Imam meraung histeris ketika ditelepon atasan putranya. Demikian pula kakak-kakaknya. Adik termuda justru dipanggil lebih dulu. Mereka tahu Serka Imam melerai perkelahian yang justru berakibat perutnya tertusuk. Serka Imam melarang orang tuanya menjenguk dengan alasan dia berada di ruang ICU. Melalui telepon, mereka sempat bercanda tawa sebab kondisi Serka Imam di rumah sakit telah pulih. Lalu, kenapa bisa ada kabar duka?

Sirene mobil jenazah terdengar di kejauhan. Semakin lama semakin dekat sampai akhirnya tiba di depan rumah Keluarga Herbowo. Sore itu hujan turun rintik, pertanda alam ikut menangis. Karangan bunga dari berbagai kalangan tersiram air. Pemuda setempat sibuk menggesernya agar mobil jenazah dapat masuk.

Fajrina yang duduk di teras menghambur mendekati mobil. Hijab biru mudanya berangsur menggelap saat tertimpa tetesan air. Tangisnya pecah begitu pintu belakang mobil dibuka. Peti berisi jenazah dikeluarkan.

Leander beserta kawan-kawan ikut masuk, menyalami orang tua almarhum Serka Imam.

Para pelayat dihadapkan pada foto masa kecil almarhum Serka Imam yang terpajang di ruang tamu Keluarga Herbowo. Sebagai seorang anak, Serka Imam kecil rajin mengikuti berbagai lomba. Fotonya menggenggam piala dan berkalung medali menghiasi dinding dan meja kabinet. Setiap orang yang mengenalnya akan sependapat masa depan cerah menunggu Serka Imam. Kenyataan yang justru menambah sesak.

"Kenapa jadi begini, Le?" tanya ayahanda Serka Imam memeluk Leander.

Fajrina menyekakan ujung hijab untuk mengeringkan air matanya. Leander mengangguk samar. Gadis itu hanya mengatupkan tangan ketika Leander mengajak bersalaman. Wajahnya sembap. Impian bergandengan tangan dengan tentara gagah dalam balutan seragam menuju pelaminan, menjalani prosesi jajar kehormatan saat menikah, kandas sudah.

"Apa kata dokter?" tanya Leander pelan.

"In-infeksi perut. Mas Imam panas, kejang, lalu...." Fajrina sesenggukan lagi.

Jenazah almarhum Serka Imam yang telah dimandikan, dibawa ke masjid untuk disalatkan. Kawan-kawannya yang beragama Islam dari kesatuan menundukkan kepala. Leander berjaga di luar pagar masjid. Gamang dengan tatapan nanar mendengarkan doa dirapal dari dalam masjid.

Pihak keluarga menyerahkan peti kepada kesatuan untuk dilakukan upacara secara militer. Peti berselimut bendera merah putih itu dibawa keluar. Leander berada di barisan ikut memanggul peti. Barisan tentara mengapit di kanan kiri.

"Kepada jenazah, hormat senjata, gerak!"

Lagu Gugur Bunga instrumental diputar. Kepala-kepala tertunduk haru. Ketika peti jenazah yang dipanggul para junior almarhum Serka Imam melintas, personel Angkatan Darat yang berada di sana menghormat.

Tentara berdiri berhadapan dengan senapan teracung. Tembakan salvo mengiringi upacara pemakaman saat peti diturunkan ke liang lahat. Tak urung setitik air mata Leander menetes ketika tanda penghormatan terakhir prajurit itu membahana di udara.

Leander ingat ejekan pelatihnya ketika sedikit saja terdengar rengekan personel yang tidak tahan terhadap latihan. Emosi dalam bentuk apa pun harus diredam. Tentara tidak boleh cengeng. Namun, bolehkah dia meluapkan perasaan sehari ini saja?

🔫🔫🔫

The J8Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang