Stay Gold - (Allsol) (Halisol)

1.4K 75 0
                                    

Halilintar adalah anak sulung dari tujuh bersaudara yang menekuni karate. Tentu saja perasaannya yang tercurah pada karate tidak sebesar perasaannya pada Solar.

Ia juga mencintai Solar sama seperti saudaranya yang lain tapi akhir-akhir ini cintanya pada Solar justru terhalangi dengan minatnya.

Berawal dari dirinya yang terpilih pada pemilihan ketua eskul karate. Sejak itu ia disibukkan dengan tugas-tugas ketua eskul ditambah tugas sekolahnya.

Kelima saudaranya yang lain juga pasti memiliki kesibukan tersendiri tapi mereka masih sempat menikmati waktunya bersama Solar sedangkan ia hampir tidak memiliki waktu untuk bersama Solar.

Di saat yang lain bersenang-senang dengan Solar dalam waktu luangnya ia masih berkutat dengan tugas-tugasnya sebagai pelajar dan ketua eskul.

Jangankan untuk seks. Untuk sekedar bersantai dengan Solar saja ia hampir tidak memiliki waktu. Itulah yang menjadi masalahnya saat ini.

Ia pun semakin resah dan jenuh karena waktunya yang menipis telah mengekangnya untuk menyalurkan kasih sayang pada Solar kemudian membuahkan stres yang berkepanjangan.

Seandainya waktu bisa diputar kembali ia ingin menolak perekrutan ketua eskul itu sehingga ia tidak akan pernah menjadi ketua eskul karate.

Ingin sekali ia berhenti menjadi ketua eskul tapi ia tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya begitu saja karena tanggung jawabnya untuk tidak menodai prinsip karate sangatlah besar.

Ini sudah hampir tengah malam dan ia masih berkutat dengan PR matematikanya setelah menyelesaikan laporan eskulnya. Di tengah kesibukannya yang membuat kepalanya seperti mau pecah bunyi pintu kamar yang terbuka menarik perhatiannya.

Cklek

"Solar? Kok belum tidur?" Halilintar menghentikan aktivitasnya seraya menghadapkan kursi rodanya ke arah Solar.

Solar menghampiri Halilintar kemudian dengan tenangnya ia duduk di pangkuan Halilintar.

Ia memeluk Halilintar kemudian menciumnya mesra. Halilintar membalas ciumannya sambil merangkul pinggangnya dan membelai rambutnya.

"Aku kangen, Kak." Solar membelai pipi Halilintar sambil tersenyum.

"Aku lebih kangen." Halilintar menyentuh tangan Solar di pipinya seraya mengecup salah satu tangannya.

"Maaf aku ganggu."

"Nggak sama sekali. Justru aku seneng banget karena kamu mau inisiatif buat dateng di saat aku lagi nggak senggang."

"Boleh aku nungguin Kakak sampe selesai?"

"Iya, tapi nggak usah maksain diri. Nggak masalah kalo kamu mau tidur di pangkuan aku atau kasur aku duluan."

Solar mengangguk kemudian menyampingkan tubuhnya sambil tetap mengalungkan tangannya di leher Halilintar. Setelah itu PR matematika yang Halilintar kerjakan menarik perhatiannya.

"Ini trigonometri ya?"

"Gimana kamu bisa tahu? Kamu kan masih kelas 2 SMP!" Halilintar menatap Solar tak percaya karena ia memang sudah kelas SMA sedangkan Solar yang masih SMP sudah mengetahui materi itu.

"Aku juga ngepelajarin mapel SMA biar nggak terlalu blunder nantinya."

"Bahkan meski kamu ngepelajarin pas udah SMA-nya kamu nggak akan pernah blunder." Mata Halilintar menyipit.

Solar cekikikan kemudian menunjuk soal nomor enam belas yang belum diisi Halilintar.

"Ini pake rumus sudut rangkap, Kak."

"Yang manaaa? Rumus sudut rangkap kan beranak dan bertaut." Halilintar mengusap wajahnya frustasi.

"Coba pinjem, Kak." Solar mengambil pulpen Halilintar kemudian mulai mengajari Halilintar.

Setelah kesulitan dalam satu soal tuntas ia mengajari Halilintar begitu mengalami kesulitan dalam soal-soal berikutnya. Hanya sekitar 15 menit PR yang tidak bisa Halilintar selesaikan dalam berjam-jam selesai sudah.

"Kamu ini penyihir ya?" Halilintar menatap Solar takjub dengan kepintaran adiknya itu.

Ia tidak menyangka ia bisa mengerjakan PR matematika yang sulit itu hanya dalam belasan menit dengan bantuan adiknya yang bahkan masih SMP.

"Aku ini adik kakak. Bukan penyihir." Solar terkekeh geli seraya mencubit pipi Halilintar.

"Kepintaran kamu itu bener-bener mengerikan. Kayaknya kamu bisa nyaingin Einstein." Halilintar membalas pelukan Solar dengan teramat erat. "Tapi sumpah ... Makasih banget udah bantuin aku. Kalo nggak ada kamu aku cuma bakal jadi sampah kaleng di tumpukan tugas-tugas sialan ini."

"Jadi udah selesai semua?"

"Udah, jadi kita tidur sekarang." Halilintar menggendong Solar kemudian membawanya ke pintu. "Kunci pintunya."

"Kenapa harus dikunci?" Solar heran karena biasanya Halilintar tidak mengunci kamar saat tidur namun ia tetap menuruti Halilintar.

"Malem ini aku nggak mau ada yang ngeganggu waktu kita berdua." Halilintar memindahkan Solar ke kasur kemudian berbaring di sampingnya dan berselimut bersamanya. "Kamu milikku malem ini."

"Meski itu adalah pilihan yang salah?" Solar menatap Halilintar nanar.

Jika Halilintar ingin memonopolinya artinya Halilintar telah melanggar perjanjian mereka bertujuh.

Selama berbagi cinta dengan kelima saudaranya yang lain tidak dibenarkan adanya monopoli terhadap orang yang mereka cintai.

"Aku sangat ingin melepas lelah dengan adanya kamu di sini."

"Kalo keberadaan aku bisa melepas lelah Kakak maka aku nggak punya pilihan lain." Solar mencium kening Halilintar. "Selamat tidur."

"Selamat tidur." Halilintar menutup mata sambil tersenyum kemudian memeluk Solar dalam balutan selimut yang hangat.

END

LighterKde žijí příběhy. Začni objevovat