31. Pertanyaan Ibuk

843 160 10
                                    

Hellaw my luvvies :*

Jangan lupa vote+comment okay?

Happy reading 💚

.

.

.

"Met, main yok," ucap Haechan dari seberang telepon.

Tadi sore, setelah bertelepon dengan Jeno, Jaemin ketiduran. Lalu malam-malam begini, dia terbangun gara-gara telepon dari Haechan. Padahal tadi waktu dia dibangunkan ibunya saja tak bisa. Dasarnya memang Haechan yang paling tahu cara mengganggu Jaemin.

"Besok ujian, taik," balas Jaemin. Dia masih setengah tidur, ngomong-omong. Mukanya masih bantal, kesadarannya masih belum utuh, pikirannya masih berlayar di alam kapuk. Tiba-tiba malah diajak main.

"Halah~ nyontek aja, babik. Kan biasanya juga gitu?"

"Nggak gitu, monyet. Gue mau tobat!"

"Woy badak! Lu kesurupan apa?!"

"Kesurupan cinta! Ahahaha."

Dari sini Jaemin bisa mendengar Hyunjin yang sedang tertawa terbahak-bahak. Sementara itu, kelihatannya Haechan seperti heboh sendiri. Mempermasalahkan apa, Jaemin juga tak tahu. Dia tak begitu paham dengan apa yang terjadi di sana, tapi cukup mengerti apa yang dimaksud oleh Hyunjin.

"Njing, kita batal maen! Sekarang juga, kita ke rumah Jamet!"

Jaemin langsung panik begitu mendengarnya. Baru dia mau melarang agar teman-temannya itu tak ke rumah, tapi sambungan telepon tadi sudah diputus duluan oleh Haechan. Padahal dia mau istirahat, tanpa gangguan atau hal ribut. Seperti Haechan contohnya.

"Ah, kampang!" umpat Jaemin sambil menjatuhkan kepala di atas bantal.

Mau tak mau, dia harus turun sekarang. Kalau dia biarkan teman-temannya itu datang tanpa disuguhi apa-apa, pasti ibunya yang akan repot-repot dan ribut-ribut. Padahal cuma teman-teman tukang rusuhnya.

"Adek ngapain?" tanya Ibu Jaemin yang tiba-tiba datang ke dapur.

"Ini, buk... Hyunjin sama Echan mau dateng," balasnya sambil sibuk mengisi toples dengan bola-bola oranye rasa keju yang tadi dia temukan di lemari.

Wanita itu mengangguk-angguk, lalu membuka kulkas dan mengambil sebotol besar soda berwarna cokelat kehitaman di atas nampan. Setelahnya, wanita itu juga menaruh tiga buah gelas di sana. "Tadi Jeffrey ke sini, lho. Bawa camilan sama soft-drink buat kamu."

Jaemin tersenyum mendengar itu. "Dalam rangka apa nih?" celetuknya sambil terkekeh. Ibunya sendiri hanya menyenggol lengan sang anak sambil ikut terkekeh-kekeh.

"Eh, ibuk. Punya makanan nggak? Yang nasi," tanya Jaemin sambil menoleh ke sana dan kemari.

"Di meja makan ya, Dek," jawab ibunya. Setelah selesai mencuci tangan, wanita itu berjalan menuju meja makan lalu mengecek nasi beserta lauk-pauk yang ada di meja. Hanya sayur bayam plus ayam goreng. Biasa, tapi kelihatan begitu nikmat buat si remaja.

"Makan ya? Ibuk yang masak lho tadi. Awas sampe nggak dimakan." Jaemin tertawa mendengar peringatan dari ibunya itu. Tak usah disuruh juga, dengan senang hati dia habiskan.

"Ya udah, ibuk mau tidur dulu," ucap wanita itu. Sebelum pergi, ibu Jaemin mendatangi anaknya lalu mencium pipi si remaja.

"Ih, ibuk ah. Adek mah udah gede!" gerutu Jaemin, tapi dengan wajah yang sumringah.

Wanita itu tersenyum lebar melihat respon sang anak. Tangannya harus terangkat agak tinggi agar bisa menyentuh pucuk kepalanya. Begitu berhasil, dia mengacak-acak rambut Jaemin, lalu mencium lagi pipi si remaja.

"Kamu udah segede apa pun juga, buat ibuk kamu tetep kayak bayi."

Setelah itu, ibu Jaemin pergi menjauh dari anaknya. Tapi bukan berjalan menuju kamar, beliau justru berhenti dan duduk di kursi meja makan. Memperhatikan anaknya yang sekarang sedang berjalan menuju meja makan.

"Ibuk nggak jadi tidur?" tanya Jaemin sambil mendudukkan diri di hadapan sang ibu.

Ibu Jaemin menggeleng pelan. Memilih-miih potongan ayam yang besar untuk anaknya. "Sambelnya segini cukup?" tanya wanita itu sambil menunjukkan sesendok penuh sambal merah.

"Cukup," jawab Jaemin. Selepas sang ibu selesai menyiapkan makanannya, remaja itu langsung melemparkan senyum lebar. "Makasih, ibuku sayaang~"

"Enak?" tanyanya sambil terus memperhatikan bagaimana anaknya makan.

Jaemin mengangguk-angguk mantap. Wajahnya kelihatan sumringah. Pun dengan matanya yang berbinar-binar. Seperti memantulkan refleksi dari perkataan jujurnya.

"Adek... ibuk boleh tanya sesuatu nggak?"

Jaemin hanya mengangguk-angguk dan meneruskan makannya. Tapi dia juga masih kelihatan jika menikmati sekali santapan malam ini. Jarang-jarang ibunya bisa memasak. Biasanya dia yang akan masak untuk mereka berdua.

"Kamu... hubungan kamu sama Pak Jeno udah sampe mana?"

Mendadak Jaemin tersedak. Setahunya, sang ibu tak begitu suka dengan kedekatan mereka yang berada dalam tanda kutip. Berkali-kali juga wanita itu seperti menekankan hal itu.

"Ibuk kok tiba-tiba tanya gitu?" tanya Jaemin di tengah-tengah batuknya.

"Ya, nggak apa. Ibuk cuma penasaran aja," balas wanita itu sambil menyodorkan segelas air. 

Jaemin meminum air yang diberikan ibunya. Agak buru-buru karena dadanya mulai sakit. Sedikit merasa lebih lega setelah minum.

Setelahnya, mereka hanya diam. Remaja itu tak punya ide harus menjawab apa. Pada dasarnya dia masih bingung dengan hal-hal baru yang terasa asing itu. Kalau memang itu yang namanya jatuh cinta, dia tetap ragu.

"Ibuk maunya aku gimana?" tanya Jaemin pelan, tapi masih sangat dapat terdengar.

Wanita itu diam sebentar. Dia kelihatan seperti sedang bertumpu dagu. Menatap anaknya yang sedang menunduk, lebih memilih untuk menatap meja dibanding dirinya.

"Yang penting kamu jatuh cinta sama orang yang tepat aja," celetuk wanita itu santai.

Kepala Jaemin langsung mendongak begitu mendengar perkataan ibunya. Dia berharap kalau dirinya tak salah dengar. Berkali-kali dia berkedip dan membuka mulut seperti ingin berbicara. Tapi tak ada satu pun kata yang keluar.

Ibu Jaemin tertawa melihat reaksi anaknya. Dia hanya mengusap wajah Jaemin dari atas sampai dagu. Berusaha menyadarkan anaknya yang masih kelihatan kaget.

"Ya... ibuk juga masih berdoa biar orang itu cewek. Tapi kalo memang begini, ibuk nggak akan terlalu maksa kamu.

"Jatuh cinta sama orang yang tepat itu lebih penting dari apapun, Dek."

Hellaw Pak Jewno Semwok [JAEMJEN]Where stories live. Discover now