51. Sepatu baru

792 69 5
                                    

Hy bebski 💕
.

.

.

Sebagai hadiah ulang tahun, Jaemin mendapatkan sepasang sepatu. Merknya bukan kaleng-kaleng. Kombinasi warnanya merah-hitam- putih, dengan gambar pemain basket terkenal sebagai logonya. Untuk ukuran hadiah, ini agak berlebihan.

'Bukan keluaran terbaru, but i hope you love it!' kata si pemberi hadiah.

Akhir-akhir ini, intensitas percakapannya dengan 'si pemberi hadiah' meningkat secara drastis. Apalagi dengan renggangnya percakapan antara dia dan Jeno lewat balon chat. Kesibukan masing-masing membuat keduanya sedikit jarang menghabiskan waktu bersama. Bertukar pesan hanya sekedar saling menyapa agar tak lupa kalau punya satu sama lain. Namun, dengan munculnya kado ini di tangan Jaemin, pertanda kalau jarak di antara mereka berdua sudah diambang batas.

Atau, kedekatan dia dengan Dera saja yang hampir kelewatan?

"Wajar nggak sih, Chan?" tanya Jaemin sambil menimbang-nimbang sepatu di hadapannya. Sebagai orang yang hobi mengkoleksi sepatu, Haechan tidak terkesan atau iri dengan Jaemin. Sudah lusinan sepatu bermerk serupa dengan model bermacam di rak lemarinya. Belum yang merk lain dengan gengsi lebih prestisius lagi. Dan juga, hubungan Haechan dengan pacarnya sangat harmonis. Beberapa koleksinya bahkan didapat dari hadiah sang pacar. Jadi...

"Wajar kalo buat gue," balasnya enteng.

Sementara Jaemin, masih menimbang-nimbang. Berulang kali dia membaca kartu ucapan yang menyertai, sampai hafal setiap titik sekaligus komanya. "Masalahnya kalo elu sama pacar, Chan."

"Lah elu ama mantan," ucap Hyunjin.

Melihat sepatu di tangannya, membuat Jaemin semakin merasa frustasi. Katakan dia adalah seorang people pleaser, maka menolak sebuah kado seperti ini haram hukumnya. Sejauh ini, dia ingin selalu menjaga hubungan dengan orang terdekatnya agar senantiasa baik. Sayangnya, mantan pacar itu objek yang agak sulit.

Sekali lagi, ia menghela napas dengan berat. Memasukkan lagi sepatu barunya dalam kotak. "Mahal ges."


Bukan masalah nominal yang angka 'nol'-nya berbaris di belakang, tapi soal risiko dari menerima kado ini. "Masa iya hubungan gue cuma seharga 2 jeti?"

"3 sih kalo liat koma-nya," celetuk Hyunjin sambil membolak-balikkan tag harga sepatu itu.

Dalam pikirannya yang ramai, Jaemin terbesit soal Jeno. Tentang story instagram di arcade yang guru muda itu buat kemarin malam. Isinya video. Seorang laki-laki yang kelihatan seumuran dengan Jeno dan sedang main punching machine. Lalu story selanjutnya, repost dari akun... entah, Jaemin mana ingat soal itu! Tapi tampaknya, Jeno kelihatan sangat bersenang-senang dengan temannya.

Sudah berapa hari sejak telpon terakhir mereka?

Apa dia harus menelpon? Mengganggu tidak?

Apa Jeno rindu dengannya? Atau jangan-jangan tidak?

Tanpa berpikir lebih panjang lagi, ia memutuskan untuk menelpon Jeno. Mengingat sudah lama ia tidak berbicara sungguhan dengan guru mudanya itu. "Gue nelpon dulu ya," ucap Jaemin sambil bangkit dan berjalan menuju balkon.

Secara otomatis jarinya langsung menekan kontak Jeno. Menampilkan layar 'berdering' langsung hingga beberapa detik setelahnya dering statis itu berubah menjadi sapaan "Halo?"

.

.

.

"

Cie, sepatu baru," goda Jeno begitu Jaemin masuk ke dalam apartementnya. Bocah itu tampak kesal dan mulai bersungut-sungut.

"Aku udah berusaha bilang ke dia buat gausah ngasih kado. Tapi dia maksa," terang Jaemin dengan bibir yang dimanyun-manyunkan. "Masa tiba-tiba ada kurir nganter paket?"

"Yaudah sih, anggep aja itu rezeki," balas Jeno santai. Ia duduk di seberang Jaemin sambil membuka toples cemilan yang hanya berisi kacang telur.

"Cuma aku gak nyangka kalau dia bakal sampe sejauh ini, kak," keluh bocah itu. Gesturnya sudah seperti bapak-bapak di awal 50 tahunan yang sedang pusing memikirkan uang sekolah anaknya. Padahal bocah itu hanya memikirkan masalah mantan pacarnya yang tiba-tiba memberi hadiah.

"Sayangku, nggak semuanya di dunia ini isinya soal 'cinta-cintaan'. Bisa aja dia cuma pingin baikan sama kamu."

"Baikan sama balikan itu beda tipis lho kak."


Jeno hanya tertawa menanggapi jawaban bocah itu. Saat sedang santai memandangi Jaemin, perhatiannya teralihkan pada sebuah boneka beruang seukuran genggam tangan. Hadiah dari mesin capit yang dimainkan Eric kemarin malam. Menyadari tatapan Jeno yang berganti fokus, Jaemin mendadak ikut berbalik dan mendapati boneka itu.

"Ini boneka yang di snapgram kak Jewn tadi malem ya?" tanya Jaemin sambil mengambil boneka itu.

"Iya. Itu buat anak dia, ketinggalan kemaren malem," jawab Jeno, lalu mengambil boneka itu. Meletakkannya di tempat semula dan merangkul Jaemin.

"Liburan ini ngapain aja?" tanya Jeno basa-basi. Rekasi bocah itu hanya cemberut  dan helaan napas panjang. "Baru kemarin bisa main. Awal liburan ibuk sakit, jadi gabisa ke mana-mana."

Alasan yang cukup masuk akal. Mungkin itu juga yang menjadi alasan absennya gombalan keju atau chat-chat gaje dari Jaemin. Beberapa kali bertukar pesan, hanya sekedar Jeno yang mengirim video lucu.

"Ayah kamu kapan pulang?" tanya Jeno lagi. Kali ini ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur.

"Ayah balik ke sini lagi. Makannya aku bisa main," terang Jaemin. "Aku bilangnya nginep sih malem ini."

Jeno hanya mengangguk-angguk. "Berarti bebas ya ngapain aja malem ini?"

"Bebas. Mau clubbing juga boleh."

"Matamu." adalah jawaban singkat dari Jeno. Dia baru sembuh dari hangover tadi siang dan tidak berencana mabuk malam ini.

"Mau minum apa?" tanya laki-laki itu sambil membuka pintu kulkas dan menyadari hanya ada bir di dalam. "Kita jajan di luar dulu gimana?"

"Kalo mau mabok malem ini, aku bisa temenin lho, kak."

"Palamu."

Hellaw Pak Jewno Semwok [JAEMJEN]Where stories live. Discover now