4. Konsultasi

886 101 3
                                    

Dua minggu berlalu sejak kejadian Xiaojun keguguran, dan entah bahagia atau sedih. Xiaojun merasa Hendery sekarang sangat jauh.

Mereka bahkan sudah tidak pernah bertemu atau bahkan sedekar mengirim pesan, menghela nafas jengah, Xiaojun meletakkan kembali pena yang ia gunakan untuk membuat sketsa.


"Aaghhhh!" Berteriak frustasi karena masih tetap di hantui rasa bersalah dan terbayang-bayang akan wajah mantan suaminya.


Meminum kopi pahit yang ia pesan tadi siang, menegaknya habis walau sudah dingin.


"Aku tidak bisa seperti ini terus!" Meletakkan hasil desainnya di meja, mengambil tas lalu turun menuju basement, tujuannya sekarang adalah rumah Kun.


.

.

.

.

.

.

.


"Masih mencintainya oh?" Qian Kun. Ia adalah teman Xiaojun waktu di universitas dulu. Dan sekarang Kun sudah resmi menjadi dokter spesialis kejiwaan.


Dulu Hendery ataupun Xiaojun sering datang untuk sekedar konsultasi masalah hubungan mereka atau bahkan ketika setres, dan sekarang hal itu terjadi kembali.


"Aku tak tahu Kun! Kepalaku rasanya mau pecah." Keluh Xiaojun.


"Ku pikir kau memang masih mencintainya, jangan memaksakan egomu Xiaojun."


"Aku datang kemari untuk meminta saran! Kenapa malah memojokkan ku!" Xiaojun kesal bukan main.

"Okeoke! Jadi begini, jika kau tak gengsi maka datangi Hendery, atau mungkin hanya untuk melihat ia baik-baik saja atau tidak. Dan jika sebaliknya ku pikir kau perlu pelampiasan untuk perasaan mu."


Xiaojun berdecih. "Cih, saran macam apa itu!!"


"Cari laki-laki lain Xiaojun!" Tegas Kun.

Xiaojun hanya diam, dia bahkan yak dekat dengan lelaki manapun. Menyebalkan sekali.


"Sudahlah, aku ingin pulang. Terimakasih Kun." Xiaojun berjanjak dari tempatnya, membuka pintu untuk keluar.


Namun saat ia membuka pintu, ia malah di kejutkan dengan penampakan sosok yang paling ia kenal dan ia rindukan atensinya tengah berdiri tegak sambil mengernyitkan dahi heran.

"Hendery?"

"Xiaojun?"

"Ekheemm!" Kun dari dalam berdehem. Membuat mereka berdua salah tingkah.

"Jadi? Kalian berdua ingin masuk?" Tawar Kun.

Xiaojun menggeleng. "Tidak, aku akan pergi ada urusan." Setelahnya pergi begitu saja tanpa menatap Hendery.

Hendery masih terpaku di tengah pintu menatap kepergian Xiaojun.


"Jadi masuk tidak?"

"Oh?"

Akhirnya Hendery masuk dan mengunci pintunya, duduk didepan Kun dengan ekspresi tak terbaca.


"Mengeluh lagi tentang Xiaojun?" Tebak Kun.

"Sepertinya." Jawab Hendery.

Kun menghela nafas panjang. "Kalian ini sama saja, jika masih saling suka kenapa tidak rujuk saja?" Sambil memijit pangkal hidung, Kun menatap kesal kearah Hendery.


"Ada hal yang perlu kau tahu! Jikalau kami rujuk, aku pikir kami akan bercerai lagi beberapa bulan kemudian." Jawab Hendery.


"Itu karena kalian tidak ingin mengalah, kau api. Dan Xiaojun juga api. Api dengan api, kau tahu —, terbakar!"

"Aku pikir salah satu dari kalian perlu menjadi air untuk memadamkan api tersebut."


Hendery hanya diam, Kemudian bertanya. "Tadi ia kemari untuk apa?"


Kun menggerlingkan matanya malas. "Tentu saja mengatakan keluhannya, kenapa ia selalu teringat wajahmu!"

"Eh?" Kun menutup mulutnya kembali, bisa-bisanya ia keceplosan seperti tadi.


Hendery terkejut, awalnya. Namun ia berusaha menutupi keterkejutan itu.


"Lupakan! Anggap saja aku tak mengatakan apapun."

"Tapi aku sudah mendengarkannya." Gumam Hendery.


"Ya! Sudah ku bilang anggap saja tak dengar!" Kun memekik kesal. Dua pasien yang sangat menyebalkan.


"Aku bukan konsultan hubungan, aku hanya menangani gangguan psikis tapi kenapa kalian selalu datang? Aihh!" Kun kini mengambil jubah dokternya, ingin keluar dari ruangannya meninggalkan Hendery.


"Masih ingin tetap disana dan dianggap maling tuan?" Tanya Kun dari arah pintu.


Hendery terkekeh, tanpa banyak bicara ia keluar dari ruangan Kun. Tujuannya adalah planetarium. Melihat langit dengan ribuan bintang adalah yang terbaik.


.

.

.

.


.

.


Sementara itu Xiaojun tengah merapalkan banyak umpatan karena tak sengaja bertemu Hendery, wajahnya merah padam. Kenapa ia tak bisa mengontrol ekspresinya? Ah ia malu.


Ia sekarang tengah berdiri di samping zebra cross, memegang perutnya yang terasa nyeri.

"Ah jangan lagi!" Xiaojun rasa hari ini adalah hari terisial baginya. Mengobrak-abrik isi tasnya, mencari obat pereda maag. Namun ia tak menemukan apapun.


Nyeri yang menderanya semakin menjadi-jadi. "Ya Tuhan!"


Xiaojun bahkan hampir saja terperosok kejalan jika tak ada orang baik yang memapah tubuhnya.

Niat hati ingin mengatakan terimakasih, namun yang ia dapat justru hal yang tak terduga.

"Sudah tahu punya penyakit maag, apa kau melewatkan jadwal makan mu lagi demi gambar-gambar jelekmu itu??"

"H-hendery? B-bagaimana?"






T.b.c

A/N
Gaez kalo misal gw punya buku terbit bakalan ada yg mau beli gak sih😭

After Divorce ; henxiaoWhere stories live. Discover now