Bagian 1

148 22 3
                                    

11 Januari 2022
_____________________________________
Lembar  3

Duduk manis nona dan tuan
Bibir merah merekah tersungging 

Tatap binar tirai merah yg menggantung

Riuh bisik bisik ringan mengudara dalam ruang penuh sesak oleh nona dan tuan dalam penantian

Tirai merah di buka
Hening
Nona dan tuan khitmat meresapi para lakon di atas pentas
Nona dan tuan berbisik kembali
Lagak mencerca si lakon
Ada pula yang jinjing pujian
Nona dan tuan pentas adalah pentas
Duduk diam saja
Nikmati pertunjukanya
Jangan naik ke atas pentas
Lagak ikut menjadi dalang
Adakah pembaca dapatkan pesan darinya

Makassar, 2 Maret 2001
Felix Haerudin

___________________________________

Halaman ke 3 dari buku dengan sampul tebal motif parangan yang terkelupas sebagian sisinya di tutup rapat. Sandarkan punggung, memijat pelipis yang nyeri. Semalam suntuk dia paksakan untuk membaca buku yang sama berulang kali.

Cangkir kopi telah tandas isinya setelah 3 kali dia isi ulang pada malam ini, pun asbak yang tadi sore baru saja di buang ampasnya kini  penuh abu juga puntung. Sebatang kretek mengeluh, dianggurkan dibiarkan duduk manis disesap angin. Sang empu sudah pening bukan main. Kurang tidur, kurang makan, tapi tak kurang teguk kafein dan hisap tar.

Samuel Bimo Lagarsakti, seorang mahasiswa pasca sarjana fakultas psikologi forensik. Sudah hampir sepekan menelaah setiap bukti berupa tulisan yang di tinggalkan oleh Felix Haerudin yang hilang di jalur pendakian pada tahun 2004 silam. Baik berupa tulisan tangan maupun tulisan elektronik. 1 persatu makna maupun pesan yang tersurat dia catat ke dalam jurnal bersampul kulit sintetik sewarna tanah liat. Meraba-raba perasaan seperti apa yang ingin di sampaikan oleh Felix selama dia masih hidup.

"Eh! tak penat kah? Dari siang ku lihat kamu bolak balik membaca buku itu" suara Prasetyo, polisi berpangkat IPDA itu bersandar pada kusen pintu dengan menggengam tangkai cangkir seng yang masih mengepulkan uap beraroma kopi yang pekat.

"Apa lagi yang kau cari Bimo. Bukankah kau sudah bisa menyimpulkan psikologi Felix saat menulis buku itu? Tapi mengapa tak bosan-bosannya kau pandangi?"

"Baik kau pandangi wanita-wanita sexy, lalu kau ajak berkencan dari pada harus pandangi tulisan yang kurasa tak sedap juga di lihat"

Berjalan santai memasuki ruangan seluas 6m². Mendekat pada pria di balik meja.

Tiap ruangan berjajar masing-masing dua meja kerja saling berhadapan. 2 di antaranya, ada di sisi kanan, dengan 1 buah kursi yang letaknya berhadapan langsung dengan kursi karyawan yang ada di balik meja. Sementara 2 lainnya dibiarkan kosong. Dari ke 4 meja tersebut hanya ada 1 meja yang berpenghuni. Letaknya di sisi kiri, terdekat dari arah pintu, dan Parsetyo melangkahkan kakinya ke arah sana.

Senyum simpul Bimo tanggapi.

"Kasus ini kasus yang harusnya belum selesau mas"

"Apa maksud mu?" Pras tidak setuju. Itu jelas terdengar dari intonasi yang tiba-tiba meninggi.

"Kasus ini bahkan sudah ditutup 18 tahun yang lalu"

HILANGWhere stories live. Discover now