BAB 60 : Ineffable

47.2K 6.7K 1.1K
                                    

❝Ditusuk agar selalu terbentuk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ditusuk agar selalu terbentuk. Dihajar agar selalu terajar. Tersungkur agar selalu bersyukur, karena semua luka tercipta untuk sebuah jiwa.❞ —Rayyan Arka Valerian

***

Author Pov

"Devan! Ada Bokap lo ke sini tau!"

"ANJRIT?! ADA APA NEH?! NGAPAIN TUH?!" Devan terpelonjak seketika kala Azka memberitahu akan kedatangan Ayahnya ke sekolah. Berhubung sudah jam pulang, lelaki itu langsung terbirit-birit lari keluar gerbang.

Betul kata Azka. Ada Ayahnya di luar sana sedang berdiri seraya bersender ke pintu mobilnya. Diaz Kaslavo—pemilik perusahaan tekstil terbesar satu Jakarta Selatan itu mendongakkan kepala kala melihat presensi putranya. Devan buru-buru berjalan mendekat.

Devan berdeham. "Pa? Kok tumben ke sini? Aku nggak minta dijemput—"

"Siapa yang mau jemput kamu?" Diaz menyela, ia mematikan layar ponsel. "Pede-nya tolong dikurangi."

"Lah? Terus Papa ngapain ke sini kalau bukan ketemu anak sendiri?" tanya Devan lagi. Kendati lelaki itu masih berperang dingin dengan Ayahnya, tetap saja keduanya saling mengakui.

"Papa mau ketemu ...." Diaz melongokan kepala. "Ah itu anaknya."

Devan menautkan alis kala Diaz melewatinya, lalu menghampiri seseorang yang baru saja keluar gerbang. "PA, MAU KETEMU SIAPA?!"

—oOo—

"Lama ya nggak ketemu, Rayyan. Kamu apa kabar?" tanya Diaz begitu lembut. Pria itu sedang duduk di kursi besi yang terletak di area luar sekolah, mengajak mengobrol seseorang yang ia kenali sejak dua tahun terakhir itu. Lelaki penuh sopan santun yang membuatnya senang ketika bertemu.

"Sehat Pak," jawab Rayyan lugas.

"Bagaimana luka di kepalamu, Rayyan? Sudah sembuh?" tanya Diaz.

Rayyan terdiam, lalu menjawab lagi. "Sudah, Pak Diaz." Tidak, Rayyan bohong. Lukanya semakin parah.

Melihat raut wajah cemas bercampur sedih itu membuat Diaz selalu mengerti, pria itu menepuk pundak Rayyan akrab. "Saya pernah bilang sama kamu, jangan terlalu merasa bersalah dengan apa yang terjadi. Ini semua bukan kesalahan kamu, Nak." 

Tidak bisa. Sejak malam itu, Rayyan bahkan lupa bagaimana rasanya tidur nyenyak. Lelaki itu menunduk, meremas tautan tangan di pangkuannya, sekalipun Diaz tak pernah memarahi atas kelalaiannya.

"Kamu gagal menyelamatkan Anna, tapi kamu nggak perlu menyalahkan diri. Pecaya sama saya, Anna bakal baik-baik saja dan kita bakal terus cari dia," kata Diaz menenangkan.

"Tapi, Pak ... Anna, ketusuk. Darahnya banyak ... dia, dia kesakitan...." ujar Rayyan meracau. Ia masih ingat ketika menemukan kondisi gadis itu sudah bersimbah darah di tempat kejadian.

HEI, BODYGUARD! (A Secret) ✔Where stories live. Discover now