Renjun Hilang

3.3K 473 21
                                    

•Renjun 3 tahun•

2 jam menelusuri luasnya dalam pusat perbelanjaan, Jeno menggandeng tangan Renjun yang diam saja dari tadi. Cukup tenang tanpa gangguan suara bising Renjun dan permintaannya yang aneh-aneh. Berharap kelelahan ini segera berakhir dan beristirahat dengan nyaman dirumahnya.

Jeno sampai pada stand kopi untuk membeli sebentar cairan hitam itu, untuk Eric yang sudah menunggu di mobil bersama barang-barang yang sudah dibeli.

“Susah tau bawanya njun, lo tadi kenapa segala pake ikut sih” gerutu Jeno, tangan kanannya menenteng dua paper bag berisi dua kotak susu dan beberapa makanan ringan. Sementara tangan yang satunya membawa satu cup kopi hitam pesanan Eric.

Sekarang bagaimana cara menggandeng tangan Renjun?

Jeno berjongkok untuk menyamakan tinggi si kecil, menatapnya serius. “Tetep jalan di samping gue, jangan lari-larian kalau ngga mau ilang” peringatnya tajam.

Renjun yang mengerti dengan perkataan itu hanya mengangguk patuh, tersenyum sebentar lalu mulai menyamakan langkahnya dengan Jeno yang mulai berjalan.

Dengan hati-hati sesekali memastikan Renjun masih disampingnya, Jeno menyuruh Renjun untuk masuk terlebih dahulu kedalam lift dan turun dengan tanpa kendala.

Yah, setidaknya masih aman. Jeno memeriksa lagi isi paper bag dan mengingat dengan betul pesanan Eric. Dan benar saja belum ada 5 menit Jeno kembali menoleh kesamping, Renjun sudah tidak ada.

“Oke Jen, lo tau ini bakal kekadian” ujarnya pada diri sendiri. Tanpa sadar meletakkan bawaannya begitu saja pada salah satu meja kosong dan mulai mencari.

.
.

“Mall seluas ini, nyari Renjun yang kecilnya kaya biji jagung.. sama aja kaya nyari jarum di tumpukan jerami” gerutunya kesal bercampur khawatir.

Bohong jika tidak panik, Eric pasti akan marah jika tau. Tapi tetap mencoba untuk menghubungi adiknya itu. Mendapat semprotan Eric itu urusan belakang, pikirkan dulu bantuan untuk mencari Renjun.

Beberapa saat setelah panggilan itu berakhir, Eric sampai di tempat Jeno berada. Mereka ada di lantai satu, ingat?

Renjun pasti masih ada disekitar sana, bocah dengan tinggi 6 kaki itu tidak mungkin menaiki lift dengan sendirinya kan?

Tapi, yang Jeno lihat anak itu memang tengah berasa didalam lift. Dan juga, tidak sendiri didalam sana. Jeno berlari untuk menyusul anak itu, dengan harapan pintu yang jangan dulu tertutup. Namun sayangnya Jeno tidak begitu cepat.

“Injun diculik?”

“Ngga tau kayanya orang tadi juga diem aja deh” jelas Jeno, tidak ada gelagat aneh dari orang tadi yang ada didalam lift bersama Renjun, malah sepertinya orang itu tidak menyadari keberadaan Renjun yang memasuki lift dan berdiri disebelahnya.

Bunyi tombol teeua saja Jeno tekan, cemas dengan pikiran buruk mengenai bayi sendiri didalam lift. Hingga hal buruk benar terjadi.

“Mohon untuk tidak menggunakan dulu lift ini pak, baru saja saya dapat laporan jika lift ini macet”

“Macet? Pak, adik saya ada di dalam lift ini!” Eric mulai diserang panik.

“Pak? Informasi yang bapak dapet sekarang lift nya stuck di lantai berapa?”

“Ada di lantai dua pak, tolong kerja samanya untuk sabar. Pihak teknisi sedang berusaha memperbaiki”

Jeno tidak menjawab lantas berlari menuju eskalator dan menuju lantai dulu dimana sesuai kabar lift itu berhenti disana, bagus sekali, sekarang Jeno merasa sangat bersalah karena ceroboh.

Tapi,

Mungkin Renjun saja yang memang nakal, pikir Jeno.

Tapi,

Mau dilihat dari sisi manapun, tetap saja Jeno juga salah.

“Gara-gara lo nih bang, kalau sampai Injun kenapa-kenapa lo harus tanggung jawab” Eric masih dengan kekhawatirannya menatap penuh harap pintu lift, berharap Renjun baik-baik saja didalam dan lift itu segera bekerja dengan semestinya.

“Iya-iya gue, dari dulu juga gue.. gue mulu emang. Ngga ada tuh istilah bayi yang salah” Jeno terlihat tidak terima disalahkan, tapi tidak bisa dipungkiri jika sangat jelas wajah itu dipenuhi kekhawatiran.

“Injun gimana nih..” Eric mulai mondar-mandir didepan lift.

Jeno masih setia berdiri disana, rasanya ingin sekali ia buka paksa pintu lift itu agar ia tau ada dimana posisi Renjun saat ini, dan juga memastikan jika anak itu baik-baik saja.

“Njun- ngga apa-apa kan?” Jeno bergumam sendiri pelan, kepalanya menunduk takut.

“Kenapa lama.. bang, Injun..” Eric bergetar, ia benar takut jika akan terjadi sesuatu dengan Renjun.

“Lo tenang dulu” Jeno mencoba menenangkan Eric, bahu adiknya itu diraih dan dirangkul seraya menunggu pintu lift terbuka.

.
.

Hampir satu jam lamanya Jeno dan Eric menunggu, bahkan keduanya tidak beranjak jauh dari area lift yang sedang bermasalah itu. Adik berharganya ada dialam sana yang mungkin saja ketakutan, Eric tisak bisa tenang jika terus memikirkan hal tersebut.

“Pak? Segera cek ke lantai tiga, lift selesai diamati dan hampir selesai diperbaiki. Liftnya akan berhenti dilantai tiga” jelas satpam itu datang lagi untuk memeriksa.

Lagi-lagi Jeno mendahului Eric dan berlari untuk menuju ke lantai tiga, dengan langkah lebar Jeno mendekat kemudian mengawasi pintu lift yang terbuka perlahan.

Tidak tau betapa leganya Jeno rasa saat melihat objek kecil itu lagi, wajah yang beberapa menit lalu Jeno khawatirkan. Menyebalkan jika diingat lagi tapi Jeno senang saat melihat Renjun keluar dari sana dengan keadaan baik-baik saja.

“Njun” panggil Eric

“Daddy Jen! Kak! Injun punya jelly” seru si kecil saat sudah keluar dari sana.

Tanpa sadar langsung saja Jeno peluk tubuh kecil Renjun, mengangkatnya dalam gendongan cepat. Mulut yang tidak hentinya merapal kata terima kasih, disertai elusan tangan Eric pada punggu Renjun.

“Maaf, tapi.. kalian? Keluarga anak ini?” tanya orang asing tersebut.

“Ya, kami keluarganya” jawab Eric.

“Aku ngga tau kenapa anak itu tiba-tiba ada di dalam lift, dia sempet nangis waktu lift tiba-tiba berhenti mendadak. Jadi aku kasih dia jelly”

“Makasih, emang gue aja yang teledor. Maaf kalau ngerepotin” kata Jeno berterima kasih pada laki-laki tinggi itu.

“Oh? sama sekali ngga ngerepotin. Dia awalnya aja nangis, tapi kayaknya aku yang lebih takut tadi.. dia banyak cerita didalem tentang ayahnya dan menurutku itu lucu” jelas laki-laki itu seiring kekehannya, merutuki dirinya sendiri yang terlihat lebih ketakutan dibanding Renjun tadi. “Aku pergi dulu, makasih buat ceritanya Lee Injun.. byee”

Jeno berkedip beberapa kali, lalu menoleh melihat wajah Renjun. “Lo ngga cerita yang aneh-aneh tentang gue kan?” Jeno menyelidik.

“Daddy Jen, kak Dely baik”

“Namanya Dely?”

“Delyy”

“Dery?”

“Eum, Injun kan ngga bisa ngomong 'el’ dad”

“Terserah lah, ayo pulang” Jeno tidak ambil pusing siapa laki-laki tadi, ingin cepat-cepat pulang saja.

“Injun mau tulun”

“Ngga”

Eric tersenyum dalam diam, apa Jeno se-khawatir itu?

Tidak seperti biasanya Jeno yang meminta untuk menggendong Renjun, Jeno sendiri tidak mau lepas pula. Dalam hati Eric berharap jika Jeno mulai menerima Renjun, atau mungkin lebih baik mulai menyayangi Renjun.






Next Later










Pagi rumputt 💚💚

Baby Renjunnie ver 2Where stories live. Discover now