20 | rumah batal cerai

23.2K 2.4K 598
                                    

Peraturan lapak Fulv:•Tekan vote sebelum membaca✅•Wajib komen yang banyak✅•Follow akun author buat yg belum follow 💖

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Peraturan lapak Fulv:
•Tekan vote sebelum membaca✅
•Wajib komen yang banyak✅
•Follow akun author buat yg belum follow 💖

Spam love buat Una yuk, komen di sini❤️❤️❤️

Note: akan up cepet kalau komen mencapai 350 dan vote 1 rb. Kalau ga ya up ngaret🙆🏻‍♀️

***

"Aku nggak mau ke RBC," tolak Iren yang merasa sangat terhimpit oleh keadaan. "Buat apa aku sama Dikta ke sana? Biar batal cerai?"

"Ya, di sana kalian bisa memikirkan risiko apa saja yang akan kalian hadapi jika terjadi perceraian, bicarakan semua masalah kalian. Jika memang pernikahan kalian sudah tidak bisa diselamatkan, ya udah." Ayah Dikta menatap Iren dan Dikta secara bergantian. "Pulang dan segera urus perceraian kalian."

"Satu bulan? Pekerjaan kami gimana? Satu bulan bukan waktu yang sebentar." Itu yang pertama kali terlintas di pikiran Dikta setelah mendengar titah ayahnya.

"Gampang, bisa Papi atur," jawab papi Iren.

Iren membuang muka. "Kalau kami pergi, Una sama siapa? Aku—" baru dekat sama Una selama dua minggu ini.

Ingin sekali Iren menjawab seperti itu. Namun, kebusukan rumah tangganya dengan Dikta pasti akan tercium jika ia terlalu jujur.

"Tenang aja, Una bisa tinggal sama mami selama kalian pergi," jawab Tamara.

"Aku tetep nggak mau," kata Iren ngotot. "Kami cerai bukan tanpa alasan. Kami nggak cocok. Dan dikirim satu bulan ke RBC? Itu percuma, bakal buang-buang waktu aja. Pada akhirnya, aku sama Dikta bakal tetep cerai. Ada atau tanpa persetujuan kalian."

Hari semakin malam, perbincangan semakin rumit.

"Baik, kalau itu yang kamu mau. Ke RBC batal, berarti semua warisan yang akan Papi kasih ke kamu juga batal."

Iren berdecak.

"Oke, aku bisa cari uang sendiri," tegas Iren.

Yasa menatap anaknya penuh kecewa, juga pada Dikta yang sedari tadi hanya bungkam. "Jangan anggap papi sebagai papi kalian lagi kalau kalian benar-benar nggak mau berusaha mempertahankan pernikahan kalian. Seenggaknya, bicarakan baik-baik dulu sebelum mengambil keputusan."

Kemudian, Yasa berpamitan pada kedua besannya sebelum berlalu ke dalam rumah.

"Kapan kami ke RBC?" tanya Dikta pada ayahnya.

"Kamu setuju ke sana?" Bambang langsung berdiri dari tempat duduknya.

Dikta mengangguk setuju.

Iren menatap Dikta tajam, pria itu kenapa tiba-tiba berubah pikiran?

"Nah, lebih baik kalian diskusikan di sana aja, kalian punya banyak waktu sebelum pulang ke Jakarta." Sandra yang tadi lemas kini jadi lebih punya harapan.

Berpisah Itu Mudah (Tamat)Where stories live. Discover now