17 | bagusnya kapan?

18.4K 2K 304
                                    

Peraturan lapak Fulv:

1. Harus komen banyak
2. Vote jangan lupa

Happy reading!

Kasih love buat Una di sini!💖

***

Iren baru merasakan menjadi ibu yang sebenarnya selama semingguan ini, harus menahan kantuk jika Una tiba-tiba bangun tengah malam dan menangis mencari papanya, membuatkan Una susu, memandikan Una, sampai membersihkan dubur Una seusai buang air besar.

Ketukan pintu dari luar mengganggu fokus Iren yang tengah menggambar alis.

"Tunggu!" Karena dirasa tanggung, Iren memilih menyelesaikan menggambar kedua alisnya sebelum membuka pintu. Itu pasti Loli, Iren yakin. Loli tidak akan berani masuk ke kamar Iren bila belum dipersilakan.

"Kenapa, Li?"

Lutut Iren tiba-tiba ditumbruk oleh bocah kecil ketika pintu sudah terbuka. Iren menunduk heran pada anaknya yang hanya mengenakan diaper.

"Una nggak mau dipakein baju, Bu," adu Loli yang sepertinya sudah lelah membujuk Una.

Iren geleng-geleng kepala disertai senyum, ia berjongkok di depan Una.

"Untung rambutnya Una nggak botak. Coba kalau botak, pasti Mami udah kira tuyul, lari-lari kok cuma pake popok gini?" Iren mencubit hidung anaknya penuh rasa gemas.

"Mami." Una malah merapatkan diri pada Iren, tangannya terulur, minta digendong.

"Una sama Mba Loli aja yuk, Mami mau kerja loh," kata Loli setelah melihat setelan rapi Iren.

Benar, Iren akan berangkat ke kantornya pagi ini. "Nggak apa-apa, sama aku aja dulu. Aku berangkat jam sembilan kok."

"Bunya Una gimana, Bu?" Loli mengangkat dress rumahan Una.

"Sini, biar aku coba pakein."

Emangnya Una langsung mau pakai baju kalau lo yang masangin?

Iren berdecak. Percaya diri sekali.

"Ini, Bu."

Baik, Iren akan berusaha sebisa mungkin. "Kenapa Una nggak mau pakai baju?" Iren membawa Una duduk di tepi ranjang. "Yuk, mami pasangin bajunya."

"Naaa." Una tak mau lepas dari maminya, ia justru memainkan cincin yang tersemat di kalung Iren.

Melihat cincin itu, Iren mengembangkan senyum masam.

"Ini cincin nikahnya mami loh, dari papa." Iren berbisik-bisik.

"Papa papa papaaa." Una terus mengulang-ulang kalimat itu. Untungnya, hanya sebatas gumaman tanpa diikuti tangis seperti saat pertama kali Una bermalam di tempatnya.

"Kangen papa, ya?"

"He'e."

Iren kontan mengerutkan kening. "He'e banget nih? Beneran kangen?"

"Anennnn, asdfghjklzx."

Iren menganga tak paham. "Oh ya? Kalau gitu, Una pakai baju dulu biar Mami ngasih tahu papa kalau Una udah kangen banget. Oke?" Iren meraih boneka Una di tengah ranjang, memberikannya kepada Una, setelah itu baru berjuang memasangkan baju di badan anaknya.

"Nah, selesai." Iren mengecup kedua pipi Una secara bergantian, lalu menurunkannya dari tempat tidur.

"Yuk, Una sama Mbak Loli dulu ya, Mami udah mau berangkat," ajaknya sambil menggandeng tangan Una. Iren berjalan pelan agar menyamai langkah anaknya yang sedang sibuk memeluk boneka.

Berpisah Itu Mudah (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang