Kedatangan dan kepergian (1)

898 174 3
                                    

Malam itu kota berjalan seperti biasanya, suara kendaraan dapat terdengar jelas, banyak pejalan kaki yang berlalu-lalang, namun di satu gang sebuah cahaya terang terlihat. Kejadian itu terjadi dalam sekejap. "Tolong... Tolong biarkan aku hidup!" Seruan penuh ketakutan dapat didengar.

Namun ketika dia melihat telapak tangan itu menjulur, dia tau dia tidak akan selamat. Menghembuskan nafasnya, gadis itu terbatuk sesaat merasa udara dingin menerpa tubuhnya, menutupi mulut dengan tangan, sesaat tangan itu dijauhkan, dapat ia lihat darah dengan jelas menghiasi telapak tangannya.

"Hah... Sial, mereka tau keberadaanku." Mendecih pelan, gadis itu mengelap telapak tangannya dengan sapu tangan. "Mikael," ujarnya pelan. Langsung saja dibelakang gadis itu muncul seorang lelaki berusia 20 tahunan. "Ya, nona?" Pria itu membungkukan tubuhnya menunggu instruksi dari sang gadis.

Menghembuskan nafasnya, baru saja sang gadis akan menjawab, setidaknya sampai dia meraskan getaran pada kantong celananya. Mengeluarkan smartphone-nya, sang gadis mengamani nama kontak yang menelponnya. Matanya kembali melirik kearah pria bersurai biru muda dihadapannya. "Berdirilah, aku akan menjawab ini dulu." 

Menikuti perintah sang gadis, pria itu bembenarkan postur tubuhnya. "Ya, papa? ... Begitu, omong-omong pa, keberadaanku sudah diketahui. ... Ya, baiklah aku mengerti. Papa... tidak perlu mengkhawatirkanku. Tolong titipkan salam ke mama dan adik-adik juga ... Tenang, aku memiliki Mikael dan Michelle bersamaku, dadah."

Mematikan sambungan, sang gadis menatapi layar smartphone-nya beberapa detik. Rasa tidak rela ada didalam hatinya, namun dia harus melakukan ini. Demi keluarganya dan demi dirinya sendiri. Percakapan barusan, akan menjadi percakapan terakhirnya bersama sang ayah. "Mikael, apa semua persiapan sudah selesai?" Tanya gadis itu tenang.

"Ya, nona. Michelle telah melakukan semua suruhan anda... tapi, apa anda harus melakukan ini?"

Menatap kearah Mikael, gadis itu tau pria itu tidak rela akan hal ini. "Aku harus, Mikael. Jika tidak, aku akan mati." Bohong jika pria itu bilang dia tidak berat hati akan apa yang akan dilakukan nonanya, namun perintah adalah perintah. Gadis itu menatap sang pria dengan serius.

"Sekarang bawa aku ketempat Michelle berada. Cepat, sebelum terlambat." Mengangguk, Sang pria langsung mengangkat tubuh nonanya pada pundak kiri dan keduanya melesat pergi dari tempat itu.

.....

Mantel yang ia gunakan hampir terhempas oleh angin jika bukan karena mantel itu terikat pada tubuhnya. "Nona, kita telah tiba."  Membuka kedua matanya, tampak sebuah gudang tua ditempat terpencil. Sungguh tempat bagus untuk menjalankan sebuah ritual.

Menurunkan sang gadis dengan perlahan, mereka berdua berjalan masuk kedalam gudang itu. Baru saja mereka melangkah masuk, disaat itu pula sebuah bor raksasa melesat kearah mereka. Tetapi tidak ada yang panik, wajah datar nan tenang setiap menemani. Menjulurkan tangn kanannya kedepan, Mikael menghancurkan benda itu dalam sekejap.

"Ah! Apa kau harus benar-benar menghancurkan eksperimen ku kak!?" Seruan menggema pada tempat itu, namun tiada sosok yang mereka lihat. Menghembuskan nafasnya, Mikael sudah pasrah akan sifat kekanakan adiknya. Tapi bagaimanapun, adiknya memanglah masih anak-anak. Mikael tau, jika begini maka adiknya tidak akan keluar sama sekali.

Berlutut dengan kaki kanannya, pria itu menyentuh lantai ruangan itu. "Michelle, keluarlah dalam hitungan ketiga, atau akan ku hancurkan ruangan ini." Ancaman yang membuatnya bergidik ngeri itu berhasil membuat Michelle keluar dari pesembunyiannya. Bayangan ilusi yang dibuat gadis itu seketika 'pecah' seperti kaca.

Gadis bersurai baby blue panjang tampak duduk diatas kontainer terbengkalai disana. Dia berdiri lalu melompat, hanya untuk mendarat dihadapan nonanya sembari membungkukan tubuhnya. "Selamat malam nona, Michelle at your service." Menganggukan kepala, gadis yang disapa berjalan melewati Michelle.

𝑈𝑛𝑟𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑡𝑖𝑐 𝐸𝑥𝑖𝑠𝑡𝑒𝑛𝑐𝑒Where stories live. Discover now