11 - THE MAD BOYFRIEND

636 140 8
                                    

Benio bisa berbaur dengan teman-teman Ammar lebih cepat daripada yang Ammar duga. Begitu dikenalkan kepada orang-orang di lokasi syuting, semuanya menyambut kedatangan Benio dengan sukacita. Beberapa menyadari bahwa Benio lah orang yang menyita perhatian Ammar selama beberapa hari ini dan membuat Ammar menghilang dari lokasi syuting. Hanya satu orang yang kurang senang dengan kedatangan Benio, yaitu salah satu model yang sebenarnya sudah berusaha keras menarik perhatian Ammar.

Mereka makan malam di restoran hotel dengan menu khusus yang dipesan sebelumnya. Di salah satu ruangan privat, mereka makan, mengobrol, tertawa, mengikuti permainan-permainan kecil.

Benio terlihat menikmati dan melupakan kecanggungannya dengan Ammar. Dia secara aktif mengikuti permainan dan tertawa girang bersama. Tanpa Ammar duga, Benio cocok dengan Mima. Padahal jika diperhatikan sekilas, keduanya seperti bertolak belakang. Benio yang mungil, berambut panjang, sangat feminim, akrab dengan Mima yang berambut pendek, agak tomboi, dan bertubuh tinggi.

"Coba tebak. Di antara dua cewek itu, siapa yang bakal nikah duluan?" Medi berbisik di telinga Ammar ketika Benio tidak ada di samping Ammar. Benio dan Mima sedang berjuang mendapatkan hadiah voucher belanja di depan sana.

"Dua-duanya udah punya pacar. Tinggal pacarnya siapa yang mau lamar duluan." Ammar menjawab tanpa gairah. Mengingat Benio sudah punya pacar hanya membuat perasaannya semakin morat marit.

Medi malah tertawa. "Kalau lo mau lamar dia dan dia bersedia, berarti Benio yang nikah duluan."

Ammar hanya mendengus.

"Dia cuma punya pacar, Mar. Bukan mati."

"Hush," Ammar melirik Medi. Pemimpin proyeknya ini memang sering sembarangan saat bicara. "Hati-hati lo kalau ngomong."

Medi tetap santai, mengangkat gelasnya, lalu berseru mendukung kekasihnya yang sedang menahan posisi setengah berdiri. Mima tidak boleh bergerak selama beberapa detik sambil menahan gelas di telapak tangannya.

"Maksud gue, dia masih bisa putus. Kalau udah nikah pun dia masih bisa cerai," Medi terkekeh. "Kalau udah meninggal ya nggak bisa lo embat."

Ammar mengetahui bahwa kata-kata Medi ada benarnya. Dia hanya malas menanggapi. Bukan hanya Fauzan sang pacar yang menjadi halangan antara dirinya dan Benio. Melainkan perasaan Benio juga. Apakah Benio punya perasaan yang sama dengannya? Kemungkinan itu semakin tipis dan seakan bisa hilang begitu Ammar salah melangkah sedikit saja.

"Gue rasa, apa yang terjadi di sini akan tetap hanya di sini, Med."

Medi mengangguk-angguk. "Kalau gitu, untuk hubungan yang lebih jangka panjang, gue sarankan lo dekati Rora. Tuh model kayak udah siap nerkam lo kapanpun lo lengah."

Rora duduk di ujung meja. Tetap tenang dengan segala keriaan di sekitarnya. Di kala orang lain makan dengan lahap, dia teguh pendirian memakan salad dan air mineral.

"Yah..."

Ammar memang terdengar tidak tertarik. Tapi kemudian dia berdiri dan dengan sengaja menghampiri Rora. Sekedar mengobrol tidak ada salahnya bukan?

***

Makan malam bersama Ammar dan teman-temannya rupanya memberi warna baru dalam liburan Benio. Lebih baik dari menghabiskan waktunya sendirian saja. Jauh lebih baik dari menerima berita pembunuhan atau pusing karena interaksi fisiknya dengan Ammar.

Tanpa diduga, Mima adalah teman yang menyenangkan. Mereka sekarang bahkan terlibat dalam permainan kecil yang berhadiah voucher belanja jutaan rupiah. Bergantian ataupun bekerja sama, mereka sudah berhasil menyelesaikan beberapa tantangan dan sekarang sedang memasuki tantangan terakhir.

Latte Murder - END (WATTPAD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang