8 - Permintaan Rei

15 2 0
                                    

Di depan lift hotel tempat Jerino bekerja, terlihat Hana terus melambai dengan seulas senyum di wajahnya. "Selamat istirahat semuanya, sampai ketemu besok", itu kata-kata yang terus keluar dari mulutnya.

Mata Hana nampak kelelahan menatap para tamunya yang memasuki lift. Baru saat pintu lift tertutup, senyuman itu langsung memudar. Seolah tak ada keikhlasan dari senyuman tadi. Hana kelelahan. Bahkan sebelum ia menggerutu, caranya berjalan terlihat seperti ia baru saja dipukuli oleh para yakuza yang sempat dilihatnya di jalan menuju hotel tadi.

Tangan Hana mengepal dan mencoba memukul-mukul bahunya sendiri. Setelah merasa lelah memberi pijatan pada bahunya, kini Hana membiarkan tangannya terkulai lemas mengikuti langkahnya yang gontai. Kakinya masih terasa nyeri tapi Hana berusaha menyembunyikan dari caranya berjalan. Kelopak matanya juga sudah tidak bisa lagi menahan kantuk. Hal pertama yang muncul dalam benak Hana saat ini adalah kasur hangat miliknya. Betapa ia sangat sangat merindukan tempat itu.

Suara ponselnya berdenting. Di lobi hotel yang luas, beberapa tamu dan karyawan hotel berlalu-lalang di sekitar Hana. Ia merogoh saku jaket dan mengambilnya. Sebuah pesan masuk. Nama kontak itu adalah Pilot Tampan.

Aku menunggu di kafe Blue Sky di Shinjuku.

Pesan singkat itu membelalakkan mata Hana yang tadinya terkulai lemas. Hana lupa! Ia sudah berjanji akan menemui pria itu pukul sembilan. Butuh waktu sekitar setengah jam dari hotel menuju ke Shinjuku dan sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 20:35. Hana tak lagi berpikir panjang dan segera melesat menuju ke halte bis. Tenaganya yang tadi sudah terkuras seketika meningkat kembali karena jika tidak pilot ketus itu bisa kesal padanya.

Tiga puluh menit kemudian, Hana sudah berada di depan Kafe Blue Sky.

Sudah terlambat lima menit, batin Hana.

Dalam hati Hana berdoa semoga sang pilot tak marah padanya. Seorang pilot mungkin memiliki waktu terbatas untuk bertemu orang-orang kan? Bukankah waktu mereka sangat berharga? Dan kini Hana telah menyia-nyiakan lima menit waktu sang pilot.

Hana menekan pintu kaca kafe dan secara otomatis terbuka. Ia mencari-cari pria yang mengajaknya bertemu. Wajah lusuh Hana berkerut mencoba mengingat-ingat wajah pria yang ditabraknya semalam. Apakah ia berpotongan rambut cepak? Matanya sipit atau bulat sempurna ya? Gambar wajah di benak Hana terus berubah-ubah. Pikirannya yang sudah amburadul tidak lagi bisa mengingat jelas wajah pria itu. Selain itu bukan hanya karena pikiran Hana yang semerawut, Hana memang tak melupakan fakta bahwa ia begitu mudah melupakan wajah seseorang. Apalagi mereka baru bertemu sekali tanpa sengaja.

Sampai akhirnya, Hana mendapati seorang pria berdiri dan melambaikan tangan padanya. Satu tangan lain pria itu ia jejalkan pada saku celana jeansnya yang membuat Hana berpikir pria ini memang sangat keren. Berbeda dari seragamnya semalam, kini si pilot menggunakan pakaian kasual. Jaket berwarna army terlihat sangat cocok di tubuh proposionalnya. Meski tak tersenyum pada Hana, Hana tetap menyunggingkan senyuman terbaiknya saat berjalan menghampiri pria itu.

Pasti wajahku sangat-sangat lusuh saat ini, batin Hana.

Hana tau bekerja seharian sampai malam hari tidak memberinya wajah mengkilap bak bintang iklan produk kosmetik. Lalu bertemu seorang pria dengan wajah lusuh? Mungkin jika yang ditemuinya adalah Jerino, tentu tak masalah. Jerino tak akan kaget atau bahkan menyinggung wajah berminyak Hana. Malah Jerino akan tetap memuji wajah Hana tanpa riasan apa pun. Bukan, bukan karena Hana malu terlihat lusuh di depan si pilot. Hanya saja, sedikit tidak sopan bukan menemui orang penting dengan wajah berminyak dan bau badan yang aneh?

"Jadi, apa kau sudah makan?", si pilot membuka suara.

Hana tersenyum kaku. Alisnya seketika terangkat kebingungan dengan kalimat pertama yang diucapkan pria itu.

See You Again, TokyoHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin