21. Dream

16 4 0
                                    

"Sudah lengkap semua, kamu juga sudah beli sepatu impian kamu. Sekarang waktunya kita pulang," seru Hafsah pada anak gadisnya yang berjalan beriringan dengannya. Kedua tangan gadis itu penuh dengan paper bag yang menggantung hampir menyentuh siku. Meski begitu, dia tidak mengeluh karena hal semacam ini sangat menyenangkan menurutnya.

"Masih ada satu lagi yang aku pengen beli sebelum kita pulang, Ma," kata Heli pada sang Mama.

"Apa?" Hafsah menoleh.

"Aku mau beli novel."

"Novel lagi, novel lagi. Kamu udah punya banyak di rumah. Beli yang lain aja," seru Hafsah tidak setuju.

"Tapi udah aku baca semua, Ma. Aku pengen yang baru," jelas Heli sembari merayu sang Mama.

"Kalau udah dibaca pasti ujung-ujungnya nggak terpakai dan nangkring di rak. Rugi."

"Ya nggak rugi lah, Ma. Buktinya novel-novel itu bisa bikin seneng dan naikin mood aku. Ya, ya boleh ya, Ma."
Seperti kebanyakan Mama-mama diluar sana, Mama Heli juga begitu, setiap kali dia membawa pulang novel dan ketahuan Mamanya pasti akan marah dan berakhir menceramahinya panjang lebar.

"Boleh ya, Ma. Please." Heli memasang wajah melas.

Hafsah menghela napas. "Iyaa."

Senyum Heli seketika mengembang. "Yeay. Makasih, Mama."

Lalu dua perempuan berbeda generasi tersebut berjalan menuju Gramedia yang berada di mall yang sama tempatnya berada.

Sementara Hafsah melihat-lihat buku di rak depan, Heli langsung memisah diri menuju rak novel fiksi. Matanya mengedar meneliti setiap sudut judul buku yang selalu berhasil membuat moodnya baik hanya dengan menatapnya.

Setengah berjinjit, Heli meraih buku berwarna biru yang ingin dia miliki. Buku dari salah satu penulis favoritnya. Namun, sebuah tangan lain justru meraihnya lebih dulu. Heli berbalik dan betapa terkejutnya saat matanya bertemu dengan pemilik tangan tersebut.

Orang tersebut mundur beberapa langkah sambil menyerahkan buku setelah berniat baik mengambilkannya untuk Heli.

"Buku yang kamu cari, kan?" Lelaki itu bersuara. Suara yang mengingatkan kembali akan satu nama yang berusaha Heli enyahkan dalam pikirannya, dalam hidupnya.

"Gue udah nggak butuh!" balas Heli dengan rahang mengeras dan tangan mengepal. Sedikit kasar dia mendorong pria itu dan mengambil langkah seribu untuk menghindarinya.

"Heli. Hel!"

Heli tidak menggubris lagi. Dadanya kembali dihujami ribuan batu yang yang membuatnya kembali sakit. Kenapa disaat seperti ini dia malah bertemu dengan mantannya? Mantan yang sangat dia benci, yang sudah menorehkan luka sedalam ini. Dan herannya, pria dengan lugu berani menatapnya seolah tidak pernah terjadi apapun diantara mereka.

"Ma ayo kita pulang, aku nggak mau ada disini lagi!" kata Heli pada sang Mama.

"Udah dapet bukunya?"

"Nggak. Aku udah nggak minat."

"Lhoh, kenapa?"

"Pokoknya aku mau pergi dari sini, Ma!" Setengah berteriak Heli berjalan lebih dulu mendahului Mamanya dengan langkah lebar. Hafsah cepat-cepat mengejarnya.

Heli tidak ingin terus berada disini bersama dengan sang mantan yang sangat dia benci, Alshan.

🌻🌻🌻

Matahari ( Selesai )Where stories live. Discover now