Karena kisah ini baru dimulai

22.8K 2.7K 239
                                    


Gerda jatuh cinta.

Serius. Kali ini, ada yang berdegup kencang di hatinya. Gerda kembali menyentuh dada, menarik napas panjang kemudian menarik ujung-ujung bibirnya membentuk sebuah senyum yang (dipaksakan) terlihat manis.
Disisinya, Anya nyaris terpingkal-pingkal melihat ekspresi aneh diwajah Gerda sekarang. Gadis itu sangat menikmati kekikukan yang terjadi semenjak seorang lelaki menyodorkan tangan dan mengajak Gerda berkenalan.

"Jadi, ini?" Anya menyenggol lengan Gerda. Membuat dua gadis itu berbisik-bisik ditengah kerumunan orang-orang yang sedang berpesta. "Wow, tipe lo boleh juga sih, Ger. Serius."

"Harap untuk tidak bacot." Gerda balas berbisik. Bedanya, bisikan Anya terdengar sangat mengejek, sedang bisikan Gerda terdengar penuh tekanan. "Gue nggak nyangka akan ketemu dia lagi disini."

"Dimana kalian ketemu sebelumnya?"

"Di after party-nya Sherly tahun lalu. Wajar kalau dia lupa pernah ketemu gue." Gerda menjawab satu persatu. Tampangnya masih kaku. Ia sengaja duduk dipojok bersama Anya agar tidak jadi perhatian malam ini.

Well, Gerda suka jadi pusat perhatian. Tapi, malam ini pengecualian. "Tuhan Yesus, gue gugup." Gerda mengepalkan tangannya satu sama lain di pangkuan.

"Tampang lo kayak orang mau berak." Anya dengan senang hati mengejeknya lagi.

Oh, Tuhan. Disaat-saat begini, Gerda begitu merindukan Medhya. Biasanya, Medhya-lah yang senantiasa jadi bahan ejekannya. Sekarang keadaan berganti. Anya sedang mengejeknya habis-habisan setelah menangkap gelagat jatuh cintanya yang luar biasa tolol.

Ada yang bertanya kenapa Medhya tidak ikut ke pesta ini? Ha. Jawabannya sangat mudah. Medhya adalah makhluk anti pesta. Ditambah lagi, sahabatnya satu itu sedang tergila-gila dengan pacar barunya. Si om-om yang sempat jadi bahan gossip di kampus itu. "Sialan. Kenapa lo nggak bilang kalau dia datang kesini juga?" Tahu begitu, Gerda akan berdandan lebih dahsyat dari ini.

Oh, tidak. Apakah rambutnya yang dibiarkan tergerai ini sudah membuatnya tampak elegan? Apakah gaun selutut berwarna krem ini cukup pantas dipamerkan? Apakah penampilannya malam ini baik-baik saja?

"Mana gue tahu kalau orang yang lo taksir ternyata Anthariksa Dirgatama Prambudi?"

Anthariksa Dirgatama Prambudi sedang duduk ditengah-tengah geng selebriti. Sedang asik meminum vodka-nya.

"Lo tahu banyak soal dia, Nya? Please, kasih gue bocoran."

"Ger," Anya berujar dengan senyum tengil. "Dia adalah seorang Prambudi. Tidak ada yang bisa menjangkau informasi dari keluarga nomer satu itu." Anya menyesap minumannya. "Apalagi setelah berita chaos-nya perusahaan beberapa tahun belakangan, mereka jadi lebih tertutup soal kehidupan pribadi."

"Tapi, kalian kelihatan cukup akrab tadi."

"Itu namanya basa-basi, Gerda."

Gerda menghela napas. Bahunya turun dengan pesimis, merasa kehilangan kesempatan.

"Gimana kalau lo deketin Koko gue aja?"

Gerda memutar mata. "Koko lo kayak tembok, anjir. Tiap kali gue ngomong, dia selalu ngelihatin gue seolah-olah gue ini orang paling tolol sedunia."

"Lah, ya bagus, dong. Berarti mata Koko gue masih normal. Dia bisa menilai orang dengan tepat." Anya tertawa saat Gerda meninju kecil lengannya. "Gimanapun juga, gue masih sangat merekomendasikan Koko gue daripada Prambudi itu." Anya berbisik lagi.

"Kenapa?"

"Entahlah," Anya mengendikkan bahu.
"Mungkin karena ... orang-orang seperti Prambudi itu, bukan jenis orang yang bisa digapai. Mereka punya kriteria yang terlalu ... you know, tinggi. Sekalipun berhasil mendekati salah satunya, lo harus kembali berhadapan dengan keluarga besarnya. Dan gue dengar, masing-masing dari mereka hanya akan menikah dengan orang yang sudah ditentukan."

Do you remember your first cup of coffee?Where stories live. Discover now