Hi, Baby #17

1K 139 77
                                    

update lagi, heuheu.

Jarum jam menunjukkan hampir pukul sembilan malam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jarum jam menunjukkan hampir pukul sembilan malam. Kesibukkan masih terlihat begitu jelas di sebuah kamar yang didominasi dengan warna biru. Suasana yang nampak begitu cerah. Namun, tidak terlihat dari seraut wajah si pemilik kamar.

Lyla masih disibukkan dengan memainkan jari-jemarinya di papan ketik laptop miliknya. Manik kembarnya begitu fokus menatap monitor yang didominasi dengan tulisan. Entah apa yang gadis itu lakukan, seakan mengabaikan rasa lelah usai menjalankan aktivitas seharian.

Pintu kamarnya tiba-tiba saja terbuka, menampilkan satu pribadi yang membuatnya menutup cepat laptopnya. Lyla menghela napas, enggan menoleh sampai sang mama mendekat dan berdiri di samping meja yang tengah dia tempati.

Keduanya terdiam sesaat. Lyla yang menatap lurus ke depan, sementara sang mama menatap putri bungsunya yang selalu bersikap apatis.

Wanita bernama Allura itu meletakkan satu tangannya di atas meja, menatap lamat-lamat wajah Lyla yang masih enggan menoleh. “Kau sakit apa, Lyla?”

Lyla tertegun sejenak. Baiknya gadis itu masih bisa mengendalikan raut wajahnya. Dia tidak berniat menjawab pertanyaan sang mama.

“Masih sama 'kan, seperti sekolah menengah?” tanya sang mama lagi.

Menoleh dengan tatapan yang sulit diartikan, Lyla mengubah posisi duduknya untuk menghadap sang mama. “Kenapa bertanya? Memangnya mama peduli sama Lyla?”

Allura cukup tertegun mendengar perkataan putri bungsunya yang cukup menohok. Tidak bisa mengelak apapun, sebab faktanya, dia dan suaminya memang tidak memiliki banyak waktu untuk kedua putri mereka; Lisa dan Lyla. Meski begitu, kekhawatiran pasti akan selalu ada.

“Ada dua temanmu datang ke rumah untuk menanyakan kondisimu,” tukas Allura mengalihkan.

“Yah, aku memiliki teman-teman yang peduli padaku di saat aku tidak mendapatkan itu dari keluargaku sendiri,” sindir Lyla. Kembali mengalihkan pandangannya dari sang mama, Lyla menatap ke arah jendela kamarnya.

Allura menghela napas. “Terserah apa katamu. Tetapi, jangan membuat kekacauan lagi, Lyla! Jangan membuat malu keluarga kita!”

“Maksud mama mempermalukan apa, huh?”

Menjauhkan tangannya dari meja, Allura melipat kedua tangannya di depan dada. Manik kembarnya menatap serius ke arah putri bungsunya, seakan memberi sebuah peringatan. “Temanmu yang laki-laki, Alterish Kookie. Mama mencaritahu kalau dia anak dari keluarga yang cukup berpengaruh, keluarganya adalah pebisnis sukses. Jadi jangan buat kekacauan apapun dan mempermalukan keluarga!”

Lyla mengangkat sebelah alisnya, mengekspresikan seraut wajahnya acuh tak acuh. “Aku tidak pernah melakukan kekacauan. Aku tidak mengerti apa yang mama bicarakan.”

Dear, Baby.Where stories live. Discover now