Women and Their Supporter

557 89 18
                                    

Jihyo duduk diam di halte bis, menunggu bis yang mengarah pada kantor tempatnya bekerja. Dengan menggenggam sebuah cup coffe yang baru saja ia beli, matanya menelisik kearah jalanan. Menunggu bis yang akan datang menjemputnya.

Mengetuk-ngetukan ujung sepatunya ke jalanan, menghitung detik-demi detik yang terbuang untuk menunggu bis. Tak biasanya ia terlambat, ini karena insiden Jihyo lupa menaruh file yang akan dipresentasikan hari ini.

Kemudian beberapa orang datang dan menduduki posisi yang kosong disebelahnya. Jihyo melirik arloji yang menempel ditangan mungilnya, tiga menit lagi bis akan datang. Wajar saja banyak orang yang berkerumun menunggu.

Jihyo masih menikmati menatap jalanan yang mulai ramai, masih awal minggu dan banyak orang berbondong-bondong berpergian kesana-kemari.

Bahu kirinya ditepuk, Jihyo menoleh. Perempuan cantik dengan rambut sebahu tersenyum pada Jihyo.

"Kamu Jihyo kan?" Jihyo terdiam sesaat menatap perempuan disebelahnya.

"Benar, kamu Jihyo! Kamu gak inget aku?"
Wajah perempuan itu agak terlihat sedih.

"Aku Wendy, Son Wendy!"

"Ah, kak Wendy?" Jihyo tersenyum kepada Wendy. Son Wendy adalah kakak kelasnya ketika SMA.

"Maaf aku gak ngenalin kakak, soalnya kakak beda, tambah cantik"

"Enggak kok, justru kamu yang tambah cantik. Aku juga sempet pangling sama kamu. Kabar kamu gimana?"

Sebenarnya Jihyo bukan tipe perempuan yang bisa berbicara panjang seperti perempuan lainnya. Namun ia merasa tak enak bila hanya menjawab sekenanya saja.

"Sehat kak. Kakak gimana?" Ia mencoba berbicara lebih lama dengan Wendy, sudah lama juga ia tidak bertemu dengan Wendy. Terakhir kali mereka bertemu saat pesta kelulusan kelas 12.

"Sehat juga. Kamu mau kemana nih? Berangkat kerja?" Jihyo mengangguk menjawab pertanyaan Wendy.

"Kakak nunggu bis?"

Wendy tersenyum malu. "Nunggu jemputan juga, tapi sama pacarku. Ayah bakalan marah kalo aku tau dijemput pacarku. Padahal kan sekarang aku udah 30 tahun, tapi ayah masih khawatir kalo ada yang deketin aku"

Ayah

Jihyo tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah. Jihyo tersenyum menanggapi ucapan Wendy, dirinya tidak tahu harus berbicara apalagi.

Benar, Wendy adalah perempuan sempurna. Cantik, pintar berdandan, pintar memasak, cerdas, kaya raya dan lahir dari keluarga yang penuh kasih sayang.

Sementara Jihyo harus banting tulang setelah keluar dari panti asuhan. Ia tak ingin iri dengan milik orang lain.

Jihyo hanya ingin merasakan bagaimana dikhawatirkan orang tuanya saat pulang terlambat, ditanya-tanya saat ingin pergi, ditelpon jika belum pulang. Jihyo tersenyum kecil dengan cerita Wendy.

"Ayah kak Wendy khawatir anak perempuan nya pergi dengan laki-laki lain. Ayah kak Wendy takut laki-laki itu melukai kak Wendy. Dia hanya ingin anak perempuannya selalu terjaga, kak"

Wendy tersenyum manis. "Kamu benar Jihyo"

"Ah, aku jadi merasa bersalah pergi diam-diam"

•••

Setelah Wendy pergi bersama kekasihnya dan bis datang, Jihyo mengantre untuk menaiki bis bersama penumpang lainnya.

'Srakk'

Mie Instan |Jihyo|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang