Over And Over Again - (Halisol)

2K 81 1
                                    

Halilintar adalah seorang dosen teknik. Dari ratusan mahasiswa yang ia ajari ia memiliki satu mahasiswa yang sangat berbeda dari yang lain. Mahasiswa itu bernama Solar.

Solar terkenal pintar dan percaya diri. Ia merasakan perbedaannya dari mahasiswa lain saat menghadiri acara di kampus akhir tahun.

Saat itu ia sedang stres-stresnya karena baru bercerai. Karena itu ia melampiaskan stresnya dengan minum sebanyak-banyaknya hingga mabuk berat.

Beruntunglah beberapa mahasiswa membantunya untuk sampai ke rumahnya. Salah satu mahasiswa yang membantunya waktu itu adalah Solar.

Setelah Halilintar diantar dengan mobil beramai-ramai Taufan dan Solar memapahnya masuk ke dalam rumahnya. Namun saat sudah hampir sampai ke kamarnya tiba-tiba Taufan sakit perut jadi ia langsung menyelonong untuk menggunakan toilet.

Selagi Taufan menuntaskan panggilan alamnya Solar yang memapah Halilintar sampai kamar. Untungnya kamarnya sudah dekat jadi ia tidak terlalu terbebani karena harus menopang berat badan Halilintar sampai kamar.

Setelah menuntun Halilintar berbaring di kasur ia hendak keluar namun tiba-tiba Halilintar menarik tangannya hingga membuatnya jatuh menimpa Halilintar. Solar terkejut namun ia lebih terkejut lagi saat Halilintar memeluknya.

"Jangan ... Pergi ...." Racau Halilintar dengan mata tertutup.

"Eh? Ba ... Bapak ... Tunggu dulu." Wajah Solar memerah.

Dengan mata yang masih tertutup Halilintar mengeratkan pelukannya hingga membuat Solar terkesiap. Wajah Solar juga semakin memerah karena perbuatan dosennya itu.

"Kenapa pelukannya kuat banget?! Apa karena efek alkohol?" Solar meremat dada Halilintar.

"Kehilangan kamu ... Rasanya sangat menyakitkan ... Aku nggak sanggup ...."

Mata Solar membulat. Kali ini ia memilih membiarkan Halilintar memeluknya. Pikirannya mulai dipenuhi tanya.

"Apa dia baru bertengkar dengan istrinya? Atau mungkin udah cerai? Aku nggak tahu."

"Tapi aku nggak bisa nyalahin atau berontak di saat dia dalam keadaan rapuh seperti ini."

Setelah beberapa lama Solar membiarkan Halilintar akhirnya Halilintar tertidur sambil memeluknya. Saat dirasa sudah lelap betul Solar melepaskan diri pelan-pelan kemudian pulang. Keesokan paginya Halilintar yang mengingat semua kejadian itu meminta maaf pada Solar. Namun selain menyadari kesalahannya ia juga menyadari satu hal.

Saat melihat senyum yang Solar berikan setelah menerima permintaan maafnya ia menyadari bahwa hatinya sudah berubah. Ia yang selama ini menutup hati sejak bercerai dengan istrinya yang berselingkuh darinya telah membuka hatinya lagi tanpa sadar dengan senyum tulus yang menjadi kunci hatinya itu.

Sakit hatinya saat ditinggalkan istrinya sudah menghilang bersama senyuman itu. Setelah itu hatinya dipenuhi oleh Solar. Bahkan saat ia sedang tidak di kampus bayang-bayang Solar masih terpaku di benaknya. Sejak itu sikap Solar padanya juga berubah. Solar menjadi sering menemuinya.

Entah untuk membawakan tumpukan jurnal, makalah, bahkan barang bawaannya. Sebenarnya Halilintar merasa senang karena menyadari bahwa Solar juga menyukainya tapi ia juga menyadari dampak buruk yang akan terjadi pada Solar jika ia yang sudah hampir kepala lima membawa dirinya pada Solar yang masih muda.

🍼

Sebulan kemudian

"Mau sampe kapan kamu ngedeketin saya, Solar?"

Solar menunduk. Ia tahu insting Halilintar tajam jadi suatu saat nanti Halilintar pasti akan membicarakan ini setelah menyadari perasaannya.

"Kenapa sih kamu getol banget ngedeketin saya?" Halilintar menatap Solar intens.

"Pak." Solar kembali menatap Halilintar. "Saya sayang sama Bapak. Tapi kalo Bapak nggak mau nerima saya nggak apa-apa kok. Saya ... Juga kesulitan ngendaliin perasaan ini, Pak."

Halilintar menghela napas. Tatapannya kembali meneduh dengan raut wajah yang sudah lebih tenang. Ia memegang lengan Solar hingga membuat Solar tertegun.

"Solar sayangku ... Saya udah tua. Apa yang bikin kamu sampe bisa tergila-gila sama saya?"

"Karena saya cuma ngerasa seperti ini sama Bapak. Bapak juga satu-satunya orang yang nggak gampang luluh sama saya." Meskipun Halilintar sempat memanggil Solar sayang tapi karena Halilintar mengatakannya dengan penuh penekanan ia mengira Halilintar memanggilnya seperti itu karena muak dengannya.

"Sumpah, Solar! Siang malem yang ada di mata saya cuma kamu! Kamu! Dan Kamu! Sadar nggak sih kamu?! Tapi saya terlalu tua buat kamu. Saya nggak mau kamu jadi bahan gunjingan karena milih duda yang udah mau kepala lima."

"Bapak nggak perlu mikirin pengaruh apa yang saya dapet dari orang lain. Saya nggak peduli apapun yang mereka lakukan jadi mereka bisa ngelakuin apapun yang mereka mau. Lebih baik Bapak mikirin pengaruh apa yang saya dapet dari Bapak kalo Bapak nyia-nyiain hati saya karena mentingin pandangan orang lain."

Mata Halilintar membulat. Tak lama kemudian ia tertawa hambar hingga membuat Solar heran.

"Saya nggak tahu siapa guru yang sebenernya di sini." Halilintar tersenyum. "Saya udah sering dibikin kicep waktu adu argumen sama kamu di kelas karena saking pinternya kamu. Kali ini pun saya dibikin kicep lagi ya."

Solar ikut tersenyum kemudian menunduk. Tak lama kemudian Halilintar mengangkat wajahnya seraya membelai pipinya dengan wajah penuh penyesalan.

"Maafkan keegoisan saya yang bikin kamu menderita. Saya nggak mau kamu tersakiti seperti saya tersakiti karena hati saya yang tersia-siakan dulu."

"Saya nggak akan pernah nyia-nyiain hati Bapak." Solar meraih tangan Halilintar di pipinya. "Saya akan terus menjaga hati Bapak dengan segala yang saya punya. Saya ingin Bapak bahagia."

Tatapan Halilintar meneduh kemudian dipeluknya Solar erat-erat yang dibalas tak kalah erat oleh Solar.

"Meski aku bukanlah yang paling sempurna ...." Batin mereka. "Tapi aku ingin selalu berada di sisimu."

END

LighterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang