TIGA BELAS

757 66 0
                                    

Tiga hari kemudian, akhirnya Tono dapat melihat pria yang dicintainya sekaligus dirindukannya sedang duduk di balik sebuah meja dengan posisi membelakangi pintu masuk kaca cafe yang berada di lantai dasar gedung WIN properties. Pandangan matanya fokus dengan kertas yang berada di dalam genggamannya. Setelah puas memperhatikan, akhirnya Tono memberanikan diri untuk melangkah masuk.

Tono memilih duduk di sebuah kursi dengan posisi membelakangi Revan. Tidak lama kemudian seorang gadis muda berwajah oriental menghampirinya. Setelah memesan segelas cappucino, gadis itu melangkah pergi. Namun tak lama kemudian gadis itu datang membawa minuman yang ia pesan.

Namun, cerobohnya kopi itu tergelincir sehingga cairan hitam itu membasahi celana jeans Tono. Berulang kali gadis itu meminta maaf, padahal Tono sudah berkata tidak apa-apa. Setelah meyakinkan gadis itu bahwa dirinya baik-baik saja, gadis berkulit putih itu pun akhirnya pergi. Tono menatap celana jeans-nya yang terkena noda. Berpikir mungkin gadis muda itu sedang mengambil lap. Maka, ia pun memutuskan untuk menunggu dan memandang keluar kaca.

"Permisi," sapa sebuah suara lelaki yang dikenalnya dengan sangat baik. "Apakah Anda membutuhkan tisu?"  Bibir Revan berhenti bergerak saat melihat wajah pria yang hendak ditawarinya tisu, karena pria itu adalah Tono. Melihat keterkejutan yang terlukis jelas di wajah Revan membuat Tono tersenyum pahit. Sebegitu kecewa kah Revan ketika melihat dirinya berada di hadapannya?

"Revan," Tono menyapanya dengan senyum di bibir. Meski reaksi Revan tampak tidak suka, tapi Tono merasa senang dapat melihat kembali wajah pria itu. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Revan menegakkan tubuhnya dan segera kembali menuju mejanya untuk mengambil tas dan melangkah pergi keluar kafe. Sayangnya, Tono tidak menyerah. Secepatnya Tono mengejar langkah Revan.

"Mau makan dulu bersama aku sebelum kita pulang?" Tawar Tono pada pria itu.

"Nggak,"

"Kenapa? Kita sama-sama belum makan. Aku nggak mau kamu sakit, Rev." Kata Tono setengah berteriak. Tiba-tiba saja Revan menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya menghadap Tono.

Baru sekarang Revan dapat melihat dengan jelas wajah pria itu. Tono terlihat tampak tampan dengan kemeja dan celana jeans yang terdapat noda hitam pada bagian sebelah lututnya. "Dengar ya Tono Hardiansyah. Jika aku menuruti keinginan kamu, Tolong jangan bersikap seperti ini. Aku nggak ingin menjadi pusat perhatian." Ancaman Revan yang merasa tidak nyaman dengan beberapa pasang mata yang mulai tertuju ke arahnya.

Bukannya takut atau merasa bersalah, sebaliknya sebuah senyum yang terukir di wajah Tono membuat wajah pria itu tampak menawan dengan kedua tangannya di dalam saku celana. Memaksa Revan untuk segera mengalihkan pandangan matanya. Sebuah restoran dengan bangunan era '30 atau '40-an tidak jauh dari cafe tempat Revan bekerja menjadi pilihan Tono. Ia pernah membaca info restoran ini di salah satu situs internet.  Mulai dari makanan Italia sampai Korea juga tersedia di restoran sepanjang jalan ini.

Tono memilih restoran Korea yang terkenal dengan dakgalbi-nya, walaupun harga yang ditawarkan cukup lumayan menguras dompet tetapi restoran ini cukup ramai. Revan terus mengikuti langkah Tono. Dirinya bukannya setuju dengan semua keinginan Tono, tapi di tempat umum seperti ini, Revan tidak ingin menjadi tontonan gratis para pengunjung restoran. Maka, ia pun menurut ketika Tono memesankan makanan untuk dirinya. Mereka makan dengan suara ceria Tono yang dijawab oleh Revan sekedarnya. Revan masih mencoba jaga jarak, walaupun sebenarnya hatinya berkata lain.

Sambil sesekali menatap wajah Revan, pikiran Tono melayang dengan kejadian semalam. Gimana ibunya datang menghampirinya dengan sebuah berita mengejutkan. Sampai membuat Tono mengepal kedua jemarinya menahan amarah yang memenuhi dadanya.

"Lihatlah ini," kata Riri (ibunda Tono) menyodorkan sebuah kartu undangan berwarna emas ke depan wajah Tono.

"Apa ini?" Tanya Tono terheran-heran.

"Ini adalah bukti bila pertunanganmu dan Revan telah dibatalkan."

"Maksud mama apa?" Diraihnya undangan itu dan dengan tidak sabar Tono langsung membuka kartu undangan tersebut. Saat melihat nama mempelai yang tertulis di atasnya, saat itulah amarah sekaligus kekecewaan melingkupi hatinya. Dan untuk itulah ia duduk di sini bersama dengan salah satu nama mempelai yang tertera di kartu undangan tersebut. Revan, lelaki yang dicintainya sekaligus calon mempelai yang ada di kartu undangan emas tersebut sebelumnya.

'Revan, Apa benar kau akan menikah dengan lelaki lain? Ataukah ini hanya gurauan saja untuk kamu bisa menjauhiku? Dan apa? Mungkin saja setelah menikah dengan pria lain kau akan pergi jauh lagi dariku?' Semua pikiran dan pertanyaan itu selalu hinggap di kepala Tono saat ini.

TBC~

•••°°°•••

REVAN



•••°°°•••

TONO

Warmth Inside You - BoyxboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang