15. Penculikan

17K 1.5K 54
                                    

15. Penculikan

                      Gesya mengerutkan keningnya saat taksi yang ditumpangi berhenti. Dia yang tengah gelisah dan tak bisa duduk tenang, sontak langsung menatap ke depan. Jantungnya terasa akan lepas saat Kaivan keluar dari sebuah mobil yang tiba-tiba berhenti di depan sana.

Tubuh Gesya meremang. Ia memukul-mukul pahanya dengan kepalan tangan.

“Gesya, keluar!” Kaivan membuka pintu taksi dengan kasar. Tatapan tajam dan Gesya tidak bisa menemukan sedikit kebaikan Kaivan. Pria itu benar-benar terlihat marah.

Gesa beringsut menjauh. “Ampun, Kaivan. Aku salah. Aku minta maaf.” Air mata Gesya tumpah. Perasaannya benar-benar kacau. Melihat kehadiran Kaivan dengan segala kemarahan laki-laki itu, ia tak memiliki daya. Ingin lari, tapi bahkan hanya dengan tatapan, Kaivan mampu melumpuhkan syaraf tubuhnya.

“AKU BILANG KELUAR! KAU TULI?!” teriak Kaivan murka. Bayangan bagaimana Gesya menyatukan bibir dengan si bajingan itu tak bisa hilang, terus berputar menyebabkan ledakan amarah yang tak terbendung. Gesya berani menguji kesabarannya yang tercipta sangat sedikit untuk Gesya.

“Aku minta maaf.” Gesya terisak. Salah? Gesya tidak merasa melakukan kesalahan sebelumnya. Bian pacarnya. Kaivan tiba-tiba datang dan mengaku menjadi suaminya. Saat hatinya masih penuh dengan nama Bian, Kaivan muncul tiba-tiba menerobos masuk mencari celah. Ia diporakporandakan.

“AKU BILANG KELUAR!” Kaivan menarik tangan Gesya dengan kasar. Ia menghempaskan tubuh perempuan  itu hingga jatuh di jalanan. Kesabarannya benar-benar habis.

Gesya makin menangis. Kenapa nasibnya menjadi begitu buruk. Ia menekuk kakinya dan menumpukan kepalanya di sana. “Aku salah, aku minta maaf.” Gesya tidak tahu harus apa selain itu. Mengatakan jika Kaivan tidak berhak marah dan melakukan ini padanya, Gesya tidak berani, kesabaran Kaivan menyentuh angka nol, ia tidak mau membuat Kaivan semakin marah dan akan berimbas buruk padanya.

“Bagus jika kau sadar, Sayang. Tapi apa kau pikir hanya dengan kata maaf aku akan memaafkanmu?” Kaivan tertawa sinis. Ia menendang trotoar jalan dengan kuat. Kaivan butuh rasa sakit untuk mengurangi sedikit amarahnya. Jika Gesya menanggung semua amarahnya, perempuan itu benar-benar tidak akan selamat malam ini.

Gesya tidak tahu seberapa besar dia menahan. Ia sudah mencoba sabar. Namun, Gesya terus menguras habis kesabarannya. Jika tidak mengingat pemerkosaan bisa membuat seseorang kehilangan kewarasan, ia sudah melakukan itu sedari dulu.

“Aku sungguh minta maaf.” Gesya mengulang kalimat yang sama. Perasaannya hancur berkeping-keping. Apa pada akhirnya ia harus mengarahkan hidupnya pada orang asing ini.

“SIALAN!” Kaivan meremas rambutnya. Ia kembali melayangkan tendangan. Hatinya sangat panas. “Maafmu tidak diterima, Gesya.” Anggap saja Kaivan tidak tahu diri.

“Aku minta maaf, Kaivan.” Gesya bangkit, berjalan lunglai mendekati Kaivan. Di tangan Kaivan kini sudah ada alat pematik yang mungkin saja siap digunakan untuk benar-benar membakar bibirnya. “Jangan seperti ini, kakimu bisa sakit.”

“Apa pedulimu?” tanya Kaivan dengan sinisnya. Gesya mengusap air matanya kasar. Kaivan sangat sulit untuk diluluhkan.

“Aku benar-benar minta maaf. Tolong, jangan marah lagi. Aku menyesal, sungguh.” Mau tidak mau, Gesya memang sangat menyesal telah mencium Bian. Jika tahu Kaivan akan semarah ini dan ia tak seberdaya ini, pastilah, ia lebih baik diam saja.

Gesya meraih tangan Kaivan, menariknya hingga tubuh laki-laki itu sedikit membungkuk. Kaivan tersenyum miring melihat itu. Memang Gesya pikir semudah itu?

“Tidak sudi, Gesya.” Kaivan mendorong Gesya menjauh sebelum bibir perempuan itu menempel di bibirnya.

Gesya mengusap bibirnya kasar. Air matanya semakin mengalir dengan deras. Tak tanggung-tanggung, ia menarik kemeja Kaivan dan kembali mengusap bibirnya untuk menghilangkan jejak Bian.

He is CrazyWhere stories live. Discover now