|SUI 72| Firasat

310 41 4
                                    

Ketika kamu ikhlas untuk menerima semua takdir dan rasa kecewa yang ada, maka kamu akan diberikan rasa bahagia di kemudian harinya.

"Lo gak capek apa? Dari tadi beli baju bayi random banget, semua warna lo ambil," tanya Risa yang seolah sudah pusing dengan aksi Inayah yang seperti emak-emak. Dia tampak mengambil baju bayi asal, tak peduli harga atau warna, yang jelas pas untuk anaknya nanti.

Harusnya mereka sudah sampai rumah, tapi keinginan Inayah merubah niatnya. Tak mungkin ia membiarkan bumil untuk berbelanja sendiri di mall yang ramai. Apa lagi, belanjaan yang di beli oleh Inayah ini begitu banyak. Bukan hanya perlengkapan baju saja, tapi yang lainnya juga. Mending jika Inayah mau membawa sendiri, masalahnya tangan dirinya yang sudah pegal ini enggan untuk menerima tawaran Inayah lagi.

"Nay, ayo pulang. Atau setidaknya kita makan dulu, dan taruh belanjaan di mobil gue. Lo gak kasihan sama gue? Liat tangan gue," pinta Risa pada Inayah yang kemudian menolehkan kepalanya.

"Kenapa tangan lo? Masih ada dua kok," balas Inayah membuat Risa mengerucutkan bibirnya.

"Nay, Lo mau gue pingsan di sini? Mau gue gak bisa jalan lagi? Gue lapar, Nay. Ayo lah, makan dulu. Kali ini aja kita makan dulu."

"Iya-iya."

Negosiasi panjang yang terjadi serta bujukan dari Risa membuat Inayah yang merasa kasihan segera keluar dan membayar belanjaan milik dirinya. Mereka kemudian keluar dengan tangan Risa yang banyak memegang banyak barang, sementara Inayah tak terlalu banyak untuk membawa barang. Tempat makan yang menjadi incaran mereka berdua adalah bakso. Yah, mereka berdua yang sangat suka dengan bakso membuat mereka memilih tempat itu untuk mengisi perut mereka. Inayah kemudian duduk di salah satu bangku pojok, sementara Risa ikut antri untuk memesan makanan di sana. Hanya butuh waktu beberapa menit saja, Risa membawa dua cup bakso kesukaan mereka di atas meja.

"Nih, di makan ya. Kalau lo gak mau, bisa kasih gue aja," ucap Risa sembari memberi bakso pedas pada Inayah yang sangat suka sekali dengan rasanya.

"Enak aja lo. Gue suka kali," balas Inayah segera meraih bakso itu dan memakannya. Mereka berdua tampak kalap, entah karena lapar atau tidak, yang jelas mereka berdua sampai menambah satu porsi lagi yang kemudian di makan secara bersama-sama. Setelah selesai makan, mereka tak langsung pulang. Inayah sibuk melihat beberapa baju yang ia tunjukkan pada Risa yang tentu saja senang.

"Eh, kenapa lo ambil setelan baju yang ada kerudungnya?" tanya Risa secara tiba-tiba, ketika Inayah tak sengaja menunjukkan sebuah baju gamis kecil untuk balita.

"Oh, ini?"

"Iya, emang bayi bisa pakai, ya?" tanya Risa yang kurang paham dengan hal yang begitu.

Inayah kemudian tersenyum. Ia mengelus baju itu dengan lembut. Matanya berkaca-kaca di hadapan Risa yang terus menatap sahabatnya. "Setidaknya anak gue jadi lebih baik dari mamanya. Gue mau anak gue dekat sama Allah. Gue mau anak gue pakai hijab, yang sampai sekarang belum bisa gue pakai. Gue mau dia jadi muslimah yang sesungguhnya."

Risa yang mendengar itu tampak terkejut. Inayah sungguh luar biasa. Calon ibu yang sempurna yang sudah memikirkan calon bayinya. Bahkan sampai baju pun ia persiapkan semuanya. Tak akan ia sangka, bahwa Inayah yang dulunya sebagai tempat dosa, kini berubah menjadi calon ibu sederhana dan istri Sholehah. Apakah pernikahan akan terus seperti ini? Merubah salah satu dari mereka menjadi lebih baik atau sebaliknya. Jika iya, maka ia ingin dipertemukan oleh pria yang baik pula seperti Ardana. Semoga saja ia bisa mendapatkan calon suami yang bisa menjaga dirinya dan menuntut dirinya menjadi lebih baik ke depannya. Ia harap itu akan terjadi pada dirinya, entah kapan waktunya tiba, yang jelas ia sangat mengharapkan nya.

"Kalau gue gak ada nanti, jaga anak gue ya," ujar Inayah tiba-tiba membuat Risa yang sedang melamun segera membuka matanya lebar-lebar.

"Apa?!"

"Jaga anak gue."

"Emang lo mau ke mana? Jangan aneh-aneh deh. Lo pasti bisa jaga dia. Lo pasti bisa melahirkan dengan normal dan selamat. Percaya sama gue."

Inayah yang mendengar itu pun tertawa lepas. Lucu sekali jawaban Risa untuk dirinya. Padahal saat ini ia hanya bercanda saja. Ia akan menjadi ibu terbaik untuk calon anaknya, akan ia pastikan bahwa itu terjadi pada dirinya. Ia ingin menjaga anaknya, menyayangi anaknya, dan memberikan cinta kasih untuk anak tercintanya.

"Gue becanda anjir," balas Inayah tertawa lepas. Apa lagi ketika tatapan Risa terkejut karena dirinya.

"Anjir. Meninggal jadi becandaan."

Inayah pun hanya tertawa saja. Namun, ketika kepalanya menoleh ke arah kanan, tepat ketika seorang pria masuk ke dalam tempat bakso yang sama, mata Inayah langsung memerah. Tatapan dirinya tak bisa lepas begitu saja, ketika tangan seorang wanita dengan tega dan tak punya hati merangkul lembut bahu pria yang tak lain adalah suaminya. Bahkan, sampai sekarang, Ardana belum menyadari dirinya, karena posisi Ardana yang membelakangi dirinya membuat Ardana tak bisa melihat keberadaan dirinya.

"Nay, lo ----" Ketika Risa ikut menolehkan kepalanya, ia seolah tak bisa berkata-kata. Ingin rasanya ia mencaci maki Ardana sekarang juga. "OMG! Serius itu suami lo?!'

Inayah pun memalingkan wajahnya. Ia mencoba untuk tersenyum saja. "Iya, itu Gina sahabatnya. Lo masih ingat wanita yang datang di hari pengajian itu."

"Iya, ingat banget malah. Lo gak bisa diam aja dong, Nay. Kita harus gasak tuh pelakor," ucap Risa menggebu-gebu. Jujur saja mengingat kata-kata Gina yang mengatakan ingin membunuh sahabatnya membuat ia semakin kesal ketika melihatnya. Risa kemudian ingin berdiri dan menghampiri Gina dan Ardana, namun segera di tahan oleh Inayah yang seolah tak akan membiarkan itu terjadi.

"Jangan. Kalau lo ke sana, gue yang akan kena dampaknya. Gue harus bisa jaga nama baik suami gue. Ini tempat ramainya, turunin ego untuk menjaga nama baik suami."

"Apa, sih, Nay! Lo mau diam aja?" tanya Risa sedikit kesal.

"Udah. Ayo kita pulang. Gak penting menghakimi mereka. Ardana suami gue, Gina sahabatnya. Apa lagi yang harus di permasalahkan?" tanya Inayah sembari bersiap-siap membawa belanjaan bayi sebelum Ardana melihat dirinya ada di sini.

"Terserah deh."

Risa pergi keluar lebih dahulu, sementara untuk memastikan kembali, ia sempat menoleh dan melihat bagaimana Gina melihat dirinya dengan tatapan merah. Sungguh, ia mencoba untuk tak sakit hati, walau rasanya ada banyak duri yang menancap di hati. Baginya percaya pada Ardana yang tak lain adalah suaminya lebih penting dari segalanya. Setelah melihatnya, Inayah pun hanya membalas dengan senyuman dan keluar.

#TBC
Gimana part kali ini guys?

Yuk lah spam komen biar semangat 😍😁

Jangan lupa untuk follow me:
Instagram: Shtysetyongrm

FOLLOW AKUN WP INI 😍

Sajadah Untuk Inayah Where stories live. Discover now