28 - Dunia yang Runtuh

8 1 0
                                    

Langkah kaki ringan Rei terus bergerak ke kanan dan ke kiri di tengah ruang duduk di samping sofa. Sementara tangan kanannya tidak berhenti menempelkan ponsel ke telinga lalu menurunkannya sambil melihat layar, begitu seterusnya. Raut wajahnya begitu cemas. Rei menunggu seseorang untuk segera berbicara dari seberang sana dan setidaknya bisa menghilangkan sedikit kegelisahannya.

“Ayolah Yuki, angkat teleponku”, Rei gelisah.

Suara pintu terbuka dan kembali menutup membuyarkan sedikit konsentrasinya pada nada dering telepon. Rei menengok menuju koridor ke pintu keluar. Otsuka datang, pria berbadan jangkung dan bidang itu masuk tanpa pemberitahuan. Rei segera menurunkan teleponnya dan meletakkan di atas meja. Sementara tubuhnya segera ia hempaskan ke sofa dan duduk sambil memegang kepala dengan kedua tangan.

“Kau baik-baik saja?”, tanya Otsuka saat melepas jaketnya.

“Seperti yang kau lihat, aku benar-benar mengacaukannya”, berbisik.

“Tenanglah kawan, semua akan baik-baik saja”, Otsuka menepuk pundak Rei.

Rei berdiri. Langkah kakinya gontai, tapi ia masih berusaha untuk menyuguhkan sesuatu untuk Otsuka. Mungkin, Otsuka adalah orang yang menyebalkan. Tapi, saat Rei berada dalam situasi yang sulit ia selalu ada untuknya. Seketika, selintas pikiran mengenai Hana terbesit dibenaknya. Lebih dari Otsuka, Rei berharap bisa bercerita pada Hana. Hana pasti bisa lebih menenangkannya.

“Kau mau minum sesuatu?”, Rei beranjak ke dapur.

“Tidak perlu Rei, duduklah”, Otsuka menggerakkan dagunya menunjuk sofa sembari ia juga ikut duduk.

“Baiklah”, Rei tidak membantah dan kembali duduk.

Tidak seharusnya Hana menjadi orang yang ingin Rei temui saat ini. Yuki adalah orang yang harus ia temui, atau setidaknya bisa ia hubungi saat ini. Keadaan karena Sakura sudah begitu rumit. Akan menjadi lebih rumit lagi jika Yuki tau Rei ingin bertemu dengan Hana sebelum ia berusaha untuk menemui dirinya. Hana sudah memperingati Rei sebelumnya. Sifat cemburu Yuki, benar-benar sulit dihadapi.

“Mengapa tidak coba mengirim pesan?”, sahut Otsuka.

Rei menghela napas. “Aku rasa itu ide yang buruk, jika telepon saja tidak diangkatnya tentu pesan akan lebih diabaikan”, Rei menggeleng.

“Setidaknya Yuki akan membacanya dari pada kau seolah diam saja saat ia memutuskan untuk tidak mengangkat telepon. Wanita suka saat seorang pria berusaha menggunakan banyak cara untuk mendapatkan perhatian mereka”.

“Apa yang harus kukatakan?”, Rei mengangkat bahu dengan kening mengernyit.

“Apa kau sudah memberitahunya tentang hadiah itu?”

Rei menggeleng. “Tidak ada waktu”,

“Coba beritahu dia tentang hal itu”, Otsuka mengangkat alis menimbang-nimbang.

Otsuka tau, sarannya adalah saran yang berbahaya dan bisa mengacaukan hubungan mereka. Tapi, Otsuka tidak tahan melihat kesalahpahaman ini terus berlangsung. Lagipula, Otsuka tidak sepenuhnya percaya dengan perkataan Sakura. Otsuka menyaranakan hal ini hanya untuk memastikan apakah semua perkataan Sakura tentang Hana adalah sebuah kebenaran.

  Otsuka terus menatap Rei yang tengah bergelut dengan ponselnya. Otsuka akan memberikan Rei waktu untuk berpikir. Cepat atau lambat semua kebenaran akan terungkap meskipun kenyataan akan terasa pahit untuk sebagian orang yang menerimanya.

#

Tidak ada hari libur saat natal. Begitu Hana turun dari taksi yang sedang menuju ke apartemennya, ia akan bersih-bersih, mengganti pakaian dan harus segera ke kantor memberikan laporan yang dikerjakannya selama perjalanan dari Osaka ke Tokyo. Setidaknya, perjalanan kali ini selesai dengan baik meskipun tidak sebaik pikiran dan hatinya yang terganggu dengan urusan Rei dan Yuki dan Jerino.

See You Again, TokyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang