035.

306 23 122
                                    

Life is a journey to be experienced,

not a problem to be solved.

__

KEPUTUSAN Jayden mutlak. Ia akan memberi hukuman kepada puteri kesayangannya, agar gadis itu paham tentang menghargai tentang persetujuan keduanya dari awal.

Lelaki dengan pangkat Jenderal, itu sebenarnya memang sudah biasa mendidik anak-anaknya dengan tegas. Sama seperti Jayden selagi kecil yang dididik oleh kedua orang tua nya untuk menjadi anak yang kuat, disiplin, dan juga bertanggung jawab atas perbuatannya.

"Selama 6 bulan kedepan, kamu-" ucap Jayden menunjuk Tsabina. "Fasilitas kamu, Papah cabut. S e m u a." ujar Jayden bulat dengan keputusannya.

"Mobil, motor. Papah sita, kecuali ATM mu, kamu masih bisa menggunakannya. Dan satu lagi, Sabith Sport terancam akan Papah bubarkan jika Papah lihat kamu masih ikut join kembali dengan group team tersebut."

Tsabina yang mendengar ancaman dari mulut sang Ayah, yang sudah dipastikan tidak main-main itu merasa otot-otot di tubuhnya melemah. Ia menutup matanya sejenak lalu keluar dari Ruang kerja Jayden.

//

Pagi hari, kaki jenjang nan mulus itu menuruni anak tangga dengan santai. Sesampainya di lantai dasar, gadis itu terdiam sejenak saat melihat masih ada Jayden dan Jevo yang tengah sarapan. Tsabina mendekat ke arah Meja makan, namun sayang, Jayden langsung menaruh alat makan dan menyapukan tisu ke mulutnya sebelum Pria itu beranjak pergi dari Meja makan.

Sebelum Jayden beranjak dari Meja itu, Pria yang sudah lengkap dengan seragam Dinas sama seperti Jevo saat ini. "Jev, kamu antar Adekmu ke sekolah. Sopir mau Papah pakai," ucap Jayden mendapat anggukan oleh Jevo.

Setelah kepergian Jayden, disusul oleh Jevo yang berdiri dari duduknya. Sembari memasang Jaket denim berwarna hitam ke tubuhnya, dan memanggil Bi Surti. "Bi Surti!" panggil lelaki tampan itu,

"Iya, Mas?"

Jevo melirik sekilas ke arah sang adik. "Tolong ambilin jaket Audine yang biasa ya, dikamarnya." perintah Jevo yang langsung dilaksanakan oleh Bi Surti.

Kini, kakak beradik itu sudah berada di dalam mobil ber-merek Mclaren 720S Spider warna putih, melaju cepat namun masih dengan kecepatan normal. Hanya ada suara dari musik yang disambungkan dari handphone milik Jevo ke mobil mewah tersebut. Lelaki dengan seragam dinas yang memiliki wajah tegas dan datar itu, berbeda dari Jevo yang Tsabina kenal. Kakak nya hari ini sedikit lebih pendiam?

Kurang lebih menempuh perjalanan 1jam 20 menit, akhirnya tiba juga di Sekolahan termewah, dan menjadi terfavorit se-Jakarta.

"Bang, gue mau minta maaf soal kemar-" Belum sempat Tsabina menyelesaikan ucapannya, Jevo sudah memotong ucapan gadis itu, "Jas sekolah jangan lupa." Jevo menyerahkan jas sekolah milik sang adik dan mengingatkannya.

Tsabina tersenyum kecut, dan mengambil Jas sekolahnya. Lalu pintu Mobil mewah itu terbuka ke atas, setelah Tsabina keluar pintu itu ditutup kembali dan melaju cepat berputar arah.

Gadis dengan rambut ala Messy Bun, itu menghela nafas berat.

***

Semua kelas hari ini ditiadakan alias Jamkos atau biasanya murid-murid Neo menyebutnya "free class". Tsabina memilih untuk menyendiri dan bersantai di taman belakang sekolah. Daripada mengikuti kedua temannya itu berkeliling sekolah untuk menemani Nadine yang tengah menyukai salah satu Kakak kelas.

Matahari hari ini tidak terlalu panas, tetapi sedikit ber-angin. Merasa semakin sepi karna taman belakang sekolah selalu menjadi tempat yang diasingkan dari segala tempat yang ada di Sekolah Neo.

Tsabina mengambil Airpods miliknya, perlahan ia membuka benda kecil tapi tidak terlalu kecil. Dengan casing diluarnya yang bermotif beruang. Perlahan alunan musik mulai terdengar sangat nyaring di kedua telinganya, Anchor - Novo Amor. Selalu menjadi pilihan pertama Tsabina ketika tidak terlalu ingin mendengarkan musik yang terlalu berisik.

Perlahan gadis itu merebahkan tubuhnya di rerumputan, dan menutup matanya. Membuat sinar Matahari langsung menyerbu wajah putih nan mulus itu.

Sudah sekitar 20 menit gadis itu mendengarkan berbagai macam musik soft ( tidak terlalu membuat pusing kepala ) sang gadis.

Gadis itu merasa ada yang menutupi wajahnya dari sinar Matahari yang awalnya berkilau terang. Sesaat mata indah nan cantik itu dibuka, menampakkan sosok lelaki dengan dua kancing baju seragam yang terbuka dan menampakkan kaos hitam di dalamnya sedikit.

"Ngapain?"

"Lo yang ngapain disini."

"Lo mending cabut, gue lagi gak ada tenaga buat debat sama lo."

Lelaki itu tersenyum kecil, dan menatap mata berwarna kecoklatan itu lekat. "Tumben gak bawa mobil sama motor lo. Kemana?" tanya Arka merebahkan diri di samping sang gadis.

Berbeda dengan Arka, Tsabina, gadis itu malah bangun dari tempatnya berbaring. Dan menatap Arka tak suka, lalu beralih melirik ke arah lain. "Bukan urusan lo." jawab Tsabina singkat.

"Disita bokap?"

Sang puan langsung melirik ke arah Arka sinis. Apa maksud lelaki itu tiba-tiba berucap seperti itu kepadanya.

"Gue bilang bukan urusan lo." balas Tsabina sebelum gadis itu beranjak pergi dari sana.

Namun, sebuah tangan mencegat tangan yang lainnya. "Lepasin tangan gue." ucap Tsabina tak suka,

"Mau kemana sih emangnya? Lagi free class ini." Arka bertanya dengan wajah yang sangat tenang,

"Terserah gue mau kemana, lagian gak ada urusan juga sama lo. Mau gue nyebur kek, atau ke kandang Harimau sekalipun gak ada urusannya juga sama lo."

Perkataan yang keluar dari mulut gadis cantik nan manis didepannya saat ini membuat lelaki itu terkekeh. Semakin membuat sang puan menatap ketakutan, "Lucu juga lo." ujar Arka berdiri.

"Gak usah ketawa, lo nyeremin!" Tsabina memperingatkan lelaki didepannya.

Kedua alis lelaki itu saling bertaut, dan semakin mendekatkan wajahnya kepada sang puan. "Gue? Nyeremin? Masa sih, bukannya gue ganteng?" kata Arka percaya diri membuat gadis itu ingin muntah sekarang juga.

"NAJIS."

Cuih!

Arka masih setia menahan tangan mulus itu agar tidak pergi. "Gue minta maaf kalo tadi kata-kata gue nyinggung lo. Gue cuman mau bilang, Selamat atas kemenangan lo kemarin di Sirkuit. Lo keren!" tutur Arka sembari mengacak kepala gadis itu pelan sebelum akhirnya lelaki itu pergi menghilang dari per gk instan Tsabina.

Tak disanggaka lelaki itu bisa bersikap manis jua. Buktinya sekarang Tsabina tengah tersenyum tipis setelah perlakuan yang Arka lakukan beberapa detik yang lalu.

//

Nadine dan Tara melangkah masuk ke dalam kelas mereka, dan mendekat ke arah meja Tsabina. "Sa, lo kenapa sih dari tadi pagi gak semangat gitu. Cerita dong sama kita berdua lo kenapa?" tanya Tara,

"Gue gapapa, Nad Tar. Cuman emang lagi banyak pikiran aja."

Nadine dan Tara saling bertatapan. "Jadi lo gak mau cerita nih sama kita?"

Gadis yang ditanya itupun tersenyum manis, "Besok ya gue cerita kalo mood gue udah baikan. Btw, sorry juga kalo kalian gak nyaman dari tadi pagi karna mood gue yang lagi turun."

"Ck. Elah gapapa kali Sa, wajar itu mah. Namanya juga manusia, iya gak Tar?" kata Nadine mendapat anggukan setuju oleh Tara.

***

BUTTERFLIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang