Seseorang tengah berdiri, memandangi jendela dalam diam. Hingga suara derap langkah dari balik arah pandangnya mengalihkan fikirannya.
"Ly,"
Panggilan itu, membuatnya berbalik badan. Tanpa merubah raut wajahnya yang tak tertampak garis wajah.
Matanya menatap datar ke seorang itu sebagai jawabannya.
"Kapan lo memulainya?"
Ia melangkah ke bilik ranjang, tak menyahut lawan bicaranya. Matanya memandang seseorang yang tengah terbaring tak berdaya. Hanya dengan memandang, fikirannya selalu tertuju ke seorang yang jika mengingatnya membuat tangannya refleks mengepal.
"Bermain cantik, akan lebih menyenangkan.." Ia menjeda ucapannya sesaat. Pandangannya terganti ke lawan bicaranya sekarang. ".. pelan-pelan. Menjadi kecurigaan itu tak menjadi resiko."
✧✧✧
Sore hari, tepatnya di salah satu Mall ternama di Jakarta.
Masih dengan seragam SMA Trisatya yang melekat di tubuh mereka. Ditutupi jaket hitam yang sengaja tak di seleting, menambah pesonanya. Ia berjalan dengan seorang berambut pirang dengan seragam yang sengaja di crop ditambah rok span sepaha sebagai bawahannya.
Tinggi yang tak selaras namun terlihat cocok. Ya itu mereka.
Setelah berjalan dari lantai bawah. Pandangannya melihat ke tempat tujuan mereka, Timezone.
Mata nya melirik ke permainan yang memainkan bola basket. Tangannya mengambil bola basket didekatnya lalu melempar bola tersebut ke ring yang berada dihadapannya.. tepat! Ia berhasil memasukkannya dalam satu kali percobaan.
"Gue juga bisa kali Zid, gini doang!" Tangannya melempar bola itu, namun keberuntungan tak berpihak padanya. Bola itu melayang di luar ring.
Terdengar tawa renyah dari orang yang berhasil memasukkan bola basket itu ke ring.
Orang yang ditertawai nya mendengus tak terima. "Tadi baru pemanasan kok!" Tangannya kembali melempar bola basket itu dengan keyakinan yang membara, namun hal itu sontak pupus kala bola basket itu lagi-lagi meleset dan hanya mengenai ujung ring saja.
"Baru pemanasan?"
Mendengar perkataan yang seolah mengejek membuatnya kembali mengambil bola basket itu dengan cepat dan menekannya dengan kesal. "Gue bisa!"
Tangannya bersiap untuk menghempaskan bola basket itu, namun saat itu juga harus tertahan kala sebuah tangan memegangnya tepat diatas telapak tangannya yang sedang memegang bola.
"Kaya gini, Zell.." tangannya mengarahkan bola basket itu dan melemparnya. Dan tepat! Bola basket itu kembali memasuki ring membuat Zelline terkesiap harus kesal karena kalah atau baper karena Zidan kini tepat di belakang tubuhnya. Aroma maskulin dari tubuh Zidanpun memasuki Indra penciuman Zelline. No! Ini terlalu memabukkan. Bisa gila ia jika posisi dirinya dan Zidan akan tetap seperti ini.
Zelline menggeliat saat tubuhnya berada sangat dekat dengan Zidan. Ia mendongak ke atas dan memiringkannya sedikit. Terlihat Zidan menatapnya dengan alis yang terangkat satu.
"See?"
Dengan sekali dorongan, Zelline menjauh dari tubuh Zidan. "Iya Zidan ganteng.. lo menang."
Tawa Zidan kembali terdengar, Zelline menatap Zidan dengan dongkol.
"Lucu."
Raut wajah Zelline berubah kala mendengar perkataan Zidan-- What! Apakah Zelline salah dengar?
"Lo ngomong apa?" Tanya Zelline seraya meminggirkan rambut yang berada di samping. telinganya. Menjaga-jaga siapa tahu memang benar dirinya salah dengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zelline Aurora
Teen FictionSemua orang tau, jika menyangkut tentang cinta, kebodohan akan memanipulasinya. Satu perempuan gila yang bertekad keras dalam mengejar cintanya. Dan laki-laki yang terlalu naif, menjadi peran utamanya. *** Kisah ini tidak hanya berpusat terhadap p...