04 : terikat

1K 222 59
                                    

“Hah?! Yang bener?!”

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

“Hah?! Yang bener?!”

Alda mengangguk. “Bener, Ra. Masa aku bohong. Nyesel banget aku nanya kayak gitu di masa lalu.”

“Awokawokawok, makanya jangan sembarangan. Omong-omong, orangnya kayak gimana? Lebih tua dari kamu?” Haira bertanya.

“Aku sama dia seumuran. Menurut aku, dia ganteng, sih. Tapi tetep aja aku, tuh, gak mau dijodohin kayak gini. Kenal aja enggak, malahan baru ketemu.”

“Widih, udah kayak cerita-cerita novel aja. Udah, deh, gak usah sok gak mau. Nanti juga pasti bakal sama-sama cinta. Lagian, nih, ya, kece tau jadi menantu Kyai. Kayak amazing banget gitu, lohhhhhhh ...”

“Kamu bisa ngomong gitu soalnya bukan di posisi aku. Coba, deh, bayangin. Belum siap apa-apa tapi udah mau dijodohin aja. Aku belum bisa masak, ngurus diri sendiri aja masih kesusahan, apalagi ditambah ngurus suami.”

“Yailah, kamu, kan, gak bakal langsung nikah ini. Bisa, tuh, mersiapin diri. Mulai belajar masak dari sekarang. Minta bantuan umi kamu.”

Alda berdecak.

“Eh, omong-omong aku kangen kamuuuuuuu. Baru beberapa hari aja udah kayak gini rasanya, gimana kalo berbulan-bulan?”

“Iya, nih, sama. Aku udah betah di situ. Di sini rasanya kayak beda.”

Ceklek

Alda menoleh ke pintu.

“Kamu udah siap belum? Ayo keluar sama umi. Udah diminta turun, tuh.”

“Iya, Umi,” balas Alda. “Haira, nanti lagi. Udah mau mulai acaranya. Nanti aku telepon pas udah selesai.”

“Iya. Maaf gak bisa dateng, soalnya jauh.”

“Iya, gak apa-apa. Udah dulu, ya? Assalamu'alaikum.”

“Wa'alaikumsalam.”

Tut

Sambungan terputus. Alda menaruh ponselnya ke atas kasur. Sebelum menemui uminya yang ada di luar kamar, Alda memegang dada karena jantungnya berdebar kencang. Hari ini, dia akan resmi jadi tunangan Jiyad.

“Kalem, Alda, kalem. Gak apa-apa, terima aja. Daripada terus-terusan nginget mantan.” Alda bicara dalam hati. Setelah menghela napas, dia melangkah menuju uminya.

“Ayo, Umi,” kata Alda. Namun, sebelum pergi bersama uminya, Alda melihat Jiyad yang datang bersama keluarganya di ruang tamu sana. Setelah sang umi menggandeng tangannya, Alda melangkahkan kaki menuju tangga untuk segera menemui orang-orang yang menunggu.

Jiyad yang baru saja membenarkan kopiahnya mengarahkan atensi ke tangga dan melihat Alda tengah melangkah turun. Perempuan itu memakai gamis putih  dengan jilbab dengan warna senada. Terlihat begitu cantik.

[✓] JIYADDonde viven las historias. Descúbrelo ahora