Dia (tidak) percaya padaku

16.8K 2.1K 49
                                    

Liburan harusnya menjadi salah satu cara manusia normal untuk menenangkan diri dari penatnya keseharian.
Tapi ini tidak.
Bukannya tenang saat liburan, Ginan justru berkali-kali dibuat jantungan dan ketar-ketir sejak kemarin.

Adrenalinnya seolah di pacu ke titik tertinggi ketika turun tangga dan menemukan beberapa orang sedang pontang-panting, tidak berhasil memisahkan Medhya dan Devintari yang adu jambak.

"APA-APAAN INI!?" Ginan berlarian mendekat. Mengusir Anthariksa yang cuma jadi penonton setelah kena cakar Devintari barusan. Ginan menarik tubuh Medhya dan mengangkatnya jauh-jauh sampai Sangga berhasil mengendalikan Devintari.

Saat keadaan cukup tenang, kedua gadis itu didudukan di sofa dengan Brisia yang jadi penengah. Jangan tanya bagaimana kondisinya sekarang. Baik Medhya, Devintari, bahkan Brisia yang pertama kali melerai pun sudah acak-acakan. Terlebih Medhya dan Devin. Keduanya saling lirik dengan rambut berantakan dan muka lebam.

"Gue mau balik aja." Brisia menghela napas berat, takut jika tiba-tiba kedua gadis disisinya gelut lagi.

"APA LO LIHAT-LIHAT?!"

"KAMU YANG NGAPAIN LIHAT-LIHAT!?"

"LO DULUAN!"

"KAMU DULUAN!"

"LO!"

"KAMU!"

Ginan memejamkan matanya sejenak, sedang Sangga sudah angkat tangan sejak tadi. Anthariksa? Jangan tanya. Dia masih shock berat karena jadi korban cakar Devintari.

"Sudah, cukup." Ginan berujar pendek.

"Dia duluan, Mas!"

"Enggak, ih! Dia yang jambak aku duluan tadi!"

"Lo nyolot duluan!"

"Kamu nggak sopan duluan!"

"DIAM KALIAN BERDUA!!"

Teriakan Ginan lantas menghentikan pertengkaran begitu saja. Semua orang tahu, Ginan tidak pernah marah-marah, apalagi teriak. Jadi, kalau sudah sampai membuatnya hilang kendali, pasti keadaan betul-betul kacau.

Medhya dan Devin tersentak lantas membisu. Apalagi Brisia yang tidak tahu apa-apa tapi harus ikutan dibentak juga.

Ginan memejamkan matanya lagi sebelum angkat suara. "Medhya Zalina Mukhtar,"

Medhya langsung mengerjap kaget. "I-iya ..."

"Kenapa kamu begitu?"

Medhya melirik Devin yang tersenyum culas, kemudian ia menunduk. "Aku nggak salah. Aku cuma membela diri."

"Membela diri dari apa?" tanya Ginan masih mengendalikan suaranya agar terdengar tenang. "Kenapa kamu sampai menjambak orang yang lebih tua dari kamu?"

"Dia yang jambak aku duluan." Medhya berujar lantang. Tidak takut meskipun Devin mengintimidasinya lewat tatapan mata bagai laser.

"Kamu juga ngapain sampai jambak anak orang begitu, Vin?" Tanya Sangga tak habis pikir. Adiknya ini memang gampang tersulut emosi. Tapi biasanya, tidak sampai pakai fisik begini.

"Dia nggak sopan sama aku, Mas! Gimana nggak kujambak kalau kata-katanya aja begitu!?"

Ginan menatap Medhya lagi. "Kamu bilang apa ke Devintari?"

"Mulutnya busuk kayak sampah. Nggak tahu apa itu attitude, nggak ngerti tata krama dan nggak punya sopan santun. Kata-katanya mirip orang purba yang belum pernah tersentuh peradaban." Medhya mengulangi lagi kalimat yang tadi ia tujukan pada Devintari dengan lancar. Tentu saja ia tidak akan lupa dengan kalimat yang sudah disusunnya sendiri.

Do you remember your first cup of coffee?Where stories live. Discover now