2/28

249 63 27
                                    

NINOMIYA YUZUKO

Rapat dadakan, riset dadakan, dan apapun yang dilakukan adalah hal yang kubenci. 

Dan secara ajaib, banyak hal mendadak yang harus kukerjakan pagi ini. 

Semuanya berawal dari sebuah pesan dari grup lamaku, pesan yang tidak pernah kukira akan datang. Hubungan kami hanya sekadar staf OSIS yang mendadak harus dikumpulkan kembali karena akan digelar pidato dadakan untuk mengantisipasi kejadian yang bahkan belum bisa dijelaskan.

Kabarnya, kejadian aneh itu terjadi di Hokkaido. Seorang laki-laki seumuranku lenyap tanpa bekas di sebuah cafe. Saat itu dia sedang bersama teman-temannya, lalu tubuhnya mengeluarkan cahaya berwarna merah dan selanjutnya tubuhnya menghilang bersama berkas cahaya yang juga meredup.

Membingungkan sekali, bukan?

Aku sudah menyaksikan kejadian itu lewat rekaman CCTV yang beredar di dunia maya. Bahkan sebelum menghilang, korban tampak mencolok karena beberapa alasan. Pertama, karena hanya dia sendiri yang tidak menggunakan gakuran hitam, lalu yang kedua karena wajahnya. Iya, aku sedang jujur dan kurasa itu normal-normal saja untuk usiaku. 

“Ini bukan kasus biasa, lalu apa yang ingin kalian bahas?” 

Sontak semua perhatian mereka langsung tertuju ke sumber suara. Gadis berambut hitam itu menunjukkan wajah yang datar, seolah tidak setuju dengan semua pembahasan yang sudah-sudah. Sebenarnya aku juga berpikir demikian--bahwa segala hal yang mereka bahas mengenai penculikan anak juga tidak seharusnya menjadi tema pidato ketua OSIS--tetapi aku lebih memilih tutup mulut karena itu sendiri pun adalah pembelajaran yang berharga. 

Aku lupa namanya, tapi sepertinya dia memang anggota lama yang beberapa kali kutemukan berkontribusi untuk hal-hal yang kritis. 

“Sebelumnya, apakah kau sudah dengar tentang apa yang sedang terjadi, Sachihara-San?” tanya anggota lain. 

“Ya, aku sudah dengar, karena itu aku bertanya.” Sachihara mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas meja. “Aku juga punya pertanyaan yang sama.” 

“Pertanyaan yang mana?”

“Apakah kau sudah dengar tentang apa yang sedang terjadi? Orang itu lenyap di depan banyak saksi mata,” ucap Sachihara. 

Baru saja orang itu hendak membuka mulut, Sachihara memebuka suara lagi. 

“Oh, ini juga bukan kasus terorisme, mengingat tidak ada kerusakan sekecil apapun selain lenyapnya tubuh orang lain.” Seolah mampu membaca pikiran, dia kembali melanjutkan, “Kalau menurutku, tidak ada yang bisa kita lakukan saat ini. Kita mungkin harus menunggu pernyataan dari negara, sekalipun jika ini bukan sesuatu yang bisa dijelaskan.” 

Seingatku, namanya Sachihara Iria dan kami pernah satu kelas saat SMP 1. Dia cerdas dan mampu membaca situasi dengan cepat. Aku tidak heran saat melihatnya bergabung sebagai anggota OSIS. 

“Jika tidak ada hal yang kita sampaikan, rasanya organisasi yang kita jalankan seperti tidak ada gunanya,” komentarnya. 

“Tapi jika kita hanya membicarakan hal yang sudah pasti diketahui semua siswa, apa gunanya membahasnya kembali?” tanyanya balik. 

"Kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan, kita tidak bisa memprediksikannya." 

"Oh, benar. Kita memang hanya bisa berharap. Jadi, apa kita harus menggelar doa bersama?"

Sarkastik. 

Aku tidak akan mau berdebat dengannya. 

Kalau dari pendapatku sendiri, pembahasan memang sebaiknya dilakukan karena itulah gunanya diskusi di organisasi, tetapi memang tidak ada tindakan preventif yang bisa dilakukan. Jadi, sebenarnya aku juga memiliki pendapat yang serupa; pidato itu tidak perlu dilakukan. 

"Kalau menurutku, lebih baik kita menunggu pemerintah mengumpulkan informasi, lalu mengedukasi tindakan preventif yang bisa kita lakukan." Aku membuka suara sembari mengangkat tangan. 

"Nah, kalau yang itu aku setuju." Sachihara Iria beranjak naik dari duduknya, lalu berjalan dan bersiap meninggalkan ruangan rapat. "Kalau informasi sudah lebih jelas, aku siap menyumbangkan kata-kata untuk pidato. Kalau begitu, aku permisi dulu." 

Berikutnya, gadis itu meninggalkan rapat. Anggota-anggota lain baru mulai membuka suara setelah kepergiannya. 

"Apa-apaan sikapnya itu?!" 

"Sombong sekali." 

"Iya, kudoakan dia juga lenyap!" 

Aku langsung memberikan tatapan tajam, membuatnya terdiam. 

"Bukankah kalian marah karena perkataannya benar?" 

Aku belum sempat membela, seorang laki-laki menginterupsi, membuat ruangan itu seketika hening. 

"Tapi yang Sachihara-San katakan memang benar. Karena itu, ayo kita akhiri rapat hari ini. Sampai jumpa setelah informasi terkumpul. Rapat selesai." 

Rapat resmi ditutup setelah ketua OSIS mengumumkan keputusan. Ketika mereka keluar dari ruangan pun, mereka masih membahas tentang perselisihan tadi. 

"Sachihara-San selalu mengatakan hal kejam tanpa merasa terbebani, ya." 

"Tapi perkataannya memang benar, sih."

"Dia ahli menemukan kelemahan orang lain."

"Dia seperti bisa membaca pikiran."

Ah iya, tadi aku juga berpikir seperti itu.

***

Tema: tarik random kartu tarot (The Star)

Wah, jangan sampai aku memunculkan chara LMP sebagai cameo setiap chapter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wah, jangan sampai aku memunculkan chara LMP sebagai cameo setiap chapter ....

Cindyana

LUKEWARM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang