24 - Confession

8 1 0
                                    

“Harus ya baca itu sekarang?”, Jerino sibuk mengunyah dan mengaduk-aduk spaghetti di depannya sambil melihat Hana tengah sibuk membolak-balikkan lembaran kertas dan membaca dari lembaran satu ke lembaran lain.

Mulut Hana berkomat-kamit melafalkan tulisan yang ada di kertas tanpa bersuara. Ia fokus. Begitu fokus sampai tidak menyadari bahwa Jerino berusaha keras memesan tempat di restoran dengan pemandangan terindah yang ada di Tokyo malam hari. Mata Jerino melirik pada gelas yang masih penuh dan piring yang sama sekali tidak disentuh Hana. Makan malam hari ini sangat, sangat dinantikan oleh Jerino. Ia sudah merencanakan semua ini sejak lima bulan yang lalu. Semuanya telah matang dalam pikirannya dan keberaniannya telah sepenuhnya mengisi rongga ketakutan dalam dada yang dulu selalu hadir. Kotak berisi cincin dalam jaketnya telah dipersiapkan untuk pengakuan cintanya yang bertahun-tahun disembunyikan itu.

“Aku harus nguasain jadwal dan informasi buat perjalanan tur mulai besok. Semuanya tuh berubah dan ada objek wisata baru yang bakal dikunjungi tapi aku sama sekali gak tau peraturan dan letak lokasi objeknya. Aku gak pernah survei ke sana sebelumnya terus tamunya mendadak ngubah jadwal buat ke tempat-tempat baru. Kok aku jadi ngerasa kurang professional banget sih”, Hana terlihat kacau dan kebingungan.

Tangan Jerino melepas garpu dan sendok yang sedari tadi dipegangnya. Perlahan, ia meraih lembaran kertas Hana. Jerino tidak ingin rencana malam ini gagal hanya oleh sebuah kertas-kertas pekerjaan di hadapannya ini. Hana hanya perlu memberinya waktu selama tiga puluh menit atau satu jam untuk membangun suasana dan melancarkan rencananya. Hanya untuk malam ini, Jerino memohon Hana untuk tidak memikirkan pekerjaan dan hal lainnya selain fokus padanya. Sebab itu, Jerino perlahan mengambil kertas dan menyimpan di samping kursinya. Tatapan Jerino lebih hangat saat kembali menatap Hana yang merasa benda penting miliknya baru saja dirampas.

“Kamu bisa baca ini kalau udah di rumah nanti, atau kamu bisa pelajari jadwal kalau kamu punya waktu istirahat selama tur. Gimana? Kamu tuh harus lebih tenang dan tangani semuanya pelan-pelan, gak usah buru-buru”, saran Jerino dengan suara lembut.

Hana mengembuskan napas. Hana menggenggam tangannya erat di atas meja. Ia menatap piring yang masih penuh dengan makanan yang sama sekali tidak disentuhnya. Benar, malam ini ia perlu menangkan pikirannya. Ia pasti bisa menghadapi situasi darurat ini. Ia bisa melewatinya dan mencari solusi seiring berjalan waktu. Satu per satu. Tidak perlu memikirkan semua solusinya malam ini. Malam pendek ini harusnya ia gunakan untuk beristirahat agar memulai hari esok lebih baik.

“Oke, kamu ada benarnya juga sih. Maafin aku”, Hana menatap Jerino dan meraih peralatan makan untuk mulai mengisi tubuhnya dengan sumber energi di hadapannya.

Pemandangan begitu indah. Tapi suasana hatinya tidak serupa. Berbeda seperti malam kemarin saat Hana bersama Rei. Pemandangan kemarin mungkin kalah indah dengan yang ada di hadapan Hana sekarang, tapi sayangnya tidak berhasil membuat Hana merasakan rasa nyaman yang sama.

“Kamu udah atur barang buat besok atau belum?”, tanya Jerino sambil mengunyah.

“Udah kok. Tapi kayaknya aku harus masukkin pakaian tambahan karena perjalanannya bakal lebih lama”, Hana mulai mengunyah.

“Itu berarti kamu pulang pas natal ya? Bukannya hari itu kamu harusnya libur?”.

“Harusnya gitu, Yuki juga udah janji mau kasih aku libur lima di liburan natal. Tapi mau gimana lagi, permintaan tamu harus dinomor satukan sekarang”, Hana mengembuskan napas kesal.

Jerino tersenyum mendengar pernyataan ketus Hana. Ia tau Hana sedang kesal. Jerino pun sedang mencari cara agar suasana hati gadis mungil ini bisa kembali membaik dan sedikit menghargai pemandangan yang susah payah dibayar oleh Jerino untuk memuaskan hati gadis pujaannya.

See You Again, TokyoDonde viven las historias. Descúbrelo ahora