16. Tersirat

15 5 0
                                    

Kegiatan Komunitas Peduli berjalan lancar dengan dihadiri warga sekitar dan bantaran sungai yang memang letaknya dekat dengan gedung serbaguna tak jauh dari rumah sakit Prima Persada. Kali ini kegiatan dilaksanakan disana.

Dari total sepuluh anggota yang tergabung, dibagi menjadi tiga kelompok untuk masing-masing berjalan sesuai tugasnya.

Tak terasa empat jam sudah berlalu akibat terhanyut dengan kegiatan. Langit juga sudah berubah menjadi gelap dan suara adzan magrib telah berkumandang. Mereka segera mengemasi peralatan-peralatan lalu beristirahat, sebagian lagi mencari masjid terdekat.

Tak terkecuali Alshan, sebelum benar-benar meninggalkan tempat, laki-laki itu mengemasi peralatannya terlebih dahulu. Ternyata kegiatan ini cukup menguras energinya setelah hampir seharian di rumah sakit.
Alshan mengeluarkan hape untuk menelepon Heli. Mengabarkan jika dia akan segera pulang.

"Kenapa?"

Suara dari seberang sana berhasil membuat senyum Alshan mengembang.

"Assalamualaikum, istriku." Alshan mengoreksi. Terdengar helaan napas dari istrinya itu. Alshan tidak kaget, memang seperti ini kan sikap Heli?

"Wa'alaikum salam. Kenapa telepon gue?"

"Kok gitu sih ditelepon sama suami?"

"Ya terus gue harus apa? Udah deh, Shan, nggak usah mulai."

"Aku sebentar lagi pulang, tapi ini mau salat magrib dulu." Alshan memberi tahu.

"Hmm."

"Hmm aja?"

Alshan mendengar Heli kembali menghela napas. "Iyaa." jawab Heli akhirnya.

Alshan terkekeh. "Kamu di rumah kan?"

"Iya, sama Kuna."

Alshan mengangguk. "Mau titip apa nanti?"

Jeda sejenak, terdengar Heli sedang meminta persetujuan pada sahabatnya. "Cireng sama Seblak," kata Heli.

"Oke, siap Ratu," kata Alshan.

Setelahnya tidak ada kata lagi yang keluar. Masih dengan telepon yang tersambung, baik Alshan maupun Heli tidak ada yang berinisiatif mengatakan sesuatu. Alshan bisa mendengar suara televisi dari seberang telepon.

"Hel. Kamu nggak marah kan?" tanya Alshan akhirnya.

"Nggak," balas Heli singkat seperti biasa.

"Aku--"

"Mas Alshan!"

Alshan menoleh kala seseorang memanggilnya. "Iya, Mbak Shasa?"

"Mas Alshan, ada satu orang lagi yang mau berobat. Bisa, Mas?" kata Shasa sembari mendekati Alshan.

"Oh bisa, Mbak, sebentar ya." Kemudian Alshan kembali menghadap hapenya.

"Hel, sebentar ya, ada orang yang mau berobat. Nanti aku telepon lagi," pamitnya pada Heli.

"Hmm." Heli hanya berdeham.

"Aku tutup dulu, Assalamualaikum."

Dan sambungan berakhir. Alshan duduk kembali ke kursinya.

"Maaf Mas Alshan, Ibu ini mau periksa. Saya bingung mau bawa Ibu ini ke siapa, soalnya semua sudah nggak ada di tempat. Cuma Mas Alshan aja yang masih disini, yaudah saya ajak kesini," terang Shasa sambil mempersilahkan perempuan paruh baya ini duduk.

"Iya, Mbak." Alshan mengangguk. Lalu perhatiannya mengarah pada Ibu-ibu didepannya. "Ada yang bisa saya bantu, Bu?"

"Saya sering pusing akhir-akhir ini, Dokter." Ibu itu menceritakan semua keluhannya. Alshan mengambil peralatan medisnya, dengan telaten Alshan memeriksa sembari menjelaskan apa yang dialami Ibu tersebut.

"Ini obatnya diminum tiga kali sehari ya, Bu. Kalau Ibu mengalami pusing tadi, istirahat dulu. Sirupnya diminum sebelum makan ya, kalau pilnya diminum setelah makan," terang Alshan sembari menyerahkan obat.

Ibu itu mengangguk. "Terima kasih, Dokter. Saya nggak tahu lagi kalau nggak ada pengobatan gratis seperti ini."

"Alhamdulillah." Shasa menyahut.

"Untung ada Mbak ini tadi, terima kasih ya, Mbak," ucap Ibu paruh baya rambut digelung tersebut pada Shasa.

"Sama-sama, Bu. Semua ini atas izin Allah," balas Shasa.

"Terima kasih, Dokter," ucap Ibu itu pada Alshan.

Alshan mengangguk, lalu pamit untuk pergi lebih dulu ke masjid. "Kalau begitu saya permisi dulu ya, mau salat magrib dulu."

"Mas Alshan tunggu," cegah Shasa membuat langkah laki-laki itu berhenti.

"Kenapa Mbak Shasa?" tanya Alshan sembari melipat lengan kemejanya.

"Ayah mengundang Mas Alshan buat ke rumah, Mas." Shasa setengah menunduk sambil menautkan kedua tangannya.

"Saya? Ada acara apa?"

"Saya kurang tahu, cuma itu pesan Ayah tadi ke saya, Mas."

Alshan berusaha menerka maksud tersebut.

"Gimana, Mas Alshan, bisa?" Shasa memastikan.

"Insya Allah. Boleh saya ajak istri saya juga kan?" tanya Alshan.

Shasa mengangguk pelan.

"Alhamdulillah, terima kasih Mbak. Kalau gitu saya duluan ya, Assalamualaikum." Alshan pamit untuk kedua kalinya.

"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh," ucap Shasa lirih dengan pandangan nanar.

.
.
.

Kasembon, 17 Mei 2022📍

Matahari ( Selesai )Onde histórias criam vida. Descubra agora