50 - THE HIDING PLACE

304 79 7
                                    

Ammar melakukan riset singkat. The Great Hall merupakan salah satu ruang pertemuan yang berada di gedung pusat perusahaan konstruksi milik keluarga Fauzan. Ammar berpendapat, bahwa tempat ini bisa menjadi tempat aman sekaligus berbahaya. Aman karena akan ada banyak orang di sini sehingga tak mungkin Fauzan bisa melukainya. Namun sekaligus tempat berbahaya juga. Karena siapa tahu di sana Fauzan sudah menempatkan anak buahnya untuk menjebak dan menghabisi Ammar.

Meskipun lebih banyak hal buruk yang mungkin terjadi, tapi akhirnya Ammar memutuskan untuk datang. Dia ingin memastikan keterkaitan Fauzan dengan kasus-kasus itu. Bahkan jika mungkin, Ammar bisa saja mendapatkan bukti yang bisa menghancurkan Fauzan.

"Om, aku butuh bantuan." Ammar menghubungi Tio dalam perjalanan menuju The Great Hall. "Aku akan menuju satu tempat. Kalau aku tidak keluar dalam satu jam, berarti terjadi sesuatu."

"Ada kaitannya dengan kasus?"

"Sangat ada," Ammar menjawab, penuh tekad namun sekaligus khawatir.

"Mar, hati-hati."

***

Ketika Ammar sampai di gedung tersebut, Ammar sengaja memarkirkan mobilnya di tempat yang sangat dekat dengan pintu keluar. Jika dia harus kabur nanti, Ammar berharap waktunya tidak perlu habis hanya untuk keluar dari lokasi parkir. Ammar memastikan dulu keberadaan Tio sebelum masuk ke gedung tersebut.

Kedatangannya diperlakukan sama seperti para tamu lain yang datang ke gedung ini. BArang bawaannya diperiksa dan tadinya kartu identitas Ammar diminta untuk ditukar dengan kartu akses. Namun ketika Ammar menegaskan bahwa dia hanya mau mengunjungi The Great Hall, Ammar hanya diminta untuk menuliskan namanya. Syukurlah, pikir Ammar. Sekali lagi, jika dia harus kabur, dia tidak mau tertahan hanya karena KTP-nya masih berada di resepsionis.

Ketika Ammar menulis namanya di buku tamu, dia mendadak teringat. Jika Al juga pernah memiliki janji temu dengan Fauzan di The Great Hall, maka seharusnya namanya tertulis di sini. Tapi kedatangannya sudah berbulan-bulan lalu. Akan memakan waktu jika Ammar melihat satu per satu halamannya. Atau bahkan sudah tidak ada lagi nama Al di sini jika buku tamu diganti per bulan–dilihat dari jumlah pengunjung yang datang.

"Tempat ini selalu ramai, ya?" Ammar pura-pura memperhatikan sekitar.

"Betul, Pak." Resepsionis mengangguk ramah, memilih kartu untuk diserahkan kepada Ammar.

"Kalau artis ada yang datang ke sini? Misalnya untuk cari properti?" Ammar bertanya sambil lalu.

Resepsionis itu terdiam, lalu menggeleng. "Untuk pemasaran biasanya bukan di sini, Pak. Ada di paviliun yang tempatnya terpisah dengan gedung utama." Dia menyerahkan kartu berwarna abu-abu, bertuliskan General Visitor. Bibir Ammar menekuk, dia harus mencari cara untuk memancing informasi soal Al.

"Tapi beberapa bulan lalu memang ada artis dan manajernya yang datang ke sini. Saya lupa namanya siapa, kalau tidak salah Alida?"

"Alnida?" Ammar pura-pura menebak, padahal dia sudah sangat ingin menyebut nama itu dari tadi.

"Betul," Resepsionis mengangguk. "Tujuannya pun sama, hanya ke The Great Hall."

Ammar hanya mengangguk, seakan informasi itu tidak ada gunanya. Namun dalam hati, dia bersorak girang. Ini membuktikan bahwa benar-benar ada koneksi antara Al dengan Fauzan.

Begitu mendapatkan akses, Ammar segera menuju The Great Hall. Pintu yang menuju ke sana berbeda dengan pintu yang dituju para karyawan ataupun tamu-tamu dari perusahaan. Ammar berbelok ke sebelah kiri, menuju satu pasang pintu dari kayu jati yang tinggi menjulang sejauh tiga meter. Tidak ada yang menjaga tepat di samping pintu, hanya seorang mengawasi dua meter jauhnya. Ammar melirik, petugas itu mengangguk. Maka Ammar pun mendorong pintu yang sangat berat itu dan segera masuk.

Latte Murder - END (WATTPAD)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora