SEBELAS

742 63 3
                                    

Malam harinya Tono yang merasa tidak dapat memejamkan mata sedikit pun memutuskan untuk bangkit dari posisi tidurnya. Pikirannya dipenuhi oleh pertemuannya dengan Revan. Salahnya memang meminta Revan untuk menjauhi dirinya. Tono sadar, sangat sadar jika apa yang telah dilakukannya saat itu adalah sebuah kesalahan. Hanya saja saat itu dirinya begitu marah. Sangat marah, tapi bukan karena dia tidak peduli dengan Revan melainkan sebaliknya, itu semua karena sikap lelaki itu yang datang dan pergi sesuka hatinya.

Merasa bingung tak tahu harus bagaimana menghabiskan malam, akhirnya Tono memutuskan untuk meraih dan menyalakan laptop miliknya. Biasanya mengecek pekerjaan adalah kegiatan yang tepat untuk menghabiskan waktu.

Setelah menonton video rekaman pekerjaannya, tiba-tiba saja ada sebuah video yang lebih menarik perhatiannya. Video yang bahkan dirinya sendiri tidak pernah ingat merekamnya. Tono memutuskan untuk menonton video tersebut. Dan saat itulah kedua matanya membesar. Tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya saat ini, di dalam layar berukuran 3 inci, di sana tampak sesosok lelaki yang sejak tadi mengusik pikirannya berada di dalam layar. Hanya saja di dalam layar, usianya kira-kira masih belasan tahun. Disana Revan masih berpenampilan seperti layaknya lelaki menggemaskan membenarkan posisi kameranya. Lalu, ia mengambil duduk di hadapan kamera tersebut. Dari background video itu, Tono yakin lelaki itu merekam di dalam kamarnya. Karena Tono masih mengingat kamar Revan dengan baik.

Tiba-tiba saja Revan yang berada di dalam layar terlihat gugup, butuh beberapa detik sebelum akhirnya ia menarik nafas dalam-dalam lalu melambaikan sebelah tangannya.

"Hai...," Sapanya dengan kaku. "Emmmmm... Kamu pasti bingung bagaimana video ini berada di laptop kamu. Aku yang memasukkan ke dalam laptop kamu saat kamu sedang mandi. Aku hebat, bukan? Well~ Aku nggak tahu harus mulai dari mana. Pokoknya aku sengaja membuat video ini karena aku enggak berani ngomong langsung sama kamu," ujar Revan yang tertawa di dalam video tersebut, meski gurat kesedihan tampak jelas di wajahnya. "Lucu ya, tapi memang itu yang sedang aku rasakan. Aku takut melihat kamu sedih dan kecewa sama aku. Karena dua hal itu adalah yang paling aku takuti saat ini. Tapi, dua hal itulah yang akan aku lakuin ke kamu sekarang." Dalam video itu Revan kembali menelan salivanya dengan susah. Cairan bening mulai menggenang di pelupuk matanya. Revan menengadahkan wajahnya dan menatap langit-langit kamarnya. Berharap air mata itu tidak akan jatuh.

Kemudian, Revan kembali menatap kamera meski usahanya sia-sia. Karena pada akhirnya cairan bening itu jatuh juga di atas pipinya. Melihat hal itu, ingin rasanya Tono menghapus airmata yang jatuh ke pipi lelaki itu dengan kedua tangannya. Apa yang menyebabkan Revan menangis kala itu? Tono begitu penasaran.

"Aku akan pergi, pergi cukup jauh dari kamu. Karena aku percaya kalau itu adalah hal terbaik yang dapat aku lakukan untuk kebahagiaan kamu." Revan terdiam sementara. Rasa sakit dan sesak mulai menjalar ke hatinya. Rasanya untuk berkata-kata saja semakin sulit. Tenggorokannya semakin tersekat, tapi bagaimanapun dia harus menyelesaikan video ini. "Tapi, jika kita bertemu lagi suatu hari nanti, aku pastikan kalau aku nggak akan menyerah untuk dekat lagi sama kamu. Aku akan berjuang semampu aku mendapatkan kamu, karena kamu satu-satunya laki-laki yang aku cintai, iya benar kalau aku mencintai kamu, agak gila memang. Jujur aku juga takut, kau dan aku adalah laki-laki, Aku cuman takut menjadi benalu untuk kamu. Dan aku nggak tahu sejak kapan perasaan ini tumbuh. Dan juga Aku harap kamu nggak marah sama aku karena perasaan ini." Revan tersenyum lembut walaupun beberapa tetes air mata mengalir di pipinya tanpa dihapusnya. "Jadi, jaga kesehatan selalu ya, Tono. I love you..."

•••
•••
•••
Lagi, untuk kali kesekian Tono terus mendesak dirinya untuk mengatakan hal yang menurutnya tidak perlu dibicarakan lagi. Toh sudah sangat jelas jika hari ketika Revan hendak menjelaskan alasan kepergiannya yang tanpa pamit itu, Tono begitu menolak dirinya. Bahkan, mengapa sekarang semua berubah? Dalam hitungan hari Tono terus mendesak dan menuntut jawaban darinya. Seperti saat ini.

"Apa kamu mau menceritakan alasan kepergian kamu ke aku?" Tanya Tono untuk yang kedua kalinya. Nggak peduli jika beberapa pasang mata di dalam cafe pada jam makan siang tertuju ke arahnya.

Revan menggigit bibir bawahnya. Pikirannya kacau, apa yang harus dirinya lakukan pada Tono? Berkata jujur jika kepergiannya saat itu adalah tidak ingin menjadi parasit dalam hubungan Tono dengan Tiffany atau haruskah ia mencari alasan yang lain?

Setelah perdebatan batin akhirnya Revan memutuskan untuk menjawab, "Nggak ada alasannya, semua itu murni keinginan aku sendiri."

Tono tahu jika lelaki di hadapannya saat ini sedang berbohong. Dari suaranya yang bergetar, seakan mengatakan jika ia sendiri tidak yakin akan perkataannya. "Jangan berbohong, Rev." Kata Tono.

Revan langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Kamu udah terlambat, Ton." Revan tak menghiraukan pernyataan yang baru saja Tono katakan. "Kisah kita telah berlalu, semuanya yang terjadi diantara kita bisa kamu simpan sebagai kenangan. Itu yang aku lakukan sekarang."

"Nggak, Rev. Kisah kita belum berakhir." Sela Tono dengan cepat. "Pertama aku ingin minta maaf atas sikapku yang memintamu untuk menjauhiku saat itu. Sejujurnya, pada saat itu aku begitu marah. Marah karena kamu datang dan pergi sesuka hati kamu tanpa pernah sekalipun mengabariku dalam 5 tahun itu. Bahkan, ketika aku akhirnya berhasil menghubungimu, kamu bahkan enggak menjawab telepon atau pesan yang aku kirim sama sekali. Aku marah. Marah sama kamu yang udah ninggalin dan mengabaikan aku. Padahal, nggak tau ya kamu kalau di sini aku begitu kehilangan kamu."

Mendengar ucapan Tono, hati kecilnya begitu ingin memeluk Tono dan berkata bahwa selama 5 tahun ini, tidak pernah sekalipun Revan melupakan ataupun mengabaikannya. Sebaliknya, Revan selalu memandangi pesan-pesan yang telah dikirimkan Tono untuknya berulang kali.

"Udahlah, Ton. Kamu udah terlambat untuk mengatakan hal itu. Sekarang aku minta tolong jangan ganggu aku lagi,"pinta Revan dengan lirih, berhasil membuat Tono terdiam di tempatnya.

•••
•••
•••

Sebuah ketukan pintu membuat Revan terkejut. Dirinya mengangkat kepalanya dan menatap lurus kedepan. Siapa itu? Apakah itu Tono? Seperti kemarin pagi ketika ia membuka pintu dan mendapati Tono berdiri di depan pintunya. Revan sungguh berharap hal itu terjadi.

Revan bangkit dari duduknya dan sedikit merapikan penampilannya, berharap sedikit terlihat tapi. Walaupun itu tidak mungkin berhasil. Mata bengkak dan lingkaran hitam dibawah mata nya tercetak jelas akibat dirinya yang terus menangis.

Perlahan Revan mulai menarik handle pintu, sedangkan jantungnya mulai berdebar-debar. Ketika pintu terbuka lebar, matanya membesar dan wajahnya sangat terkejut saat melihat sosok di hadapannya.

TBC~

•••°°°•••

REVAN



•••°°°•••

TONO

Warmth Inside You - BoyxboyWhere stories live. Discover now