6. Menyayangi Matahari

19 5 0
                                    

Khawatir tidak selalu diutarakan dengan rasa manis

•Matahari•
Oleh Winda N

Sampai di kampus, Alshan segera membawa Heli ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan. Keadaan Heli benar-benar lemah, wajahnya juga semakin pucat dari pagi tadi. Dari pengakuan Kuna, Heli sempat mengeluh sakit perut seperti ditusuk-tusuk sebelum pingsan. Dan saat ini ditemani Kuna, Alshan tengah menunggui Heli yang sudah dipindah ke ruang rawat inap.

"Kamu makan dari luar ya tadi?" Alshan bertanya sambil memandangi wajah Heli yang hampir terpejam.

Mata Heli kembali terbuka. "Nggak."

"Kok sampai kena grastitis?"

"Mana gue tahu?" balas Heli dingin seperti biasa.

"Nggak kok, Kak Alshan, Heli nggak makan dari luar, dia aja belum makan tari pagi." Kuna menambahi ditengah perdebatan pasangan itu.

"Kenapa nggak dimakan bekalnya, Heli? Jangan-jangan obatnya juga belum kamu minum?" tebak Alshan dengan wajah mengintimidasi.

"G-gue udah mau minum kok, cuma keduluan sakit perut, terus pingsan," alibi Heli.

"Alasan. Itu alasan kamu kan?"

"Lo nuduh gue?"

"Emang itu kenyataannya kan?"

"Shan, gue lagi nggak pengen debat sama lo, ini rumah sakit. Gue lagi sakit, kalau lo kesini buat marahin gue lebih baik lo pergi!" teriak Heli dengan tubuh lemas, dia menatap Alshan dengan sorot tajamnya. Tubunya benar-benar lemas, dan Alshan malah memarahinya, itu membuat Heli ingin memaki Alshan jika tidak ingat sedang di tempat umum.

Kuna mundur beberapa langkah, dia merasakan aura ketegangan antara pasangan itu. Kuna memilih tidak ikut campur.

"Sekali aja nurut sama aku bisa? Kamu itu lagi nggak sehat, Hel. Kenapa sih susah banget dibilangin. Kamu itu punya riwayat maag, kalau udah parah kaya gini yang susah siapa?-"

"Yaudah kalau lo nggak mau gue susahin lo pergi aja, nggak usah kesini, beres! Gue juga nggak mau nyusahin lo!"

"Aku belum selesai ngomong Heliana!"
Heli bungkam, seketika membuang muka dengan dada yang naik turun. Hatinya tersengat mendengar ucapan Alshan barusan. Antara ingin marah dan menangis, Heli tidak bisa menahan buliran air di pelupuk matanya. Heli terisak.

Alshan tertegun sesaat, menyadari kesalahannya. Dia membuang muka sambil menyugar rambutnya.

"Astaghfirullah hal'adziim."
Bagaimana Alshan bisa sampai hilang kendali seperti ini? Dia tidak sadar sudah menyakiti hati Heli, dia membentak istrinya tadi. Heli pasti sakit.

"Maafin aku, Hel. Aku nggak bermaksud bentak kamu tadi. Aku kebawa emosi." Alshan meraih tangan Heli dan mengecup punggung tangannya. Heli hanya diam sambil terisak.

"Ini bukan kali pertama kamu kena grastitis sampai pingsan. Kamu ingat kan gimana sebelum-sebelumnya? Aku nggak mau itu terulang lagi. Cukup kamu yang benci sama aku, asal jangan sama kesehatan kamu. Kalau kaya gini yang susah bukan aku, tapi kamu sendiri, Heli," terang Alshan panjang lebar. Sesekali mengecupi punggung tangan Heli.

"Maaf udah bentak kamu tadi, aku kebawa emosi. Aku takut kamu kenapa-kenapa. Maaf." Alshan terus saja mengucap maaf, dia merasa bersalah. Sedangkan Heli masih setia enggan melihat Alshan.

Kuna yang sedari tadi diam dibelakang pasangan itu, menghela napas sambil geleng-geleng kepala. Yang suami sangat perhatian, yang istri emosian. Dua orang itu memang pasangan yang serasi.

Matahari ( Selesai )Where stories live. Discover now