65 || Selamat Tinggal

3.5K 357 19
                                    

Hai, balik lagi.
Part kali ini agak pendek soalnya imajinasinya cuma mentok segitu.
Insya Allah part selanjutnya diusahakan bisa update part panjang kayak biasa.

Sebelum baca, jangan lupa tekan tanda bintang dulu.

Happy Reading, enjoy your life
.
.
.

Tepat pukul sebelas malam, Alta sampai di rumah dengan selamat walaupun ia mengendarai motornya seperti orang kesetanan. Ia langsung berjalan menuju kamarnya karena kedua orang tuanya mungkin sudah tidur.

Alta melepas pakaian yang ia kenakan dan hanya menyisakan boxer hitamnya saja, ia masuk ke kamar mandi kemudian mengguyur tubuhnya di bawah shower yang terasa dingin.

Alta memejamkan matanya sejenak, ia harus bisa mengikhlaskan Alena jika gadis itu ingin pergi.

Setelah cukup lama di kamar mandi, Alta keluar hanya dengan melilitkan handuk di pinggangnya. Ia membuka lemari pakaian dan mengambil celana pendek selutut tanpa atasan.

Setelah selesai Alta langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dengan posisi telentang menatap langit-langit kamarnya.

Menghembuskan napasnya kasar, Alta mengubah posisinya menjadi tengkurap dan menutup kepalanya menggunakan bantal. Sebisa mungkin ia berusaha untuk terlelap, tapi tetap tidak bisa.

Pikiran Alta semakin kacau.

***

Sementara di tempatnya Alena masih duduk bersandar pada kepala ranjang dengan anak kucing milik Alta yang berada di pangkuannya.

Sudah satu jam Alena mencoba untuk tidur, tapi tetap tidak bisa.

"Cing." Alena mengelus kepala kucing itu penuh sayang, dan entah kenapa air matanya kembali menetes membasahi wajahnya. Namun, secepat mungkin Alena menghapusnya.

"Kalo Lena pergi, Kak Alta bakalan benci nggak sama Lena?" tanya Alena pada anak kucing tersebut yang langsung mengeong.

"Lena pengen tinggal sama Papa, tapi Lena nggak mau jauh dari Kak Alta." Alena menangis sesenggukan, ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Di waktu yang sama, Satria keluar dari kamar karena merasa haus. Saat hendak melangkah, ia seketika berhenti saat mendengar suara tangis dari kamar di sebelahnya.

"Alena belum tidur?" monolog Satria sekilas melirik arloji di tangan kirinya yang sudah menunjukkan pukul satu pagi.

Tanpa pikir panjang, Satria melangkah menuju kamar Alena. Niat ke dapur untuk mengambil minum ia urungkan.

"Alena ...?" Satria membuka pintu kamar bercat putih itu dan benar saja, ia menemukan Alena yang sedang menangis sesenggukan di atas tempat tidur.

"Hei, kenapa nangis?" Satria mendekat kemudian mendudukkan bokongnya tepat di samping Alena. Ia memegang pundak gadis itu yang bergetar karena menangis.

"Kalo emang nggak bisa, nggak usah dipaksa!"

"Lena, bingung," lirih Alena mendongakkan kepalanya hingga kini Satria bisa melihat wajahnya yang sudah basah karena air mata.

Satria hanya mengangguk, ia membawa tubuh mungil Alena ke dalam pelukannya. Mendekap tubuh Alena begitu erat.

"Pikirin semuanya baik-baik. Jangan sampe lo nyesel karena ngambil langkah yang salah," peringat Satria kemudian mendaratkan satu kecupan di puncak kepala Alena.

Galaksi Altair [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora