(session 2) Page 28: This Is The End?

79 8 1
                                    

Third Person's POV

Mendengar permintaan yang begitu berani itu keluar dari bibir Araya, dengan ekspresi wajah yang mengiba,
membuat Pangeran Reynald mulai bergerak tanpa disadarinya,
Richardo sendiri, hanya bisa terdiam ketika melihat bagaimana kakak sepupunya itu sudah mengulurkan tangannya.
Untuk membelai wajah Araya sebelum kemudian menciumnya.

Ciuman yang sebenarnya adalah tindakan dari Pangeran Reynald untuk meminumkan teh berisi racun itu kepada Araya.
Araya yang awalnya tidak menyangka bahwa permintaannya akan benar-benar dikabulkan oleh Pangeran Reynald, terkejut, kedua bola matanya terbelalak, namun pada detik berikutnya dia menegak teh yang diberikan padanya
melalui bibir sang Pangeran.

Setelah selesai meminumkan seluruh teh yang ada didalam mulutnya pada Araya,
Pangeran Reynald menjauhkan dirinya dari Araya.

Tentu saja ekspresi dari Pengeran Reynald masih belum berubah,
Pengaruh Araya membuat Pengeran Reynald merespon senyuman Araya dengan lembut.
Sementara Pangeran Richardo menatap kedua muda-mudi itu dengan ekspresi yang dingin
dan tak berperasaan seolah menatap sesuatu yang sebenarnya tak ada disana.

Namun tak lama kemudian entah kenapa
seolah tersadar akan sesuatu yang tak seharusnya dia lakukan
Pangeran Reynald kemudian berpaling
ketika Araya dengan senyum dan ekspresi bahagia menatap ke arahnya.

"Terima kasih banyak, Pangeran Reynald."
"dengan begini aku akhirnya bisa tenang mempercayai perasaan anda pada saya."

katanya dengan begitu antusias.
sebelum kemudian pada detik berikutnya, Araya mulai merasa sangat mengantuk,
katuk yang tidak mampu ia tahan, walaupun ia menyadari ada hal yang tidak beres,
saat melihat orang yang memberinya minum, Pangeran Reynald, sama sekali tidak terlihat mengantuk.
sebelum jatuh tertidur
Araya mencoba melihat ke arah Pangeran Richardo
yang ternyata sama sekali tidak menyentuh Teh yang dihidangkan padanya.

Araya pun jatuh tertidur di atas sofanya,
"Cac**"
Umpat Pangeran Reynald begitu dirinya tersadar dari "pengaruh" Araya yang sudah tertidur lelap oleh obat dari penyihir Kayana.
buru-buru Pangeran Reynald mengelap bibirnya menggunakan punggung tangannya dengan kasar.

"Kayana!! Cepat keluar kau!!"
bentak sang Pangeran dengan marahnya.

"Kau tidak seharusnya melepaskan amarahmu pada orang lain."
Richardo yang sudah ikut tersadar terlihat tengah menyeringai senang, dengan bagaimana kesalnya Reynald yang masih mengelap bibirnya.
seolah mengolok kakak sepupunya yang sebelumnya walau dengan alasan atau niat apapun
telah mencium gadis selain nona Naira.

"Jangan sampai kau berani mengatakan hal ini pada nona Naira."
Katanya dengan tatapan mengancam pada adik sepupunya.

"Huh? Kenapa tidak? Kalau hal itu bisa membuat nona Naira kembali berpaling padaku ... apapun itu akan ku lakukan."
"Meski harus merusak nama baikmu."
Ucap Richardo dengan tenang, bersandar dengan santai di single chairnya.

Kakinya bersilang dengan gaya anggun sambil menopang dagunya di sandaran sofa.
"Kau ..."

"Bukan saat nya untuk mencoba saling 'membunuh' sekarang."
Kata Kayana yang sudah muncul dari portal sihir.
"Bantu aku membawa gadis itu pergi dari sini."
Perintahnya lagi pada kedua pangeran sambil menunjuk tubuh Araya yang tengah tergeletak tidur di atas sofa.

Mendengar hal tersebut tentu saja membuat kedua pangeran keheranan.
bagi mereka, hanya Kayanalah satu-satunya Mage yang berni memerintah seorang pangeran kerajaan dan tak segan-segan membentak bahkan memarahi mereka yang seorang putra mahkota.

Beberapa saat kemudian.

"Ugh ..."
Araya berusa bangun setelah effek dari obat tidurnya sudah menghilang.
"Ck ... hhh ..."
Araya mengeluh setelah sadar dengan apa yang terjadi kepadanya sebelum jatuh tertidur karena meminum teh tersebut.

My Precious Lady VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang